Tangkal Gerubug dan Gagal Panen, Desa Sukaluwih Pertahankan Tradisi "Ngoncang"
Kamis, 10 Januari 2019,
17:40 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, KARANGASEM.
"Ngoncang" merupakan salah satu tradisi turun temurun di beberapa Desa Adat yang ada di wilayah Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem yang rutin dilaksanakan menjelang Upacara Tahunan Usabe Dalem.
Menurut kepercayaan tradisi ini dipercaya mampu menangkal segala macam penyakit (gerubug) yang menyerang hewan ternak warga. Selain itu juga diyakini bisa membuat hasil bumi tetap melimpah karena warga dahulu sepenuhnya bergantung pada hasil perkebunan.
Tradisi "Ngoncang" sendiri konon merupakan salah satu tradisi yang bisa dikatakan sebagai ajang silaturahmi antar warga Desa Adat sekaligus ungkapan rasa syukur atas anugrah hasil panen yang berlimpah.
Dalam tradisi ini, masing-masing Desa Adat nantinya bakalan memberikan sebuah suguhan hiburan tradisional berupa Joged, Drama, Genjek, Lawak hingga Bondres yang diperankan oleh para pemuda-pemudi desa setempat untuk dipentaskan di desa-desa tetangga lokasi Ngejot.
Setelah Ngoncang ke Desa tetangga, beberapa hari kemudian Desa Adat bersangkutan akan melaksanakan tradisi "Ngewales" (membalas). Dalam tradisi "ngewales ini, Desa adat bersangkutan yang terlebih dahulu mendapat jotan, beberapa hari setelahnya akan membalasnya dengan hal serupa tentunya sesuai potensi yang ada di wewidangan Desa.
Menurut I Wayan Suara Arsana selaku Juru Raksa Desa Adat Sukaluwih, Desa Amerthabuana, Selat, Karangasem dalam tradisi ngoncang kali ini pihaknya sudah melakukan persiapan sejak beberapa hari lalu bersama para pemuda dan pemudi Desa Adat.
Para pemuda ini nantinya akan menampilkan hiburan berupa kolaborasi antara kesenian Genjeg, Drama, Bondres dan Joged untuk dipentaskan di tujuh lokasi Ngejot diantaranya, Desa Adat Umasari, Desa Adat Lusuh, Desa Adat Geriana Kangin, Desa Adat Geriana Kauh, Banjar Pegubugan, Desa Adat Santi dan Desa Adat Pesangkan.
"Persiapan kita selama 15 hari, untuk latihan kita lakukan 3 hari sekali hari," kata Suara Arsana. Tradisi ini sempat tidak dilaksanakan, hanya saja percaya atau tidak menyebabkan segala hasil perkebunan gagal panen dan ternak warga juga banyak yang mati. "Percaya gak percaya tetapi menurut tetua itu sudah terbukti," ungkapnya.
Meski di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat, tradisi ini masih ditunggu-tunggu oleh sebagian besar warga disamping juga untuk membuat generasi muda memiliki kegiatan yang positif melestarikan kesenian dan menjaga tradisi yang diwariskan para leluhur.
Berita Karangasem Terbaru
Reporter: bbn/eng