search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pemerintah SBY Diminta Fokus Urus Rakyat
Rabu, 20 November 2013, 07:37 WITA Follow
image

inilah.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Beritabali.com, Jakarta. Pemerintah Indonesia disarankan untuk tetap fokus menyelesaikan sejumlah agenda pembangunan nasional mengingat usia pemerintahan yang sudah semakin pendek. Hal itu menyusul skandal penyadapan yang dilakukan Australia terhadap sejumlah pejabat negara.

Di sisi lain, dosen hubungan internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Teguh Santosa meminta pihak-pihak di luar pemerintah agar tidak memanas-manasi suasana, apalagi sampai menekan pemerintah untuk mengambil tindakan keras seperti pemutusan hubungan diplomatik bahkan perang menyusul skandal penyadapan tersebut.

"Usia pemerintahan SBY tinggal beberapa bulan lagi. Sebaiknya pemerintah fokus mengerjakan sejumlah pekerjaan yang masih tersisa. Gunakan waktu yang sempit ini untuk mengejar target sebelum pemilihan umum dan pemilihan presiden tahun depan digelar," ujar Teguh Santosa, Jakarta, Rabu (20/11/2013).

"Mempersiapkan diri menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, misalnya, jauh kebih penting bagi Indonesia daripada berlama-lama memperdebatkan penyadapan yang dilakukan Australia," tambah Teguh.

Menurut Teguh, pengakuan Perdana Menteri Australia Tony Abbott di depan Parlemen Australia merupakan hukuman yang sepadan walaupun di saat yang sama ia mengatakan tidak akan meminta maaf. Abbott menyebut penyadapan itu sebagai tindakan yang perlu dilakukan Australia untuk melindungi kepentingan nasional mereka.

Sementara keputusan pemerintah Indonesia memanggil pulang Duta Besar (Dubes) untuk Australia juga merupakan tindakan yang sepadan dan pantas, serta merupakan pukulan telak bagi Australia.

Perang, masih kata Teguh, bukan tindakan yang bijaksana. Perang bukan hanya mahal secara ekonomi tetapi juga mahal secara politik karena bisa membuat seorang kepala pemerintahan atau kepala negara kehilangan kekuasaan.

Ia menjelaskan, ada studi yang menyebutkan bahwa lebih banyak pemerintahan di negeri demokratis yang jatuh karena menggelar perang, terlepas menang atau kalah, daripada pemerintahan di negeri non-demokratis.

"Juga ada adagium yang mengatakan negara demokratis tidak akan berperang dengan negara demokratis lainnya," sambung Teguh.

Teguh yakin pemerintah memahami hal itu, dan tidak tidak akan gegabah mengambil langkah yang lebih keras yang akan dinilai sebagai tindakan yang emosional.

Di sisi lain, Teguh juga meminta pemerintah tidak mempermainkan emosi publik, apalagi sengaja memperlama polemik ini dengan tujuan memindahkan sentimen publik dari persoalan dalam negeri yang jauh lebih penting.

"Sebaiknya kita semua mengedepankan kepentingan nasional dalam menghadapi persoalan ini, dan tidak emosional," demikian Teguh. [bbn/inilah.com]

 

Reporter: -



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami