Ketua MKKBN Nurasa: Kemelut Ini Diciptakan oleh Persekongkolan Jahat
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Bali, Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan masih mendalami laporan dari Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara (MKKBN), I Ketut Nurasa yang mempolisikan 3 tokoh.
Diantaranya Ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana, Majelis Agung Desa Adat Provinsi Bali Ida Penglisir Agung Putra Sukahet, dan Ketua Forum Kordinasi Hindu Bali (FKHB) I Gusti Ngurah Harta.
Hingga Jumat (14/5) Kombes Djuhandani mengatakan masih mendalami ketiga laporan tersebut. "Ketiga laporan itu dilakukan oleh I Ketut Nurasa selalu ketua MKKBN. Semua laporan itu dalam bentuk Dumas. Saya belum bisa berkomentar banyak karena saya tidak boleh berpersepsi. Ketiga laporan ini akan kita lakukan klarifikasi terlebih dahulu," ungkap Kombes Djuhandani.
Dikonfirmasi terpisah Ketua MKKBN, Ketut Nurasa mengatakan sebelum membuat laporan ke Polda Bali dia sudah melayangkan somasi kepada Ketua MDA dan Ketua PHDI Bali, Rabu (5/5).
Namun yang batas waktu 7x24 jam tidak ada tanggapan dia pun menempuh jalur hukum. Dia membuat laporan ke Dit Reskrimum Polda Bali, Kamis (13/5).
Ketut Nurasa mengaku somasi yang tak ditanggapi hingga berujung buat laporan ke Polda Bali ketua PHDI Bali dan Ketua MDA Bali berawal dari Nomor 106/PHDI BALI/XII/2020 dan SKB Nomor 07/SK/MDA- Prov Bali/XII/2020 tentang Pembatasan Kegiatan Pengembanan Ajaran Sampradaya Non Dresta Bali di Bali.
Menurutnya akibatnya SKB itu membuat kemelut. Kemelut yang berpedoman terhadap SKB itu dimanfaatkan untuk kepentingan baik perorangan maupun kelompok tertentu yang disebutnya delegasi neraka.
"Kemelut ini diciptakan oleh persekongkolan jahat. Saya melayangkan somasi agar para tokoh duduk bersama untuk berdiskusi," ungkap Ketut Nurasa ditemui di rumahnya di Jalan Pasung Grigis 1 Nomor 1, Desa Padang Sambian Kaja, Kecamatan Denpasar Barat kemarin siang.
Menurutnya PHDI Bali dan MDA Bali tidak mempunyai kedudukan hukum untuk melarang atau membatasi orang beragama. Itu melanggar bisama. Yang punya kewenangan adalah negara. Apalagi yang bertindak adalah Desa Adat. Itu pun dilakukan dengan arogansi.
Padahal di SKB hanya disebutkan pembatasan. Dalam SKB itu kata Ketut Nurasa disebutkan membatasi pengembangan sampradaya non dresta Bali. Dalam pelaksanaannya disertai dengan instruksi dari ketua MDA Provinsi Bali. Ada pula pernyataan yang bersifat menghasut. Akibatnya para Bendesa adat menutup kegiatan Hare Krishna.
"Adapula yang melakukan penutupan bukan dari desa adat tapi dari Ormas Forum Koordinasi Hindu Bali. Saya somasi tujuannya untuk berdialog. Apa kegiatan dari sampradaya non dresta Bali yang dikurangi atau dibatasi. Ini negara hukum bukan negara adat. Tidak bisa dengan dialog lakukan langkah hukum bukan arogansi," ungkapnya.
Baginya apa yang dituduhkan kepada HK mungkin ada benarnya. Tapi yang jadi masalah adalah cara penegakannya. Sebenarnya diselesaikan secara musyawarah atau secara hukum.
"Kemelut ini harus diatasi dengan baik agar jangan sampai terjadi pertikaian antar sesama masyarakat Bali merebut pepesan kosong. Ada jalur musyawarah dan jalur hukum," ungkapnya.
Dikonfirmasi terpisah Pinisepuh Sandhi Murti, IGN Harta mengatakan laporan yang dialkukan oleh Ketut Nurasa adalah laporan kosong. Dia menganggap Ketut Nurasa tidak paham dengan keinginan masyarakat Bali. Dikatakan Hare Krishna selalu merendahkan ajaran Hindu Bali, merendahkan adat dan tradisi Bali.
"Seharusnya kita yang melaporkan Hare Krishna karena merusak kenyamanan masyarakat Bali dalam berkeyakinan yang dianggap tidak sesuai dengan Weda dan sebagainya," tuturnya.
IGN Harta justru menganggap Hare Krishna yang arogan. Kalau hal ini dibiarkan maka akan semakin menjadi-jadi. "Masih minoritas saja mereka sudah arogan," tandasnya.
Reporter: bbn/bgl