search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tradisi Male, Bukti Toleransi Umat Muslim dan Hindu di Jembrana
Minggu, 2 Juni 2019, 07:05 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, JEMBRANA.

Beritabali.com, Jembrana. Tradisi male menjadi bukti toleransi yang kuat antara umat Muslim dan Hindu di Kabupaten Jembaran. Male adalah telur yang direbus dengan tidak mengupas (menghilangkan kulit luar) yang dirangkai sedemikian rupa dalam berbagai bentuk yang memiliki nilai estetika dan filosofi keagamaan yang tinggi.

[pilihan-redaksi]

Bentuk male ada yang berupa pajegan atau bentuk lainnya dengan menusukkan puluhan telur rebus ke batang pohon pisang yang dihiasi kertas warna warni, ada juga yang menyerupai kapal-kapalan, pepohonan (bonsai), dan binatang unta. Rangkaian atau bentuk telur ini, oleh masyarakat Muslim Jembrana disebut dengan male. Male juga biasanya dijadikan bingkisan (berkat) bagi umat maupun undangan yang hadir.

Demikian terungkap dalam artikel ilmiah yang berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Studi di Jembrana Bali)” yang dipublikasin dalam Jurnal Pendidikan Islam, Volume 08 Nomor 01, Tahun 2019. Artikel ditulis oleh Saihu yang merupakan Dosen Pascasarjana Institut PTIQ Jakarta.

Saihu menuliskan bahwa tradisi male berasal dari tradisi umat Islam di Jembrana. Sekalipun tradisi male merupakan tradisi yang berasal dari Islam, namun dalam pelaksanaannya selalu melibatkan umat Hindu. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang dalam pelaksanaan tradisi ini, karena memang umat Islam di Jembrana sangat terbuka terhadap keanekaragaman.

[pilihan-redaksi]

Ritual ini dimulai dengan berkeliling kampung sambil membawa telur yang telah dibentuk dengan berbagai corak atau sesuai dengan selera yang diinginkan pembuatnya. Male yang di-arak mengelilingi kampung ini dikawal oleh pasukan khusus dengan menggunakan pakaian adat Bali yang di sebut pager uyung (pakaian kaum kesatria adat yang diwakili oleh beberapa orang dari umat Islam maupun Hindu).

Dalam perjalanannya mengelilingi kampung, male yang di-arak diringi dengan pembacaan asrakal, yaitu membaca solawat serta puji-pujian kepada Nabi Muhammad S.A.W. sambil menabuh rebana atau marawis.  Setelah selesai mengelilingi kampung, kemudian seluruh male atau telur yang telah dihiasi tersebut, dikumpulkan di dalam masjid sambil diiringi bacaan solawat. Selanjutnya pembacaan doa menjadi acara penutup sebelum telur-telur dibagikan kepada masyarakat yang hadir di sana.[bbn/ Jurnal Pendidikan Islam/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami