Nostalgia Bali-Madura Dalam Fragmentari Bentoran Adat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Penonton Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 diajak bernostagia mengenang hubungan antara Bali dan Madura dalam sebuah fragmentari Bentoran Adat. “Dari zaman dulu sudah ada koneksi antara Bangkalan dan Bali, melalui garapan ini kami ingin mengingatkan bahwa dulu hingga kini selalu ada koneksi,” ujar Hendra Gema selaku Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Bangkalan.
Penuturan Hendra bukanlah cerita semata. Kisah nyata Pangeran Cakraningrat III yang bernama Raden Tumenggung Sosro Adiningrat yang menghadapi Belanda bersama Dewa Ketut pangeran dari Bali mengingatkan penonton yang mengerumuni Kalangan Ayodya Taman Budaya, Denpasar akan koneksi Bangkalan (masa kerajaan dikenal dengan Madura) dengan Bali. “Bentoran adat mengingatkan agar mepertahankan daerah kerajaan yang bekerja sama dengan Bali,” ujar Hendra di sela-sela pementasan di kalangan Ayodya, Taman Budaya, Denpasar, Sabtu (21/7). Pementasan ini terkait dengan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-40 tahun 2018.
Bentuk kerjasama ini membuat Hendra Gema yang mengampu tugas sebagai Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata Kabupaten Bangkalan memutuskan untuk mengumpulkan seniman terpilih di Kabupaten Bangkalan untuk membuat garapan yang berupa fragmentari ini. “Kita kolaborasi sama teman-teman seniman yang ada di Kabuaten Bangkalan bagaimana agar tari, gamelan, dan kisah ini bisa menjadi satu,” jelas Hendra.
Kabupaten yang terletak di Jawa Timur ini telah tampil di Pesta Kesenian Bali sebanyak 3 (tiga) kali. Sehingga garapan yang berbeda dari sebelumnya senantiasa dipikirkan yang akhirnya menjatuhkan pilihan pada Kisah fragmentari ‘Bentoran Adar’. Bentoran Adat sendiri diangkat pada cerita nyata yang bersumber pada pemerintahan Pangeran Cakraningrat III yakni Raden Tumenggung Sosro Adiningrat untuk tetap mempertahankan adat dan budaya dari benturan adat yang datangnya dari luar (Belanda).
Selain itu, mempertahankan harkat dan martabat adat budaya kedaulatan negeri (kerajaan) dengan cucuran darah dan semangat pantang mundur, meskipun harus berhadapan dengan warga lokal yang berkhianat, raja, dan Belanda. Dalam perjalanannya, Pangeran Cakraningrat dibantu oleh sahabatnya Dewa Ketut dari Kerajaan Bali. Pertempuran yang terjadi di atas kapal ini pun membuat Pangeran Cakraningrat III dikenal dengan sebutan Pangeran ‘Sidhining Kapal (Sidho Ing Kapal).
Keseruan fragmentari tersebut nampak melalui gerakan bela diri khas Madura dengan senjata cluritnya. Tak sampai disitu, kelucuan yang diperankan oleh rakyat yang berkhianat pun berhasil mengundang gelak tawa penonton. Penggabungan tradisi pun nampak melalui hadirnya tarian Bali yang ditarikan oleh seniman Kabupaten Bangkalan. “Seniman lokal kami mempelajari tari Bali 3 (tiga) bulan jadi mohon maaf kalau ada beberapa yang kurang tapi kita tetap berusaha agar maksimal,” ungkap Cicik Sufatmawati selaku koordinator garapan.
Meski demikian, garapan ini sudah berhasil merebut perhatian penonton untuk tetap tinggal di Kalangan Ayodya. Baik Hendra maupun Cicik memiliki harapan yang senada, selain mempromosikan kesenian khas Bangkalan, melalui garapan nostalgia persahabatan Bali dan Madura bisa menjadi sebuah rangsangan yang dapat mempererat koneksi antara Bali dan Bangkalan baik dari aspek kesenian maupun aspek kehidupan lainnya.[bbn/rls/mul]
Reporter: bbn/rls