Bumi Makin Terang, Polusi Cahaya Meningkat
Kamis, 30 November 2017,
19:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Beritabali.com, Washington. Bumi menjadi semakin terang, tetapi para ilmuwan mengatakan bahwa itu mungkin bukan hal baik.
Para peneliti mengatakan, data satelit menunjukkan bahwa nyala artifisial di permukaan Bumi pada malam hari tumbuh sekitar dua persen dalam keterangan dan area dari tahun 2012 sampai 2016, menggarisbawahi kekhawatiran mengenai dampak ekologis polusi cahaya pada manusia dan binatang.
[pilihan-redaksi]
Laju pertumbuhan yang diamati di negara-negara berkembang lebih cepat dari pada negara-negara kaya yang sudah bercahaya terang.
Para peneliti mengatakan data satelit cuaca Badan Kelautan dan Atmosfer AS mungkin mengecilkan situasinya karena sensornya tidak bisa mendeteksi beberapa cahaya LED yang makin meluas penggunaannya, khususnya cahaya biru.
"Malam Bumi makin terang. Dan saya sesungguhnya tidak berharap seragam bahwa begitu banyak negara makin terang," kata fisikawan Christopher Kyba dari GFZ German Research Centre for Geosciences, yang memimpin riset yang terbit di jurnal Science Advances.
Dengan sedikit pengecualian, pertumbuhan cahaya malam diamati di seluruh Amerika Selatan, Afrika, dan Asia.
Cahaya masih stabil di sedikit negara saja. Ini meliputi wilayah-wilayah paling terang di dunia seperti Italia, Belanda, Spanyol, dan AS, meski para peneliti mengatakan 'kebutaan' sensor satelit pada beberapa cahaya LED mungkin menyelubungi peningkatan yang sesungguhnya.
Area cahaya Australia menurun akibat kebakaran. Cahaya malam juga meredup di Suriah dan Yaman yang masih dilanda perang.
Ahli ekologi Franz Holker dari Germanys Leibniz-Institute for Freshwater Ecology and Inland Fisheries (IGB) mengatakan polusi cahaya memiliki konsekuensi ekologis, dengan siklus cahaya alami terganggu oleh cahaya artifisial pada lingkungan malam.
Menurut dia, peningkatan cahaya langit bisa mempengaruhi tidur manusia.
"Selain mengancam 30 persen vertebrata yang nokturnal dan lebih dari 60 persen invertebrata yang nokturnal, cahaya artifisial juga mempengaruhi tumbuhan dan mikroorganisme," kata Holker, seperti dilansir Reuters.
"Ini mengancam keragaman hayati melalui perubahan kebiasaan pada malam hari, seperti pola reproduksi dan migrasi, dari banyak spesies berbeda: serangga, amfibi, ikan, burung, kelelawar, dan binatang lainnya," imbuhnya.
Kyba mengatakan cahaya waktu malam juga menyembunyikan bintang-bintang yang sudah disaksikan orang selama ribuan tahun.
Para ahli berharap pertumbuhan penggunaan cahaya LED yang sangat efisien bisa mengurangi penggunaan energi di seluruh dunia.
Temuan baru itu mengindikasikan penggunaan cahaya artifisial justru tumbuh, meningkatkan permintaan akan energi.
"Sementara kita tahu bahwa LED menghemat energi dalam proyek-proyek spesifik, misalnya ketika kota mengganti penerang jalan dari lampu-lampu sodium ke LED, ketika kita lihat daya kita dan kita lihat di tingkat nasional dan global, itu mengindikasikan bahwa penghematan itu berimbang dengan pertumbuhan cahaya-cahaya yang baru atau lebih terang di tempat lain," pungkas Kyba. [bbn/idc/wrt]
Reporter: bbn/eng