Melasti Sebagai Upaya Menghanyutkan Penderitaan
Senin, 4 Maret 2019,
14:00 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Melasti bagi umat Hindu selain sebagai bentuk meningkatkan bakti kepada Tuhan juga sebagai bentuk upaya menghanyutkan penderitaan masyarakat. Melasti pada sisi lain juga bermakna menghilangkan kekotoran alam semesta.
[pilihan-redaksi]
Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul "Makna Penggunaan Kober Ganesha Saat Umat Hindu Melaksanakan Tawur Kesanga" yang ditulis oleh Drs. Dewa Nyoman Redana M.Si. Artikel tersebut merupakan prosiding seminar "Lokal Genius dalam Perspektif Kebijakan Publik, Hukum, Manajemen, Pertanian dan Pendidikan" yang digelar P3M Unipas Singaraja pada Oktober 2015.
Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul "Makna Penggunaan Kober Ganesha Saat Umat Hindu Melaksanakan Tawur Kesanga" yang ditulis oleh Drs. Dewa Nyoman Redana M.Si. Artikel tersebut merupakan prosiding seminar "Lokal Genius dalam Perspektif Kebijakan Publik, Hukum, Manajemen, Pertanian dan Pendidikan" yang digelar P3M Unipas Singaraja pada Oktober 2015.
Dalam lontar Sunarigama disebutkan bahwa tujuan melasti adalah Amet sarining amertha kamandalu ring telening segara. Artinya: mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudera.Tujuan Melasti lainnya juga disebutkan sebagai Angayuntaken laraning jagat. Artinya dengan upacara melasti umat dimotivasi secara ritual untuk membangkitkan spiritual untuk berusaha menghilangkan laraning jagat.
Istilah laraning jagat ini memang sulit sekali mencari padanannya agar ia tidak kehilangan makna. Kata lara dan jagat sudah sangat dipahami oleh umat Hindu di Bali. Lara ini agak mirip dengan hidup menderita. Cuma yang disebut dengan lara tidaklah semata-mata orang yang miskin materi.
Banyak juga orang kaya, orang berkuasa, orang yang berpendidikan tinggi, keturunan bangsawan hidupnya lara. Orang kaya menggunakan kekayaannya untuk membangkitkan kehidupan yang mengumbar hawa nafsu. Kekuasaan dijadikan media untuk mengembangkan ego untuk bersombong-sombong ria, atau menggunakan kekuasaan untuk mengeruk keuntungan pribadi bukan untuk mengabdi pada mereka yang menderita.
[pilihan-redaksi2]
Demikan juga banyak ilmuwan menjadi sombong karena merasa diri pintar. Banyak juga orang yang meninggi-ninggikan kawangsaannya. Sifat-sifat yang negatif itulah yang akan menimbulkan disharmonis dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, menghilangkan laraning jagat hendaknya diaktualisasikan untuk menghilangkan sumber penderitaan masyarakat, baik yang bersifat niskala maupun yang bersifat sekala.
Demikan juga banyak ilmuwan menjadi sombong karena merasa diri pintar. Banyak juga orang yang meninggi-ninggikan kawangsaannya. Sifat-sifat yang negatif itulah yang akan menimbulkan disharmonis dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi, menghilangkan laraning jagat hendaknya diaktualisasikan untuk menghilangkan sumber penderitaan masyarakat, baik yang bersifat niskala maupun yang bersifat sekala.
Dalam Melasti juga terdapat istilah ngiring prawatek Dewata, yang artinya membangun sikap untuk senantiasa menguatkan sraddha dan patuh pada tuntunan para Dewata (sinar suci Tuhan), baik sebagai Dewa Dewa maupun sebagai Dewa Pitara (roh suci yang telah mencapai alam Dewa atau Sidha Dewata). Teks lontar Sang Hyang Aji Swamandala inilah yang dijadikan landasan oleh umat Hindu di Bali melakukan upacara melasti dengan melakukan pawai keagamaan yang di Bali disebut "Mapeed"‟ atau "Mekiis" untuk melakukan perjalanan suci menuju sumber air, seperti laut dan sungai atau mata air lainnya yang dianggap memiliki nilai sakral secara keagamaan Hindu. [bbn/mul]
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/mul