Masalah Tanah di Pengadilan, Keluarga Mangku Warka Dikucilkan
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Keluarga Mangku I Ketut Warka yang tinggal di Banjar Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang di-kanorayang atau dikucilkan oleh desa adat.
Pengucilan itu dirasakan sejak tahun 2019 usai mereka memenangkan perkara tanah seluas 21 are di desa mereka.
Putra Mangku Warka, Wayan Gede Kartika menyatakan Kanorayang berawal ketika mereka menggugat keluarga I Sabit yang menempati tanah mereka seluas 21 are pada 2017.
“Dalam perkara itu, masalah pribadi kami dengan I Sabit. Dari tingkat Pengadilan Negeri, Tinggi, sampai Mahkamah Agung kami menang,” ujarnya, Selasa (11/1).
Ketika akan mengeksekusi lahan sengketa, dari desa adat masuk. Pihak adat mengklaim di dalam lahan sengketa 21 are, yakni 8 are merupakan tanah pekarangan desa. Giliran desa adat yang menggugat keluarga Mangku Warka.
“Kembali kami menang putusan NO,” ujarnya sambil memperlihatkan berkas tebal hasil beberapa kali sidang di pengadilan.
Setelah menang di pengadilan, justru keluarganya di-Kanorayang pada 2019. Kemudian beruntun Mangku Warka diberhentikan sebagai pemangku di Pura Desa.
“Berlanjut air ledeng (air bersih) diputus 10 Desember 2021 dan saluran irigasi sawah kami diputus 2 Januari 2022,” ujarnya.
Atas kasus Kanorayang itu, dia sudah mengadu ke Majelis Desa Adat (MDA). “Ada rekomendasi bahwa itu bukan masalah adat. Namun tidak diindahkan oleh prajuru adat sampai sekarang,” ujarnya sedih.
Dia pun kesulitan mandi dan membajak sawah. “Hubungan kami dengan warga di desa biasa saja. Cuma kalau pas dilihat sama prajuru, warga tidak berani dekat,” ujarnya.
Pihaknya berharap, semua instansi d Gianyar bisa menyelesaikan masalahnya. “Kami minta aparat bisa selesaikan masalah kami. Selaku warga negara kami merasa dizolimi,” pintanya.
Di bagian lain, Ketua Majelis Desa Adat Kecamatan Tegalalang, Wayan Mupu mengaku sudah mendengar kasus Kanorayang tersebut.
“Itu dari Majelis Kabupaten sudah diberikan surat. Itu ranah Kabupaten,” ujarnya.
Mupu menegaskan jika Kanorayang tidak diperbolehkan lagi. “Ten dados (tidak boleh, red). Itu hasil keputusan Majelis Desa Adat Provinsi. Itu hasil Pesamuhan Agung. Harus terima, karena sudah final keputusan Majelis Provinsi.
Ketika ada masalah, tidak ada Kanorayang,” tutup dia.
Reporter: bbn/gnr