search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Penggunaan Kebaya ke Pura di Denpasar Lebih Mengedepankan Estetika Dibanding Etika
Selasa, 8 Januari 2019, 06:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Kaum perempuan di Denpasar dalam mengenakan kebaya ke pura lebih memperhatikan estetika penampilan dan cenderung melupa etika busana ke pura. Demikian terungkap dalam sebuah artikel yang berjudul “Kebaya Sebagai Busana Ke Pura Dalam Representasi Perempuan Kontemporer di Kota Denpasar” yang dipublikasikan dalam Jurnal Seni Budaya (Mudra), Volume 32, nomor 1 tahun 2017.

Penulis artikel I Dewa Ayu Sri Suasmini menuliskan kaum perempuan selalu ingin tampil berbeda sehingga dalam setiap kegiatan upacara yang mengenakan kebaya selalu ingin tampil baru supaya tidak dianggap ketinggalan jaman.

Dampaknya para perempuan di Kota Denpasar lebih mementingkan penampilan dari pada etika persembahyangan. Hal ini dapat dilihat pada penampilan kaum remaja dan bahkan dengan busana kebaya yang kurang sesuai untuk dikenakan untuk bersembahyang.

Desain-desain kebaya yang ditawarkan dirancang sebagus mungkin dan selalu berbeda dari kebaya yang ada sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan kaum perempuan selalu ingin mencoba busana kebaya yang ditawarkan, meskipun mereka masih mempunyai kebaya.

Peneliti dari Desain Mode Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia tersebut juga memaparkan jika representasi kebaya ke pura yang terjadi di Kota Denpasar, berdampak pada mulai hilangnya pemahaman kaum perempuan terhadap etika busana ke pura.

Dimana kaum perempuan lebih memperhatikan penampilan dengan busana kebaya modifikasi. Selain itu kaum perempuan tidak membedakan desain kebaya yang dipergunakan untuk sembahyang dengan desain kebaya di luar penggunaan untuk sembahyang ke pura.

Pada tahun 1970 cara berbusana masih memperhatikan etika dalam melakukan persembahyangan, serta bahan yang digunakan masih sopan tidak transparan. Demikian juga dengan warna kebaya tidak mengharuskan berwarna putih, karena pada tahun 1970 pakaian kebaya putih hanya dikenakan oleh para sulinggih dan para pemangku.

Peneliti merekomendasikan pengguna kebaya agar mempertimbangkan beberapa hal seperti kesesuaian dengan tubuh, etika dan estetika dalam membeli kebaya sehingga kebaya yang digunakan bisa nyaman dan supaya tidak konsumtif. Kepada desainer diharapkan dalam merancang busana kebaya selalu mempertimbangkan kebutuhan dari masyarakat baik dilihat dari segi etika maupun estetika

Reporter: bbn/mul



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami