Besaran Gaji Anwar Usman Usai Tak Lagi Jadi Ketua MK
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap melakukan pelanggaran etik berat dalam memutus perkara 90. Namun, ia tetap menjadi hakim konstitusi.
Maka, Anwar masih menerima gaji dan tunjangan sebagai hakim konstitusi. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2014, hakim konstitusi berhak mendapatkan gaji pokok, tunjangan jabatan, rumah negara, fasilitas transportasi, dan jaminan kesehatan.
Selain itu, Anwar juga tetap berhak mendapatkan jaminan keamanan, biaya perjalanan dinas, kedudukan protokol, penghasilan pensiun, dan tunjangan lainnya.
Berdasarkan PP Nomor 75 Tahun 2000, gaji pokok Anwar mengalami penurunan. Gaji pokok hakim konstitusi sebesar Rp4.200.000. Sementara, saat jadi Ketua MK sebesar Rp5.040.000.
Tunjangan yang diterima Anwar juga turun. Saat menjabat Ketua MK, Anwar menerima tunjangan sebesar Rp121.609.000. Sementara besaran tunjangan sebagai hakim konstitusi atau anggota yaitu Rp72.854.000.
Jika ditotal, Anwar mengantongi pendapatan setidaknya Rp77.054.000 per bulan sebagai hakim konstitusi.
Selain itu, berdasarkan Pasal 13 PP Nomor 82 Tahun 2021, hakim konstitusi juga mendapatkan honorarium lain.
Honorarium diberikan untuk penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota; penanganan perkara pengujian undang undang, sengketa kewenangan lembaga negara, dan perselisihan hasil pemilihan umum; dan pelaksanaan tugas kedinasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada Selasa (7/11), Majelis Kehormatan MK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan perilaku hakim konstitusi dalam penanganan perkara 90 soal pengujian syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Anwar pun dijatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Ia tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK hingga masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Ia juga dilarang terlibat dalam urusan sengketa hasil pemilu dan pilkada yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Lewat putusan perkara itu, Gibran Rakabuming Raka yang belum memenuhi syarat usia minimal menurut UU Pemilu bisa melenggang di Pilpres 2024. Mahkamah membolehkan seseorang di bawah usia 40 tahun jadi capres-cawapres, selama pernah menjabat sebagai kepala daerah yang terpilih lewat pemilu.
Selain putusan terhadap Anwar, MKMK juga menyatakan semua hakim konstitusi melanggar kode etik karena membiarkan kebocoran informasi mengenai rapat permusyawaratan hakim (RPH). Mereka dijatuhi sanksi teguran lisan secara kolektif.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat menerima sanksi tambahan berupa teguran tertulis akibat pendapatnya di ruang publik.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net