Tradisi Nginang Sebagai Bentuk Penghormatan Pada Tamu Hingga Memacu Daya Seksualitas
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Tradisi Nginang atau memamah sirih bagi masyarakat Bali erat kaitannya dengan ritual sosial yaitu penghormatan terhadap tamu. Sirih juga dipersembahkan kepada roh leluhur dan digunakan untuk ritual penyembuhan serta ritual daur hidup.
[pilihan-redaksi]
Demikian terungkap dalam sebuah makalah yang berjudul “Makna Porosan Pada Canang Sari Sebagai Banten Rutinitas Keseharian Padamasyarakat Hindu Di Bali” yang ditulis oleh Nengah Bawa Atmadja, Anantawikrama Tungga Atmadja dan Tuty Maryati, yang disampaikan dalam Seminar Nasional Riset Inovatif II, tahun 2015.
Nengah Bawa Atmadja, Anantawikrama Tungga Atmadja dan Tuty Maryati menuliskan kebiasaan memamah sirih yang dikombinasikan dengan buah pinang dan kapur tidak hanya dilakukan masyarakat Bali tetapi juga umum berlaku di Asia Tenggara.
[pilihan-redaksi2]
Kegiatan nginang menjadi sangat digemari karena sirih (Piper betle) mengandung narkotik lunak. Pengkonsumsian sirih dipadukan dengan buah pinang (Reca katehu) dan kapur secara reaksi kimiawi menghasilkan alkaloid yang menenangkan otak dan sistem syaraf sentral.
Selain itu mengunyah sirih, buah pinang, dan kapur bisa mengacu kepada daya seksualitas. Pasangan suami istri sebelum bersanggama lazim mengawalinya dengan makan sirih, pinang, dan kapur guna mengharumkan napas dan menenangkan perasaan yang berlanjut pada optimalisasi daya hubungan intim.
Dampaknya sirih dan pinang dijadikan simbol perkawinan, pertunangan dan ajakan bercinta. Perpaduan antara sirih dan pinang menjadi simbol persetubuhan, dengan panasnya buah pinang dan dinginnya daun sirih.
Nginang menjadi kebiasaan, karena secara ekologis buah, base, dan pamor tersedia pada lingkungan alam orang Bali sehingga pengonsumsiannya tidak terkendala secara ekologis, teknologis, dan ekonomis. [bbn/ Riset Inovatif II/mul]
Reporter: bbn/mul