search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Sejarah Kelam G30S 1965 di Bali (20-Selesai): Perlu Rekonsiliasi Antar Semua Kekuatan Nasional
Sabtu, 29 September 2018, 08:28 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Hingga saat ini masyarakat internasional masih bungkam terhadap peristiwa pembantaian tiga juta rakyat indonesia pada tahun 1965-1968.

Dunia luar amat mencintai Bali yang indah, namun tidak pernah tahu atau diam terhadap pembantaian ratusan ribu penduduk pulau Bali waktu itu.

Belum ada seorangpun yang menyelidiki siapa yang menculik dan membunuh Gubernur Bali Anak Agung Bagus Sutedja.

Seluruh Rakyat Indonesia tentunya berharap agar tragedi 1965 tidak terjadi lagi di masa depan.

Untuk itu hanya ada satu jalan yaitu rekonsiliasi nasional. Namun Rekonsiliasi nasional membutuhkan kerendahan hati untuk saling bermaaf-maafan dan membangun kembali saling percaya diantara semua kekuatan nasional. Agar bangsa ini tidak mudah diadu domba lagi. 

Hal ini memang mudah untuk ditulis dan diucapkan, namun membutuhkan perjuangan yang keras untuk mewujudkannya.

Tapi tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini, agar bersama kita bisa kembali berjalan menuju cita-cita proklamasi 1945, Indonesia adil dan makmur.

Para korban peristiwa G30s/1965 baik yang dituduh PKI maupun yang tidak terlibat PKi, pada 30 September 2012 telah disucikan secara agama Hindu dengan upakara atma wedana dan agni hotra di Monumen Bajra Sandhi.

Kegiatan yang dimotori The Sukarno Center ini merupakan yang pertama kali dilaksanakan di Bali.

Upacara yang dipimpin sulinggih dari Sarwa Sadaka ini bertujuan untuk menghapuskan dendam politik serta diskriminasi yang terjadi selama ini.

"Salah dan benar adalah urusan Tuhan. Korban tahun 1965 yang hilang dan tidak ditemukan jesadnya kami upacarai untuk menyucikan atma dan arwah beliau-beliau.

Ini menjadi penghapusan dendam politik dan diskriminasi serta upaya rekonsiliasi," ujar Arya Wedakarna, Presiden The Sukarno Center, yang juga Rektor Unversitas Mahendradatta Denpasar. [Tim Beritabali.com/habis]

Editor: Robby

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami