search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Nyoman Suparni, Pejuang dan Pemikir Rumah Korban KDRT
Kamis, 13 April 2017, 19:02 WITA Follow
image

Nyoman Suparni, pendiri Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Bali. [ist]

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, KARANGASEM.

Beritabali.com, Denpasar. Di tahun 2002, LSM Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Bali berdiri. Sepuluh tahun kemudian, Shelter (tempat perlindungan) untuk korban KDRT berhasil dibangun. Pun, ratusan korban KDRT sukses didampingi LSM ini. Namun, tak banyak yang tahu, semua usaha sejak 15 tahun lalu itu adalah jerih payah Nyoman Suparni (52) seorang diri. 
 
"Tiada usaha yang menghianati" layak jadi kalimat yang menggambarkan usaha Suparni selama ini. Selama berjuang untuk melindungi korban KDRT, banyak hal telah Ia alami. Mulai dari rumah yang dirusak hingga tuntutan keluarga korban.
 
[pilihan-redaksi]
"Ya saya santai saja, saya beri pengertian bagi masyarakat yang menolak kegiatan yang saya lakukan ini," ungkapnya santai ketika dihubungi Beritabali.com, Kamis (13/4). 
 
Jika masalah itu saja tak jadi halangan, sama halnya dengan dana. Seorang diri, Suparni bekerja. Ia berjualan di pasar untuk menghimpun dana membiayai semua kegiatan LSM yang dibangunnya di tahun 2002. 
 
"Saya terinspirasi dari sebuah kejadian pedofilia yang menimpa seorang anak di Karangasem pada tahun 2002. Tak ada yang mau menolong, namanya juga Karangasem daerahnya terpencil," ungkapnya. 
 
Sejak saat itu pula, Suparni tergerak hatinya mendampingi korban hingga pelakunya sukses ditangkap dan dihukum 12 tahun penjara. 
 
Tak berhenti sampai di situ, Suparni pun kemudian mendampingi korban-korban KDRT lainnya hingga membangun sebuah LSM bernama Kelompok Peduli Perempuan dan Anak (KPPA) Bali. KPPA dibangun di Karangasem, tempat awal perjuangannya. 
 
"Dana bukan dari suami saya, keluarga saya tetap mendukung hal yang saya lakukan karena saya tidak bergantung pada mereka. Semua dana saya cari sendiri. Begitu pula dengan pendidikan saya," ungkap wanita yang awal mendirikan LSM hanyalah seorang tamatan SMA.
 
Hingga akhirnya di tahun 2013, Suparni meraih gelar sarjana fakultas hukum. Advokat kemudian menjadi pilihannya. 
 
"Saya jadi advokat karena ingin mendampingi korban-korban KDRT," sebutnya. 
 
Berkat usaha dan perjuangannya, wanita asli Buleleng ini kemudian berhasil meraih serangkaian perhargaan seperti Pahlawan untuk Indonesia versi MNC dan ada pula penghargaan Tupperware She CAN!. 
 
"Dari penghargaan itu saya mendapat dana yang kemudian saya gunakan untuk membangun shelter. Dananya memang masih belum cukup jadi saya pakai dana pribadi saya untuk menambahi," sebutnya. 
 
Jadilah shelter bernama harapan baru itu berdiri di tahun 2013. Saat ini, shelter sedang dihuni enam orang, empat diantaranya adalah wanita korban KDRt dan dua sisanya merupakan anak-anak korban perpisahan orang tua. 
 
[pilihan-redaksi2]
Suparni mengakui, banyak memang yang menawarkan bantuan. Namun, prinsip SUparni tetap sama, Ia menolak semua bantuan. Selain menghindari muatan politik di dalamnya, baginya mindset orang berbeda-beda sehingga akan mempersulit semua kegiatannya yang murni membantu tanpa imbalan. 
 
Walau tanpa dana dari luar, Suparni tetap bisa mempertahankan LSM dan paling utama, perjuangannya. Hingga kini, banyak gebarakan yang Ia telah lakukan. Bahkan, lewat perjuangannya, Ia tidak hanya berhasil melindungi korban KDRT, namun kini anak-anak di bawah lembaga permasyarakatan (LP) dapat pula menimba ilmu. Dana sekolah dan belajar pun datang dari LSM yang dibangunnya. [wrt]

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami