search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pasek : BPD Bali "Dibobol" Residivis Perbankan, Kejati Diminta Bongkar Tuntas
Selasa, 19 Desember 2017, 07:05 WITA Follow
image

beritabalicom

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Pihak Kejaksaan Tinggi Bali diminta segera mengumumkan nama 5 orang tersangka dalam kasus rekayasa kredit di BPD Bali senilai ratusan miliar rupiah. Termasuk sosok pengusaha inisial HS, yang diduga menjadi otak pembobolan bank milik masyarakat Bali senilai ratusan miliar rupiah ini.
 
"Saya mendukung penuh jajaran Kejati Bali untuk mengusut tuntas kasus BPD Bali ini, agar tuntas dan tidak ragu-ragu, karena ini merupakan Bank nya rakyat Bali. Jika ternyata benar ini arahnya ke kasus korupsi, maka ini merupakan kasus korupsi dengan nilai kerugian negara terbesar dalam sejarah di Bali,"ujar Pasek kepada Beritabali.com, belum lama ini. 
 
Pasek meminta agar Kejati Bali segera membuka nama-nama tersangka dalam kasus rekayasa kredit di BPD Bali senilai Rp 200 miliar ini. 
 
"Kejati Bali harus buka, siapa sosok pengusaha HS yang meminjam uang tersebut, pengusaha darimana dan bagaimana sepak terjangnya selama ini," ujarnya.
Menurut Pasek, dari informasi yang didapatnya, Bank BPD Bali "dibobol" seorang residivis spesialis kejahatan perbankan, yang sebelumnya sudah pernah berurusan dengan hukum di propinsi lain.
 
"Jadi terlalu, kalau BPD Bali tidak tahu, karena di Jabar (Jawa barat) bobolnya besar. Dari sini bisa ditelusuri kalau memang ada itikad tidak baik dibalik kredit tersebut. Untuk membongkar itikad tidak baik atau mens rea itu, bisa dilihat dari track record dan lain sebagainya," ujarnya.
 
Menurut Pasek, kasus yang terjadi di BPD Bali, tidak ada hubungannya dengan kesehatan Bank, karena ini kaitannya adalah pidana, sehingga merupakan urusan hukum, bukan urusan ekonomi.
 
"Makin cepat diproses makin baik, karena kejahatan rekayasa kredit termasuk "white collar crime" (kejahatan kerah putih) tingkat tinggi. Sangat rapi dan sulit diungkap karena semua terasa baik-baik saja. Kasus seperti ini juga pernah terjadi di Bank Mandiri, BRI, BNI dan lainnya. Tidak ada urusan dengan ancaman "rush" dan hal-hal yang menakutkan secara ekonomi,"tegas Pasek. 
 
Jalur hukum, menurut Pasek, akan memudahkan penyelamatan, tidak hanya aset yang diagunkan saja bisa disita, aset tersembunyi lainnya juga bisa disita. 
 
"Itulah keuntungan jika diproses secara pidana. Apalagi kalau dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang, maka bisa ditelusuri lebih jauh lagi. Jangan malah ditakut-takuti agar kasusnya mandek. Logikanya nggak jalan, dan fakta yang ada selama ini juga ditangani secara hukum malah kepercayaan publik meningkat. Saya saja punya rekening yayasan tetap di BPD Bali nggak khawatir ada "rush". Kita concern BPD Bali bersih, sehingga kegiatan bersih-bersih harus konsisten dilakukan,"tegasnya.
 
Sementara Pihak Kejaksaan Tinggi Bali saat dikonfirmasi Beritabali.com, menyatakan konsisten akan terus memproses kasus kredit macet di BPD Bali senilai hampir Rp 200 miliar. 
"Kasusnya jalan terus, kami (Kejati Bali) terus bekerja, kasus ini masih terus berproses," jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Bali, Edwin Beslar, di Denpasar, saat dikonfirmasi (8/12).
 
Edwin menegaskan, pihaknya tidak mau masyarakat gaduh dengan kasus yang mencuat di Bank BPD Bali ini.
 
"Kini sudah ada muncul penjelasan dari pihak BPD Bali dan juga OJK, jadi biarkan kami bekerja dulu, kami tidak mau ada gaduh di masyarakat, nanti jika sudah ada hasilnya, pasti akan kami sampaikan," ujarnya.
 
Hal senada juga disampaikan Aspidsus Kejati Bali, Polin O Sitanggang. 
 
"Kasus ini masih dalam proses, akan dipercepat penanganannya, semoga bisa cepat tuntas," ujarnya. 

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami