Adaptasi Usaha di Masa Pandemi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebab perekonomian Indonesia mengalami kontraksi. Pada triwulan I 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan kinerja perekonomian hanya mencapai 2,97 persen kemudian melesu pada triwulan II dengan tumbuh minus sedalam 5,32 persen.
Situasi yang kurang menggembirakan ini tentu membawa dampak ikutan bagi pelaku ekonomi. Analisis hasil Survei Dampak Covid-19 Terhadap Pelaku Usaha yang dilakukan oleh BPS pada 10-26 Juli 2020 menemukan bahwa sekitar 8 dari setiap 10 perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan.
Dampak pandemi terhadap pendapatan perusahaan diperkirakan berbeda menurut skala, lokasi dan sektor usaha. Survei yang melibatkan 34.559 responden tersebut juga melaporkan bahwa 84,20 persen Usaha Mikro Kecil (UMK) dan 82,29 persen Usaha Menengah Besar (UMB) mengalami penurunan pendapatan. Masa pandemi seolah menjadi ujian berat yang harus dihadapi oleh pelaku usaha. Bagaimanakah adaptasi pelaku usaha untuk tetap produktif meskipun terdampak pandemi?
Pertama, pelaku usaha harus mengutamakan penerapan protokol kesehatan di lingkungan tempat kerja. Upaya ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran wabah akibat virus korona. Sebagian besar pelaku usaha telah menerapkan protokol kesehatan dimana 81,91 persen sudah menerapkan penjarakan sosial, 81,87 persen sudah menyediakan fasilitas cuci tangan, dan 85,88 persen telah mewajibkan penggunaan masker atau pelindung wajah.
Artinya hampir seluruh pelaku usaha menyadari bahwa kesehatan adalah prioritas utama di masa pandemi. Ditinjau dari klasifikasi wilayah, perusahaan yang berdomisili di wilayah kota cenderung lebih patuh dalam menerapkan protokol kesehatan dibandingkan dengan perusahaan di wilayah kabupaten. Begitu juga dengan usaha skala besar yang relatif lebih patuh dibandingkan usaha skala kecil mikro. Diduga jumlah personil yang dilibatkan berpengaruh besar pada kepatuhan penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja.
Kedua, mengurangi jam kerja dan mengelola jadwal pekerja dalam waktu singkat tanpa dibayar. Pilihan tersebut mau tidak mau harus dilakukan oleh perusahaan dalam rangka memangkas biaya operasional perusahaan agar mampu bertahan di tengah masa sulit pandemi. Tiga kategori perusahaan yang paling banyak tidak mengambil keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) permanen yaitu Industri Pengolahan (18,69 persen), Konstruksi (18,59 persen), dan Akomodasi dan Makan Minum (17,63 persen).
Meskipun mengalami penurunan produktivitas akibat terbatasnya kegiatan yang bisa dilakukan dengan aktivitas di rumah saja, pilihan merumahkan tenaga kerja dianggap pilihan relatif yang lebih baik dibandingkan dengan melakukan PHK.
Ketiga, melakukan diversifikasi usaha. Melesunya produktivitas akibat pandemi di beberapa kategori lapangan usaha mengakibatkan pelaku usaha harus memutar otak untuk mencari alternatif lain dengan menambah produk, bidang usaha dan lokasi bisnis. Survei Dampak Covid-19 terhadap Pelaku Usaha mengungkapkan sekitar 15 dari setiap 100 perusahaan cenderung melakukan diversifikasi usaha selama pandemi.
Tiga sektor yang pelaku usahanya paling banyak melakukan diversifikasi usaha adalah Industri Pengolahan, Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum serta Perdagangan dan Reparasi Kendaraan. Selain itu diperkirakan 5 dari 100 perusahaan mengupayakan untuk beralih ke sektor yang berbeda dan bergerak ke sektor yang baru dibandingkan sebelum masa pandemi.
Keempat, mulai memanfaatkan internet dan teknologi informasi. Meskipun secara umum terdapat 47,75 persen dari perusahaan yang sudah mengoptimalkan internet sejak sebelum pandemi, sekitar 5,76 persen perusahaan justru baru memanfaatkan internet dan teknologi informasi untuk menunjang produktivitas mereka di tengah pandemi.
Selain tidak ada pilihan lain akibat kebijakan penjarakan sosial, kegiatan belanja online merupakan aktivitas yang meningkat drastis di masa pandemi. Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa penunjang teknologi dan informasi adalah alternatif lain yang wajib digunkan untuk menambah pundi-pundi keuangan perusahaan di tengah masa sulit pandemi.
Pilihan penyesuaian yang dilakukan oleh pelaku usaha di tengah pandemi bertujuan untuk bertahan meredam hantaman keras akibat pandemi. Tidak menentunya kapan masa sulit ini akan berakhir memaksa mereka untuk tetap produktif di situasi yang tidak kondusif. Secara umum meskipun mereka telah berusaha untuk bertahan, ada harapan besar dari pelaku usaha untuk memperoleh bantuan seperti modal usaha, keringanan tagihan listrik, relaksasi pembayaran pinjaman, serta penundaan pembayaran pajak.
Pemerintah pun telah berusaha merespon situasi yang kurang kondusif akibat pandemi melalu berbagai skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan anggaran mencapai Rp 695,2 Triliun. Saatnya mendukung pemulihan sesuai kapasitas masing-masing, minimal dengan taat pada protokol kesehatan demi pulihnya kesehatan dan bangkitnya ekonomi.
I Gede Heprin Prayasta
Statistisi BPS Kabupaten Bangli
Reporter: bbn/opn