search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Tradisi Nginang Sebagai Bentuk Penghormatan Pada Tamu Hingga Memacu Daya Seksualitas
Selasa, 11 Desember 2018, 06:00 WITA Follow
image

student.unud.ac.id

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Tradisi Nginang atau memamah sirih bagi masyarakat Bali erat kaitannya dengan ritual sosial yaitu penghormatan terhadap tamu. Sirih juga dipersembahkan kepada roh leluhur dan digunakan untuk ritual penyembuhan serta ritual daur hidup.

[pilihan-redaksi]
Demikian terungkap dalam sebuah makalah yang berjudul “Makna Porosan Pada Canang Sari Sebagai Banten Rutinitas Keseharian Padamasyarakat Hindu Di Bali” yang ditulis oleh Nengah Bawa Atmadja, Anantawikrama Tungga Atmadja dan Tuty Maryati, yang disampaikan dalam Seminar Nasional Riset Inovatif II, tahun 2015.

Nengah Bawa Atmadja, Anantawikrama Tungga Atmadja dan Tuty Maryati menuliskan kebiasaan memamah sirih yang dikombinasikan dengan buah pinang dan kapur tidak hanya dilakukan masyarakat Bali tetapi juga umum berlaku di Asia Tenggara.

[pilihan-redaksi2]
Kegiatan nginang menjadi sangat digemari karena sirih  (Piper  betle) mengandung narkotik lunak. Pengkonsumsian sirih  dipadukan  dengan  buah  pinang  (Reca katehu) dan kapur secara reaksi kimiawi menghasilkan alkaloid yang menenangkan otak dan sistem syaraf sentral.

Selain itu mengunyah   sirih,   buah   pinang, dan   kapur   bisa   mengacu   kepada   daya seksualitas.  Pasangan  suami  istri  sebelum bersanggama lazim  mengawalinya  dengan makan    sirih, pinang,    dan kapur guna mengharumkan napas dan menenangkan perasaan yang berlanjut pada  optimalisasi daya hubungan intim. 

Dampaknya sirih dan   pinang   dijadikan   simbol   perkawinan, pertunangan dan ajakan bercinta. Perpaduan antara   sirih   dan   pinang   menjadi   simbol persetubuhan, dengan panasnya buah pinang dan dinginnya daun sirih.

Nginang menjadi kebiasaan, karena secara  ekologis buah, base, dan pamor tersedia  pada  lingkungan  alam orang Bali sehingga pengonsumsiannya tidak  terkendala  secara  ekologis,  teknologis,  dan ekonomis. [bbn/ Riset Inovatif II/mul]

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami