Asal Usul Masyarakat Bali Part II
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kedatangan Wong Majapahit ini pada mulanya mendapat pujian. Sebab, keberanian mereka begitu luar biasa dan terlihat bersifat magis karena mampu menyembuhkan Bali dari sistem politik yang lama dan korup.
Thomas A.Reuter (2005) pada bukunya berjudul Custodians of The Sacred Mountains, menjelaskan pula pandangan terhadap keberanian raja-raja asing itu telah berubah.
Lantaran, mereka membangun hubungan yang tertata dalam masyarakat yang disebut sebagai sistem kasta. Hal itu guna mendapat modal simbolis dalam sistem masyarakat Bali.
Kepemimpinan Bali yang baru itu membangun diri mereka sebagai pembawa yang kuat dari suatu peradaban sekuler yang unggul. Bahkan, mereka merevolusi pula ritual dan persembahyangan Hindu.
Mereka memperbaiki pura-pura dan begitu dermawan terhadap pendeta Brahmana yang bermigrasi ke Bali. Dalam hubungan ini, Bali Aga kemudian semakin berkurang relevansinya tarhadap tatanan politik Bali.
Begitu pula dengan ritual yang ada di masyarakat Bali.Reuter menegaskan, kisah ini memang hanya salah satu dari sekian kisah yang ada.
Masih banyak pula cerita-cerita lain yang menandinginya. Layaknya, sebuah pandangan naratif tentang suatu politik etnisitas lokal yang rumit.Sementara, ditambahkan dalam penuturan masyarakat Bali Aga, lebih melihat kedatangan masyarakat Bali ini sebagai peristiwa yang terpaksa dilakukan dan sangat disayangkan.
Segi pandangan ini terlihat dalam penafsiran mereka terhadap kisah Raja Bedaulu yang sangat terkenal. Secara harfiah, nama raja ini berarti, "raja dengan sebuah kepala yang berbeda".
Berbeda dengan Mayadanawa yang dijelaskan sebagai raja tak bertuhan, Raja Bedaulu yang merupakan penggantinya, digambarkan sebagai seorang yang saleh, hingga mampu memisahkan kepalanya dari tubuhnya untuk sementara waktu.
Kepalanya itu dapat terangkat ke sorga ketika Ia mempraktekkan yoga. Dalam suatu waktu, kepala Raja Bedaulu terlalu lama meninggalkan badan, sehingga seorang pembantu cemas dan kemudian menempatkan sebuah kepala babi di leher raja itu. Sebab, jika tidak digantikan, maka raja akan meninggal.
Orang Bali Aga menciptakan mitos ini sebagai sebuah kiasan bagi pemerintahan asing. Kepala binatang yang mengerikan itu mewakili seorang raja Bali yang berasal dari Majapahit.
Maknanya, seorang raja Bali yang berasal dari Majapahit yang dikenal sebagai sebuah kerajaan yang hebat, sayangnya tidak dibarengi dengan budi yang halus. Kebetulan pula, raja ini (kepala) telah mengepalai dan memerintah tubuh manusia rakyat Bali yang sesungguhnya.
Seolah, Bali Aga ingin menggambarkan Bali kala itu dengan pemerintahan yang beradab telah digantikan dengan pemerintahan yang biadab.
Pada dasarnya, dua kisah telah lahir dari sisi wong majapahit dan Bali Aga. Wong Majapahit dengan kisah Mayadanawa dan Bali Aga dengan kisah Raja Bedaulu.Sementara, Bukti nyata dari penolakan Bali Aga dijelaskan dalam Babad Pasek sebagai berikut:
"Setelah keluarga-keluarga ningrat pejuang dari Jawa menetap di Bali, menjadi jelas bahwa para pemimpin orang Bali Aga tidak puas melihat mereka memerintah dan berkuasa di Bali. Mereka menyatakan rasa tidak senang mereka itu dengan memberontak terhadap pemerintahan yang baru itu dan berusaha menghancurkan negara itu. pemberontakan itu terjadi di desa-desa Batur, Cempaga, Songan, Serai, Manikliyu, Bonyoh, Taro, Bayad, Sukawana, yang menjadi markas besar pemberontakan itu" (Babad Pasek, 63a).
Desa-desa Bali Aga yang dilaporkan telah menentang pengambil alihan politik terhadap pulau itu adalah desa-desa yang sampai sekarang ini ditata dan ketat sekali penyelenggaraan ritualnya.
Namun, dalam Babad Pasek dijelaskan lagi bahwa ketegangan ini mulai mereda. Lantas seperti apa?
Reporter: bbn/dmp