search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Ida Rsi Lokanatha Lepas Gelar Sulinggih, PHDI: Tergantung Nabe
Rabu, 5 Januari 2022, 13:35 WITA Follow
image

beritabali/ist/Ida Rsi Lokanatha Lepas Gelar Sulinggih, PHDI: Tergantung Nabe.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Setelah foto kemesraan beredar di sosial media dan banjir hujatan, Ida Rsi Lokanatha dan istri memutuskan untuk melepas gelar sebagai sulinggih, termasuk dari keorganisasian PHDI Kota Denpasar.

Keduanya telah menetapkan dewasa ayu kapan akan melangsungkan upacara tersebut. Dalam pertemuan bersama PHDI kota Denpasar pada Selasa 4 Januari 2022 di Griya Agung Giri Kusuma, jalan Drupadi, Denpasar, Rsi mengatakan akan mundur pada bulan Februari. 

"Kami mundur," ujar Ida Rsi didampingi istri. 

Keputusan ini ia pandang sebagai sikap kesatria. Terkait tahapan proses hingga terjadi upacara Ngelukar Gelung, akan dilakukan di griyanya sendiri. 

Menurut Ida Rsi, setelah ia tak lagi menjadi sulinggih, dia akan mengabdikan diri sebagai Jero Mangku Merajan, yakni pemuka agama untuk skala internal keluarga. 

Hal itu dibenarkan Ketua PHDI Kota Denpasar Nyoman Kenak. Diwawancarai Rabu (5/12/2022) secara daring, dia mengatakan keputusan boleh tidaknya seseorang sulinggih mundur dari kesulinggihan menjadi umat biasa itu ditentukan oleh sang nabe sebagai orang tua secara kesulinggihan.

Bila nabe memandang itu layak dilakukan, maka akan diputuskan. Begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, Ida Rsi boleh saja berkeinginan melepas kesulinggihan, namun keputusan akhir ditentukan nabe. 

"Itu ranah sulinggih, kami walaka sejatinya tidak boleh menyinggung. Tapi sepengetahuan saya, proses Ngelukar Gelung diawali dengan adanya proses Patita, Panten, kemudian Ngelukar Gelung," ujar Kenak. 

Menurut dia, Patita secara garis besar adalah teguran dari sang nabe kepada nanak (putra secara kesulinggihan) karena sebuah kesalahan. Patita itu dapat ditebus dengan sejumlah upacara, upakara dan perjalanan spiritual. 

Sedangkan Panten, yakni hukuman karena seorang sulinggih melakukan kesalahan fatal, seperti Nyolong Semara atau selingkuh. 

Pada titik ini, seorang nabe telah memutuskan nanaknya melepas kesulinggihan. Proses tersebut tergolong sakral. Secara umum, seorang sulinggih akan dilepas kesulinggihan dan atributnya. Seperti tak lagi mengerucutkan pusungan rambut di ubun-ubun. 

Kenak menambahkan, upacara ini hanya boleh dilakukan oleh nabe yang melakukan diksa. Nabe tersebut terdiri dari nabe napak, nabe waktra dan nabe saksi. Ketiga nabe itulah yang menobatkan seseorang menjadi sulinggih, begitu pula memutuskan sanksi terhadap kesalahan nanak.

"Namun seandainya ketiganya telah meninggal, sepengetahuan saya, dapat dilakukan nabe putra," tuturnya. 

Menurut Kenak, mundurnya seseorang sebagai seorang sulinggih disebutnya pertama kali terjadi di Denpasar. Dalam kasus serupa, sang nabe hanya menerapkan Petita.

Reporter: bbn/dps



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami