search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
KMHDI Sikapi Pengesahan UU Omnibus Cipta Kerja
Rabu, 7 Oktober 2020, 14:05 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna pada hari Senin (05/10/2020).

Pemerintah dan DPR RI seolah-olah mengambil momentum dari pagebluk Covid-19 kali ini untuk dapat segera mengesahkan RUU omnibuslaw Cipta Kerja menjadi undang-undang yang kesannya bahwa, pengesahan kali ini sangatlah tidak substansial dan terkesan terburu-buru seperti sedang mengejar setoran.

Wajar saja pasalnya persidangan yang dilaksanakan pada Minggu (03/10/2020 malam dan juga paripurna yang dijadwalkan dilaksakan pada tanggal 08 oktober 2020 dan dipercepat pada hari senin 05 oktober 2020 ini menimbulkan banyak spekulasi dan kecurigaan di kalangan masyarakat.

Menanggapi hal tersebut sikap Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) secara tegas menyoroti UU Omnibuslaw tersebut yang cacat prosedural, dan juga mendapatkan berbagai bentuk penolakan dari berbagai kalangan masyarakat yang terdiri dari kaum perkerja dan buruh.

"Selain pembahasannya yang cacat prosedural dan menimbulkan polemik dari berbagai kalangan masyarakat, sejak masih dalam Rancangan undang-undang sikap kami (KMHDI) tegas dan konsisten menolak RUU Omnibuslaw ini. Ada beberapa pasal kontroversial yang kami soroti yaitu pasal 88c ayat 3, pasal 79 ayat (2) huruf b, pasal 156 ayat 2 dan pasal 59 ayat 4," Tegas I Kadek Andre Nuaba (Ketua Presidium PP KMHDI).

Pasal-pasal kontroversial tersebut dinilai sangat merugikan para kaum pekerja dan buruh, seperti yang tercantum pada pasal 88c ayat 3 contohnya, upah minimum yang dimaksud pada ayat 1 dan 2 ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

"Menetapkan upah minimum berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan mengindikasikan bahwa RUU ini memunculkan sebuah ketidakpastian upah buruh. kita ambil saja contoh situasi pandemi yang sedang resesi kali ini, bisa saja upah minimum buruh jauh turun dari yang sebelumnya kan?" Ujar Andre.

Andre menambahkan bahwa sikap KMHDI tegas menolak pengesahan UU Omnibuslaw ini, atas dasar pembahasan yang cacat prosedural dan juga masih banyaknya pasal kontroversial yang merugikan pihak pekerja dan buruh. KMHDI akan mencoba mengajukan gugatan penolakan melalui jalur litigasi dan non litigasi.

"RUU ini sudah di ketok palu, selain membangun gerakan melalui ekstra parlemen, KMHDI juga akan mencoba mengajukan penolakan pengesahan UU Omnibus melalui jalur Judicial Review," Tutup Andre.

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami