Komersialisasi Banten Jadi Bukti Keluwesan Penerapan Ajaran Bhakti Marga
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Komersialisasi atau proses jual beli banten menjadi bukti bentuk kefleksibelan dan keluwesan dalam penerapan ajaran bhakti marga. Komersialisasi muncul karena kesibukan umat akibat bekerja mencari nafkah, dengan waktu yang terbatas sehingga muncul keinginan serba praktis/ekonomis, disamping langkanya bahan baku banten.
Demikian terungkap dalam sebuah artikel berjudul “Komersialisasi Banten Dalam Wacana Penguatan Identitas Kehinduan Sebagai Implementasi Ajaran Bhakti Marga di Bali” yang dipublikasikan dalam Jurnal Dharmasmrti, Volume 9 Nomor 2 tahun 2018.
Penulis artikel A.A Kade Sri Yudari dari Pascasarjana Universitas Hindu Indonesia-Denpasar menuliskan bahwa banten merupakan implementasi dari ajaran bhakti marga. Sedangkan komersialisasi menjadi dimaklumi asalkan banten yang dipersembahkan tetap menunjukkan kesakralan, keikhlasan dan kesuciannya.
Sri Yudari juga menuliskan banten’ memang memendam potensi ekonomi luar biasa bagi masyarakat Bali karena banten tidak pernah lekang oleh zaman. Selama banten masih menjadi kebutuhan primer masyarakat Bali selama itu pula potensi ekonomi banten tetap hidup.
Bahkan banten tidak pernah terpengaruh iklim/cuaca, jangankan saat situasi ekonomi bagus, ketika situasi ekonomi sedang sulit misalnya, terjadi musibah pun banten tetap dibutuhkan demi ajegnya tradisi leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Kehadiran banten dalam tradisi di Bali mencerminkan kuatnya identitas kehinduan atas keyakinan masyarakat kepada Sang Pencipta. Ideologi tersebut melekat turun-temurun sehingga menjadi warisan leluhur. Dengan memahami hakikat banten sebagai curahan rasa bhakti dan cinta kasih kepada Sang Pencipta banten hendaknya dihaturkan dengan penuh keikhlasan.
Sarana upacara yang dinamakan banten sejak abad ke-8 telah dirintis oleh Maha Rsi Markandeya dilanjutkan oleh Maha Rsi lainnya merupakan hal yang mutlak ada karena tertuang dalam ajaran tri kerangka agama Hindu ketiga tentang ritual.
Sarana pokok membuat banten juga harus ada. Mengingat zaman telah berganti sampai akhirnya memasuki era digital masyarakat Hindu akan tetap membuat dan menghaturkan banten. Banten yang dibuat tidak saja merupakan proses kreatifitas dan estetika tetapi juga merupakan proses Yoga karena lebih mengutamakan nilai-nilai kesucian.
Pemusatan pikiran terjadi pada saat kaum perempuan menggerakkan jari jemari bagaikan sedang berjapa. Para tukang banten dan ‘wiku tapini’ dengan posisi bajra asana atau padma asana demi memusatkan pikiran kepada Yang Maha Suci melakukan aktivitas penuh makna kesucian.
Banten juga sering disebut Wali. Kata ‘wali’ artinya wakil yang juga mengandung pengertian kembali. Wali yang berarti wakil mengandung makna simbolis bahwa banten merupakan wakil dari isi alam semesta ciptaan Tuhan.
Sedangkan wali yang artinya kembali bermakna bahwa segala yang ada di alam semesta ciptaan Tuhan dipersembahkan kembali oleh manusia kepada-Nya sebagai pernyataan rasa terima kasih.
Reporter: bbn/mul