Masih Khawatir Stigma, ODHIV di Denpasar Belum Berani Terbuka
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Stigma dan diskriminasi terhadap Orang yang terinfeksi HIV atau yang disebut ODHIV masih dirasakan cukup tinggi.
Hal itu yang membuat data mengenai keberadaan mereka belum dapat dibuka secara detail sehingga aparat pemerintah di tingkat desa pun belum mengetahui keberadaanya.
“Hal ini yang kemudian menyulitkan ketika desa hendak dilibatkan dalam pemberian bantuan dan dukungan,” papar Made Efo Sumiartha dari Forum Peduli AIDS (FPA) Bali dalam Worksop Program Advokasi HIV di Denpasar, Selasa (18/7/2023).
Di sisi lain, dia melihat sebenarnya komitmen Desa di Denpasar sudah terlihat dari sejumlah program yang ada termasuk alokasi anggarannya. Namun, menurutnya, masih sebatas sosialisasi untuk pencegahan.
Karena itulah, FPA mendorong agar program itu bisa dikembangkan dengan melibatkan komunitas-komunitas dengan perilaku yang berisiko di desa itu. Mulai dari program penjangkauan imana warga dengan perilaku beresiko berani melakukan tes HIV hingga adanya bantuan sosial bagi ODHIV.
“Disini tentu diperlukan juga komitmen agar tidak terjadi stigma dan diskriminasi,” katanya.
Mengenai masih kuatnya stigma itu diakui oleh I Gusti Ayu Ketut Sri Witari dari Dinas Kesehatan Bali. Karena itu pihaknya tidak menyampaikan data mengenai keberadaan ODHIV secara terbuka. Meski kasus yang terungkap sudah di ada datanya di layanan-layanan kesehatan.
“Ini bukan hanya menyangkut stigma pada ODHIV tetapi juga pada keluarganya,” jelasnya.
Idealnya, HIV cukup ditanggapi sebagai berbagai penyakit lainnya. Apalagi saat ini sudah ada obat untuk menjaga kondisi kesehatan ODHIV.
Salah-satu aktivis komunitas pendamping ODHIV, Ika Rayni menyatakan, keberadaan ODHIV di suatu komunitas tidak mungkin dirahasiakan sepenuhnya. “Itu biasanya sudah menjadi rahasia umum,” cetusnya.
Dalam hal ini, peran kepala desa sangat penting dalam memberikan layanan yang tidak diskriminatif dan bahkan melibatkan komunitas dalam aksi pencegahan.
“ODHIV yang sudah terbuka biasanya akan menjadi yang pertama dihubungi ketika ada kasus sehingga akan memudahkan juga untuk pemberian dukungan,” ujarnya.
Menanggapi adanya keinginan untuk melibatkan komunitas dalam penanganan HIV di tingkat desa, Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kota Denpasar, Tresna Yasa menyatakan, siap untuk memfasilitasi.
Dirinya berharap, pihak FPA Bali dan komunitas memberikan rancangan program hingga rencana anggarannya.
“Nanti bisa kita diskusikan langsung dengan pendamping desa karena mereka yang mengawal prosesnya,” cetusnya.
Dirinya menyampaikan, secara regulasi tidak ada masalah untuk penggunaan dana-dana di desa dalam penanggulangan HIV.
Selama ini dana dialokasikan untuk program sosialisasi, termasuk melalui berbagai lomba dan acara seni budaya seperti pagelaran bondres.
“Disini kita harapkan juga ada keterbukaan dari ODHIV. Karena pernah juga kita mengundang mereka tetapi ketika presentasi masih menggunakan topeng,” pungkasnya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/aga