search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pelepasan Nyamuk Wolbachia di Bali Sempat Ditolak, Pemprov Berupaya Komunikasikan Kembali
Selasa, 30 April 2024, 23:55 WITA Follow
image

beritabali/ist/Pelepasan Nyamuk Wolbachia di Bali Sempat Ditolak, Pemprov Berupaya Komunikasikan Kembali.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pemerintah Provinsi Bali berupaya untuk mengkomunikasikan kembali terkait penerapan metode penyebaran nyamuk Wolbachia untuk menekan penularan virus dengue atau demam berdarah dengue (DBD) di Bali yang tergolong tinggi.

Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Made Indra mengatakan dalam beberapa tempat, pelepasan nyamuk Wolbachia ini terbukti cukup efektif mampu menekan kasus DBD.

"Kemarin saya menghadiri konferensi antivirus, itu dari Kementrian Kesehatan Brasil cukup efektif penerapan nyamuk ber-wolbachia ini untuk mengurangi DBD," ungkapnya, Selasa (30/4/2024) saat peluncuran DBDKlim di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar.

"Sekarang persoalannya kita mau memerangi DBD atau tidak kalau ditawarkan melalui metode yang baik kenapa kita tidak memahaminya dengan baik. Tidak ada yang salah dari penolakan kemarin sekarang challenge bagi pemerintah dan juga universitas sebagai sumber saintifiknya untuk memberikan edukasi," jelasnya. 

Apa yang menjadi polemik di masyarakat saat ini masih menjadi pembahasan di Kementrian. "Jadi jangan buru-buru langsung ditolak. Apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat akan dicatat dan dibahas kembali sehingga nantinya dihadirkan sudah bisa diterima," ujarnya.

Ia juga mengatakan, saat ini kasus DBD di Bali masih tergolong tinggi. Ada tiga daerah dengan kasus yang cukup tinggi bahkan menyebabkan angka kematian, yaitu Denpasar, Gianyar dan Badung. Berbagai langkah tentu sudah dilakukan Pemerintah untuk menanggulangi masalah tersebut. 

“Salah satunya adalah dengan menggunakan nyamuk Wolbachia. Namun, kebijakan ini masih menjadi pro dan kontra di masyarakat, sehingga melalui kesempatan ini saya juga berharap para pakar bisa memberikan edukasi terkait hal tersebut dan masyarakat bisa menerima program nyamuk Wolbachia tersebut,” jelasnya

Pemprov juga terus berupaya melakukan pendekatan dengan masyarakat mengenai pelepasan nyamuk Wolbachia

Sebelumnya, mengutip jurnal ugm.ac.id, World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta berencana akan melakukan penyebaran jutaan telur nyamuk Wolbachia di Kabupaten Buleleng dan kota Denpasar, Bali dalam rangka mengantisipasi penyebaran Demam Berdarah Dengue di masa musim penghujan mendatang. 

Namun rencana pelepasan telur nyamuk Wolbachia tersebut ditangguhkan karena terjadi pro kontra di masyarakat akan kekhawatiran jika terjadi dampak kesehatan pada tubuh manusia akibat pelepasan nyamuk Wolbachia tersebut. 

Menanggapi penolakan masyarakat Bali tersebut, Peneliti Pusat kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada sekaligus anggota peneliti World Mosquito Program (WMP) Yogyakarta, dr. Riris Andono Ahmad, MPH., Ph.D., Jumat (17/11), mengatakan hal tersebut lumrah, sebab saat pelepasan telur nyamuk Wolbachia di beberapa lokasi di Yogyakarta sebelumnya juga sempat menuai penolakan. 

Namun, setelah dilakukan sosialisasi dan mendapat dukungan dari pemerintah kabupaten dan kota akhirnya program tersebut bisa terlaksana.

Riris mengatakan pelepasaan jutaan telur nyamuk Wolbachia di populasi nyamuk Aedes aegypti, berpotensi untuk menekan penularan virus dengue atau Demam Berdarah Dengue. Sebab, melepaskan nyamuk ber-Wolbachia jantan dan betina dalam waktu sekitar 6 bulan agar sebagian besar nyamuk di populasi memiliki Wolbachia. “Diharapkan nantinya dapat menurunkan penularan virus dengue” katanya.

Lebih jauh ia menjelaskan, saat nyamuk jantan ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk betina tanpa Wolbachia maka telurnya tidak akan menetas, namun bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan jantan tidak ber-Wolbachia seluruh telurnya akan menetas. Selanjutnya bila nyamuk betina ber-Wolbachia kawin dengan nyamuk jantan ber-Wolbachia maka keturunannya semua akan menetas dan mengandung Wolbachia.

Soal kekhawatiran sebagian masyarakat yang menyebut bahwa Wolbachia bisa menginfeksi ke tubuh manusia dengan tegas Riris mengatakan bahwa Wolbachia tidak menginfeksi manusia dan tidak terjadi transmisi horizontal terhadap spesies lain bahkan Wolbachia tidak mencemari lingkungan biotik dan abiotik.

Ia menyampaikan bahwa dari penelitian teknologi Wolbachia sudah dilakukan di Yogyakarta selama 12 tahun sejak 2011 lalu. Dimulai dari tahapan penelitian fase kelayakan dan keamanan (2011-2012), fase pelepasan skala terbatas (2013-2015), fase pelepasan skala luas (2016-2020), dan fase implementasi (2021-2022). Di dunia, kata Riris, studi pertama Aplikasi Wolbachia untuk Eliminasi Dengue (AWED) dilakukan di Yogyakarta dengan desain Cluster Randomized Controlled Trial (CRCT).

Dari hasil studi AWED menunjukkan bahwa nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia mampu menurunkan kasus dengue sebesar 77.1% dan menurunkan rawat inap karena dengue sebesar 86%. Bahkan dari hasil studi tersebut dan hasil di beberapa negara lain yang menerapkan teknologi WMP, teknologi Wolbachia untuk pengendalian Dengue telah direkomendasikan oleh WHO Vector Control Advisory Group sejak 2021.

Terkait dukungan permintaan hasil kajian dan rekomendasi Kemenkes terkait pelepasan telur nyamuk Wolbachia ini, Riris mengatakan secara paralel Kementerian Kesehatan tengah menyusun strategi nasional penanggulangan dengue, dan teknologi Wolbachia merupakan bagian dari inovasi program pengendalian dengue. “Kementerian Kesehatan selanjutnya merencanakan implementasi secara bertahap,” terangnya.

Seperti diketahui, Wolbachia adalah bakteri alami dari 6 dari 10 jenis serangga. Wolbachia dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti dapat menurunkan replikasi virus dengue sehingga dapat mengurangi kapasitas nyamuk tersebut sebagai vektor dengue. Mekanisme kerja yang utama adalah melalui kompetisi makanan antara virus dan bakteri, dengan sedikitnya makanan yang bisa menghidupi virus, maka virus tidak dapat berkembang biak. 

Melalui mekanisme tersebut, Wolbachia berpotensi menurunkan replikasi virus dengue di tubuh nyamuk, sebab nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia bukan organisme hasil modifikasi genetik, mengingat bakteri Wolbachia yang dimasukkan ke dalam tubuh Aedes aegypti identik dengan Wolbachia yang ada di inang aslinya yaitu Drosophila melanogaster. 

“Perlu diketahui nyamuk Aedes Aegypti berwolbachia bukan hasil modifikasi genetik,” katanya.

Dari sisi aspek keamanan wolbachia, ujarnya, hasil analisis risiko yang diinisiasi oleh Kemenristekdikti dan Balitbangkes, Kemenkes, pada tahun 2016 dengan membentuk 20 orang anggota tim independen dari berbagai kepakaran menyebutkan bahwa nyamuk Wolbachia memiliki tingkat risiko rendah bagi manusia dan lingkungannya. 

“Kesimpulan mereka bahwa pelepasan nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia masuk pada risiko sangat rendah, dimana dalam 30 tahun ke depan peluang peningkatan bahaya dapat diabaikan,” katanya.

Editor: Robby

Reporter: bbn/tim



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami