Wacana Kolaborasi "Balian" dan Dokter di Rumah Sakit
Sabtu, 3 November 2018,
07:05 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Selain pengobatan herbal, Gubernur Bali Wayan Koster berencana akan memfasilitasi para tenaga pengobatan atau penyembuh tradisional (herbal) atau di Bali dikenal sebagai "Balian".
Menurut Koster, "balian" yang telah bersertifikat dan telah praktik selama ini akan didata. Selanjutnya para balian bersertifikat ini akan difasilitasi di rumah sakit di Bali, baik milik pemerintah maupun swasta, agar bisa bersinergi dengan dokter. (beritabali.com, Kamis 1 November).
Wacana kolaborasi antara "Balian" dan dunia medis kedokteran yang dilontarkan Gubernur Koster, tentu saja mengundang pro dan kontra di tengah masyarakat. Ada yang menyambut positif ide ini karena dinilai inovatif, namun ada yang juga menolak dengan argumen-argumen tertentu.
Ada yang berpendapat ide memfasilitasi "balian" ini bagus namun perlu dilembagakan dan jangan digabung dalam satu layanan dengan rumah sakit. Pendapat lain mempertanyakan tentang standarisasi dunia "per-balianan". Bagaimana membuat sebuah standarisasi bagi para balian yang akan praktik? Jika di dunia medis, semuanya sudah ada prosedur dan standar yang jelas. Sudah ada uji klinis dan lain sebagainya sehingga kemudian lahir standar pengobatan yang bisa dipertanggungjawabkan.
Pendapat lain yang muncul adalah wacana "per-balian-an" atau perdukunan masuk rumah sakit ini adalah sebuah kemunduran dalam dunia medis yang menganut kaidah-kaidah internasional.
Pendapat lain yang juga muncul ke permukaan adalah siapa yang akan melakukan uji kompetensi terjadap seorang Balian? Misalnya saja agar bisa melakukan praktik di sebuah puskesmas, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan, seorang penyembuh atau penyehat tradisional harus memiliki SIPT (Surat Ijin Penyehat Tradisional) yang dikeluarkan Dinas Kesehatan Kabupaten. Dan untuk mendapat SIPT ini juga harus mempunyai sertifikasi melalui sebuah uji kompetensi. Lalu, siapa yang akan mengujinya? dan Apa lembaga pengujinya?
Terkait wacana Gubernur Bali Wayan Koster yang akan memfasilitasi tenaga pengobatan tradisional atau yang dikenal Balian di rumah sakit, pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) wilayah Bali menyatakan akan mengacu pada regulasi Undang-Undang yang mengatur tenaga kesehatan di rumah sakit.
Menurut IDI Wilayah Bali, sesuai peraturan yang diatur pemerintah dalam UU no 36 tahun 2014 yang mengatur tentang tenaga kesehatan di rumah sakit, tenaga kesehatan yang diperbolehkan bertugas di rumah sakit minimal mempunyai sertifikasi kompetensi minimal pendidikan kesehatan Diploma 3 atau D3.
Terkait layak atau tidaknya "balian" bersinergi dengan dokter, pihak IDI Bali menyatakan hal itu bukan dalam ranah wewenang IDI. Mengacu pada UU no 36 tahun 2014 disebutkan tenaga kesehatan diantaranya: dokter, psikolog klinis, perawat, bidan, apoteker, termasuk tenaga kesehatan tradisional yang mempunyai keterampilan.
Pada umumnya, pengobatan dilakukan oleh orang yang ahli dalam menanganinya, seperti tenaga medis (dokter) atau penyembuh (dukun). Dokter dan penyembuh adalah dua profesi yang amat dikenal masyarakat. Mereka merupakan para pekerja sosial yang menyelenggarakan upaya penyembuhan seseorang dari penyakitnya dengan menggunakan caranya masing-masing. (Doni Saputra 2012, academia.edu).
Perilaku berobat adalah respon individu terhadap penyakit yang diderita, respon tersebut dapat berupa mendatangi rumah sakit, puskesmas, praktek dokter, atau tempat-tempat lain yang dianggap dan diyakini mampu membuatnya menjadi sehat. Menurut Rosenstock (1974), perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaannya, tanpa memperdulikan apakah motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau pandangan orang lain. Oleh karena itu, perilaku pencarian pengobatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di sekitarnya. Pada wilayah yang banyak tersedia sarana pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, balai pengobatan serta praktek dokter, maka pilihan masyarakat semakin beragam untuk melakukan pencarian pengobatan (Lumban-Gaol 2013, academia.edu)
Dalam sistem kepercayaan sehubungan dengan penyembuhan penyakit, peranan dukun menjadi penting. Menjadi penyembuh dapat diperoleh melalui belajar dan keturunan (Geertz 1981:117). Dukun bukan merupakan hal yang baru, karena dukun telah menjadi salah satu alternatif yang menjadi pilihan dalam penyembuhan beberapa penyakit bagi masyarakat di Indonesia.
Istilah dukun berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain, pada masyarakat Bugis dan Makassar, orang yang ahli mengobati penyakit secara tradisional dipanggil sanro, yang juga berarti dukun (Rahman 2006 dan Said 1996).
Ayu Setyoningsih & Myrtati D. Artaria dari Program Studi Antropologi, FIB, Universitas Brawijaya, Malang, dalam penelitian "Pemilihan Penyembuhan Penyakit Melalui Pengobatan Tradisional Non Medis atau Medis" menyatakan, masih banyak masyarakat yang memilih pengobatan alternatif atau tradisional sebagai langkah untuk menyembuhkan penyakitnya, disamping menggunakan penyembuhan medis.
Keberadaan dukun juga masih berguna bagi masyarakat sekitar. Bentuk kesehatan alternate (alternatif) dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dari segi sosial, psikologi, dan mungkin pula organik, yang bagi beberapa orang tidak berhasil diperolehnya dari dokter maupun dari pelayanan kesehatan yang berkaitan. Dukun memiliki kemampuan tersendiri untuk menyembuhkan pasiennya, yang menggunakan metode yang berbeda dari metode yang digunakan oleh dokter.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan dokter dan penyembuh berbeda. Penyembuh memiliki kemampuan yang “lebih” untuk menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh dokter. Namun keberadaan penyembuh (dukun) dan dokter menjadi hal yang penting sebagai sarana menyembuhkan penyakit bagi masyarakat, keduanya saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lain.
Sebagai seorang Kepala Daerah Propinsi Bali, apa yang disampaikan Gubernur Koster sudah tentu mempunyai niat dan tujuan baik yang bisa bermanfaat bagi masyarakat Bali. Agar masyarakat Bali yang sedang sakit, bisa memiliki lebih banyak alternatif pengobatan untuk mendapatkan kesembuhannya. Selain berobat ke dokter atau rumah sakit, warga Bali yang sakit nantinya diharapkan bisa memilih pengobatan alternatif lewat penyembuh tradisional atau balian, atau melalui pengobatan herbal yang juga marak di tengah-tengah masyarakat.
Harus diakui, fenomena mencari kesembuhan ke "balian" masih cukup diminati di Bali. Salah satu yang sempat viral di media sosial belum lama ini adalah praktik pengobatan tradisional "Balian Jaman Now" Jero Robinson, di daerah Denpasar Timur.
Setiap harinya puluhan hingga ratusan warga dari berbagai wilayah di Bali dan luar Bali, rela antri untuk mencoba pengobatan alternatif "Balian Jaman Now". Banyak testimoni warga yang mengaku mendapat kesembuhan setelah ditangani oleh "Balian Jaman Now" Jero Robinson.
Meski mempunyai niat baik dan positif untuk kepentingan masyarakat banyak, namun apa yang disampaikan Gubernur Koster tentu harus dibahas lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait. Jika wacana ini memang benar-benar akan diwujudkan, pihak-pihak terkait di bidang kesehatan medis dan bidang kesehatan non medis (per-balianan), perlu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. Sehingga nantinya bisa menghasilkan sebuah keputusan dan pelaksanaan yang baik di lapangan dan diakui oleh kaedah keilmuan.
Misalnya saja dibuat sebuah pusat pengobatan dan penyembuhan tradisional di sebuah tempat wilayah Propinsi Bali, yang letaknya terpisah dengan fasilitas kesehatan rumah sakit. Tenaga penyehat tradisional yang akan melakukan praktik pengobatan juga wajib mempunyai sertifikasi dan kompetensi sesuai aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/psk