search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Epilepsi
Senin, 16 Oktober 2023, 11:08 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Epilepsi.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Epilepsi atau yang biasa dikenal masyarakat Indonesia dengan sebutan penyakit “ayan” masih menuai ketakutan, stigma sosial, dan diskriminasi selama berabad-abad. 

Bagi beberapa orang, mengatasi masalah yang berkaitan dengan stigma epilepsi lebih sulit dibandingkan hidup dengan penyakit itu sendiri. Banyak masyarakat yang memiliki pandangan keliru dan beranggapan bahwa epilepsi bukan merupakan penyakit, melainkan berhubungan dengan hal gaib dan supranatural karena orang yang sedang mengalami kejang dianggap kerasukan. 

Mitos yang dipercayai masyarakat dapat berakibat fatal dimana penderita yang sedang mengalami kejang epilepsi menjadi terlambat penanganannya. Stigma negatif dari masyarakat membuat masyarakat cenderung menyembunyikan penyakit ini sehingga banyak penderita yang tidak terdiagnosis hingga tidak terobati. 

Epilepsi sendiri merupakan salah satu penyakit neurologis atau sistem saraf dimana terjadi gangguan aktivitas listrik di otak. Gangguan ini akan mengakibatkan penderita mengalami kejang berulang. Kejang dapat bervariasi mulai dari penyimpangan perhatian, sentakan otot yang singkat hingga kejang berkepanjangan dan menimbulkan penurunan kesadaran. 

Salah satu hal penting terkait penanganan epilepsi adalah menghilangkan mitos tentang epilepsi dan memastikan masyarakat mendapat informasi faktual terkini. Berikut adalah beberapa mitos yang banyak beredar di masyarakat serta fakta yang sesuai dengan rujukan ilmiah

Mitos 1: Epilepsi adalah penyakit kutukan atau kerasukan

Pasien epilepsi memiliki gerakan tidak terkontrol saat terjadi kejang sehingga masyarakat terkadang membawa pasien ke dukun karena dianggap mengalami kerasukan atau penyakit karena kutukan. Faktanya, epilepsi adalah gangguan pada otak akibat aktivitas listrik otak yang abnormal atau berlebih sehingga butuh penanganan medis.  

Mitos 2: Epilepsi merupakan penyakit menular

Masih banyak orang yang tidak berani menolong pasien yang mengalami kejang epilepsi karena air liur dan busa di mulut pasien dianggap dapat menularkan penyakit. Faktanya, epilepsi bukanlah penyakit menular. 

Saat penderita mengalami kejang dan kelenjar air liur sedang terisi penuh, isi kelenjar air liur akan keluar dalam bentuk busa. Hal ini juga terjadi jika kandung kemih penderita dalam keadaan penuh sehingga isi kandung kemih akan terdorong keluar menyebabkan penderita ngompol. Berinteraksi dengan penderita epilepsi bahkan terkena air liurnya tidak akan membuat tertular penyakit ini. 

Mitos 3: Saat terjadi kejang epilepsi, masukan benda keras ke dalam mulut penderita

Beredar informasi di masyarakat, jika seseorang mengalami epilepsi segera masukkan benda seperti sendok ke dalam mulut untuk mengatasi kejang. Mitos ini sangat keliru. Faktanya, dengan memasukkan benda ke dalam mulut pengidap epilepsi dapat menyebabkan masalah lain seperti kesulitan bernapas, gigi patah, gusi tertusuk, tergigit, atau bahkan menyakiti rahang. 

Penanganan awal yang benar sebenarnya cukup mudah, miringkan posisi penderita ke satu sisi dan letakan bantalan di bawah kepalanya untuk mencegah penderita mengalami cedera. Amankan lokasi penderita dari benda tajam dan biarkan hingga kejang berhenti dengan sendiri. Jika kejang masih berlanjut lebih dari 5 menit segera cari pertolongan medis.

Mitos 4: Perempuan dengan epilepsi tidak boleh menikah dan melahirkan

Mitos ini keliru. Faktanya, epilepsi tidak berpengaruh pada kemampuan perempuan untuk hamil dan umumnya memiliki efek minimal terhadap perkembangan anak. 

Hanya saja, perlu diketahui bahwa obat anti epilepsi yang dikonsumsi ibu hamil dapat meningkatkan risiko anak mengalami cacat sebesar 2-10%. Maka, perempuan yang ingin memiliki anak diharapkan untuk berkonsultasi dengan dokter saraf dan kandungan untuk merencanakan kehamilan yang aman serta pemilihan obat yang sesuai dengan kondisi kehamilan.

Mitos 5: Hanya anak-anak yang mengalami epilepsi

Meskipun epilepsi sering terlihat pada masa kanak-kanak, penyakit ini dapat terjadi pada usia berapa pun. Epilepsi yang dialami orang usia lanjut biasanya merupakan komplikasi dari penyakit lainnya yang dimiliki, seperti stroke dan penyakit jantung. 

Mitos 6: Anak dengan epilepsi adalah bodoh dan tidak bisa belajar sehingga tidak usah sekolah

Epilepsi bukanlah penghalang untuk prestasi seseorang. Kebanyakan anak dengan epilepsi memiliki rentang kemampuan dan kecerdasan yang sama dengan orang tanpa epilepsi

Meskipun beberapa anak dengan kesulitan belajar dan/atau cacat intelektual memiliki epilepsi, itu tidak berarti bahwa anak dengan epilepsi pasti mengalami kesulitan belajar atau cacat intelektual. Faktanya, jika kejang tidak muncul lagi (dengan teratur mengkonsumsi obat) maka anak dapat bersekolah seperti biasa.

Mitos 7: Penderita epilepsi adalah cacat dan tidak boleh bekerja

Orang dengan epilepsi memiliki rentang kemampuan dan kecerdasan yang sama dengan orang pada umumnya. Memang, beberapa penderita mengalami kejang yang berat sehingga tidak dapat bekerja. 

Namun, serangan kejang epilepsi dapat terkendali dengan teratur meminum obat sesuai petunjuk dokter. Selain mengonsumsi obat secara teratur, penderita juga disarankan menghindari faktor yang dapat mencetuskan serangan seperti kelelahan, stress, kurang tidur, demam, dan sebagainya. Beberapa penderita diketahui dapat bekerja seperti biasa dan ditemukan di berbagai sektor seperti bisnis, pemerintahan, seni dan lainnya.  

Demikian penjelasan mengenai fakta terkait penyakit epilepsi, dengan harapan pembaca dapat mengenal epilepsi, sehingga dapat menurukan dampak negatif bagi penderitanya, dan masyarakat senantiasa memberikan dukungan bagi mereka. Pengenalan gejala penyakit ini merupakan tanggung jawab seluruh masyarakat karena laporan saksi mata saat serangan muncul sangat membantu dalam menegakkan diagnosis epilepsi

Penulis: 


dr. Elma Shari Pagehgiri

email: elma.shari@gmail.com

Referensi:
Epilepsy Foundation. 2019. Myth and misconception
Epilepsy Action Australia. Fact Sheet: Exploding Myths About Epilepsy
The Cameron Boyce Foundation. Now What: Myths & Facts About Epilepsy

Editor: Robby

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami