Bali sebagai Pusat Pengembangan Teknologi Biomedis di Indonesia
Rabu, 8 Februari 2017,
07:26 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Masih ingat ‘lengan robot’ Wayan Tawan dari Karangasem? Ya, tepat setahun lengan mekanis berbahan rongsokan karya Wayan Tawan menghiasi pemberitaan media nasional. Sontak, pro dan kontra pun mengiringi karya yang secara akademis termasuk dalam bidang teknologi biomedis tersebut, selama lebih dari enam bulan. Kunjungan pun deras mengalir; baik oleh pejabat pemerintahan, individu hingga lembaga penelitian baik dari dalam maupun luar negeri. Bagi Tawan, ekpos media yang luar biasa bisa jadi merupakan sebuah ‘berkah’. Namun dari perspektif kontemplasi akademik, karya tersebut bisa jadi sebuah satire yang mengkonfirmasi tentang keterbelakangan bidang teknologi biomedis di Indonesia.
Bagaimana tidak. Outlook bidang teknologi kesehatan ini di tanah air sangat memprihatinkan; ditandai dengan rendahnya angka produktivitas (6%), tingginya angka kerusakan alat kesehatan (>50%), besarnya angka korupsi, terbatasnya sumber daya manusia, serta rendahnya kepedulian publik. ‘Penderitaan’ bidang ini semakin diperlengkap dengan terbatasnya ketersediaan institusi akademis yang menawarkan bidang ini serta, yang tidak kalah pentingnya adalah, lemahnya keberpihakan pemerintah. Ada korelasi positif antara dua hal terakhir; terbatasnya jumlah institusi akademis dengan lemahnya dukungan pemerintah. Hal ini dapat difahami karena sebagian besar think-tank yang merumuskan blue-print kebijakan pemerintah adalah personal yang berasal dari dunia kampus.
Disisi lain, karya Tawan tersebut memberikan optimisme publik tentang potensi mumpuni dari anak bangsa, yang manakala didukung dengan sistem dan prasarana yang memadai, dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa secara optimal. Optimisme ini penting untuk mendorong generasi muda untuk menimba ilmu dan berkarya pada bidang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak ini. Dengan demikian, tingginya ketergantungan terhadap import (94%) dengan nilai pembelanjaan total mencapai hampir 100 triliun p.a yang kini kita hadapi, lambat laun akan dapat dikurangi secara signifikan.
Outlook dan Potensi Teknologi Biomedis di Tanah Air
Kebutuhan alat medis Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dapat dimaklumi karena, selain sebagai negara berpenduduk terbesar ke-5 dunia, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah rumah sakit yang terbanyak di Asia Tenggara (hampir mencapai 2.500 di tahun 2014). Kebutuhan yang besar ini memerlukan dukungan sumber daya manusia yang memadai mulai dari teknisi hingga akademisi. Saat ini, baru 20% dari kebutuhan tenaga elektromedis bisa dipenuhi (5.000 dari kebutuhan sebesar 25.000 orang) dengan sebaran antar pulau/provinsi yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar alat kesehatan pada rumah sakit di Indonesia malfungsi, baik karena rusak, tidak terkalibrasi (WHO, 2011) ataupun tidak tepat sasaran. Hal yang terakhir disebabkan karena ketidaksesuaian kebutuhan dengan perencanaan sebagai imbas dari tingginya angka korupsi, seperti yang terjadi di Rumah Sakit Udayana tahun lalu. Hal ini sebagai akibat tidak langsung dari kelangkaan ahli dalam bidang ini.
Menyadari besarnya potensi bidang langka ini, institusi akademis a.k.a perguruan tinggi di Bali seharusnya tidak segan berkompetisi untuk menjadi inovator sekaligus sentra pengembangan teknologi biomedis nasional. Memang, beberapa perguruan tinggi besar di Jawa seperti ITB, UGM dan ITS baru memulai mengembangkan bidang ini sesuai dengan potensi mereka masing-masing; ITB mengembangkan bidang instrumentasi medis, UGM pada bio-material, ITS pada bidang bio-teknologi. Namun mengingat luasnya cakupan bidang ini, masih banyak sub-bidang yang dapat dikembangkan secara kolektif oleh perguruan tinggi yang ada di Bali. Pengembangan ‘secara kolektif’ menjadi kata kunci karena teknologi biomedis merupakan aplikasi terpadu dari Teknik Mesin, Teknik Kimia, Teknik Elektro, Ilmu Kedokteran dan Biologi – disiplin ilmu yang tidak dimiliki secara lengkap oleh satu perguruan tinggi di Bali.
Mengapa Bali layak sebagai pusat pengembangan Teknologi Elektromedis Nasional?
Ada tiga alasan utama yang membuat Bali layak menjadi pusat pengembangan Teknologi Biomedis nasional. Pertama, secara kolektif, ketersediaan bidang studi pendukung yang ada di seluruh perguruan tinggi di Bali, sangat memadai. Kedua, hampir semua pusat perguruan tinggi di Bali terkonsentrasi di Denpasar yang secara geografis tidak luas, membuat koordinasi antar perguruan tinggi mudah dan relevan. Selain itu, keberadaan kantor Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis), dalam hal ini wilayah VIII, berlokasi di Bali menjamin kontingensi kerjasama yang akan dibangun. Koordinasi perguruan tinggi swasta selama ini telah solid menjadi modal utama bagi berlangsungnya kerjasama strategis ini. Cakupan Kopertis VIII ke provinsi NTB dan NTT secara tidak langsung berpengaruh pada bertambahnya cakupan captive market bidang ini. Ketiga, mengingat teknologi biomedis ini adalah bidang ‘baru’ yang memerlukan akses internasional, keberadaan Bali sebagai destinasi favorit internasional sangat menguntungkan dalam kerangka kegiatan akademik internasional; konferensi, seminar dan kegiatan akademik lainnya.
Terlepas dari potensi yang dimiliki Bali, keberhasilan ide ‘ambisius’ ini tidak lepas dari keikhlasan masing-masing universitas yang ada di Bali untuk berbagi, baik dari sisi akademis, maupun finansial – sesuatu yang tidak mungkin dihindarkan, selain ego personal dan sektoral para penyelanggara dan institusinya. Namun, berkat komitmen kebersamaan yang kuat untuk mewujudkan bidang strategis yang dibutuhkan bangsa ini, segala hambatan tersebut niscaya akan dapat dilalui. Ayo, siapa yang mau menjadi inisiator?
Penulis : Sadwika Salain
Dosen Koperti Wil VIII dpk Fak Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa | Kandidat Doktor pada Bidang Biomedical Engineering di The University of Western Australia | Reviewer Medical Devices Manual, TransPerfect, Manhattan, USA
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/net