search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
DPRD Bali Setuju Jeda Alih Fungsi Lahan Produktif
Senin, 20 Oktober 2008, 16:17 WITA Follow
image

Beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika diharapkan dapat melakukan moratorium (jeda) investasi pariwisata yang menggunakan lahan produktif. Demikian permintaan DPRD Bali yang menyetujui rencana jeda alih fungsi lahan produktif Bali yang direkomendasikan Solidaritas Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Pangan (Somasi KP), saat melakukan dengar pendapat di kantor DPRD Bali, Senin (20/10) hari ini.

“Bali perlu invesatasi pertanian bukan investasi pariwisata karena sudah jenuh,” ujar Ketua Komisi II DPRD Bali I Nengah Usdek Maharipa.



Hal senada diungkapkan anggota Komisi II lainnya yang membidangi pertanian. Malah, karena problem pertanian sudah sangat serius, DPRD Bali merencanakan membuat Perda soal Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Bakor P3K). Karena kebijakan dan penyuluhan bidang ini dinilai tumpang tindih di Bali.

Somasi KP menawarkan moratorium ini dengan cara menghentikan sementara waktu ekspansi investasi pariwisata yang menggunakan lahan produktif di Bali.



“Pada saat jeda, kegiatan pembangunan diarahkan pada penyelesaian konflik agraria dan perebutan sumber daya alam, melakukan evaluasi atas daya tampung Bali, dan melakukan penataan lingkungan,” jelas pimpinan rombongan Somasi KP saat hearing Ni Nyoman Sri Widiyanthi.

Somasi KP ini terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan NGO Bali, di antaranya Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Bali, WALHI Bali, LIMAS, Yayasan Wisnu, Aliansi Pemuda Adat (APA) Bali, LSM perempuan, Mitra Kasih, dan lainnya.

Somasi KP mengajukan rekomendasi agar pemerintah daerah menyusun cetak biru pembangunan Bali yang lebih adil dan berkelanjutan dengan pendekatan bio-regionalisme.



Selain itu pemerintah diminta mengeluarkan kebijakan konservasi lahan produktif untuk menjamin ketersediaan pangan dan mewujudkan kedaulatan pangan di Bali. Kebijakan tersebut antara lain, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi lahan pertanian di wilayah konservasi yang dimiliki petani kecil, mengambil alih lahan yang ditelantarkan investor untuk digarap oleh petani yang tidak memiliki lahan.

Pemerintah daerah juga diminta tidak melanjutkan proyek pertanian yang berbasiskan agrokimia dan transgenik.

Rombongan legislatif yang dipimpin Usdek Maharipa menyatakan kebepihakannya pada nasib petani dan mengatakan akan mendesak Gubernur baru Bali Made Mangku Pastika untuk menindaklanjuti rekomendasi Somasi KP.

Somasi KP dalam kertas posisinya menyatakan krisis pangan dan air Bali telah di depan mata. Sejak 2006, sejumlah daerah yang mengalami krisis air adalah Dusun Kubu di Karangasem, Tirta Mas mampeh di Kintamani, Bangli, dan Nusa Penida-Klungkung.

Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup, sejak 1995 defisit air di Bali sebanyak 1,5 milyar kubik per tahun, meningkat hingga 7,5 milyar kubik pada tahun 2000. Diperkirakan pada 2015, Bali akan kekurangan air sebanyak 27,6 milyar kubik per tahun.

Sementara indutri pariwisata memerlukan konsumsi air yang sangat banyak untuk kebutuhan kamar, kolam renang, dan lapangan golf. (ctg/*)

Reporter: bbn/rob



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami