search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Single Identity Number (SIN) dari Wacana ke Realita
Sabtu, 6 April 2013, 13:13 WITA Follow
image

Beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Judul ini sama dengan judul sebuah buku yang diterbitkan oleh Majalah E-Indonesia pada bulan April 2006. Buku tersebut berisi kumpulan makalah seminar nasional tentang Single Identity Number (SIN) yang diselenggarakan bulan Oktober 2003 serta tulisan-tulisan tentang SIN yang pernah dimuat di majalah E-Indonesia edisi April 2005 hingga Mei 2006. Dalam buku ini tergambar optimisme bahwa paling lambat tahun 2007 SIN akan diterapkan di Indonesia. Namun kenyataannya hingga awal 2009, tanda-tanda penerapan SIN masih belum nampak.

Ditengah ketidakpastian penerapan SIN oleh Pemerintah Pusat, tanggal 7 Pebruari 2009, sekitar 4 tahun lalu, Pemerintah Kabupaten Jembrana pernah meluncurkan Jembrana Identitas (J-ID) dalam wujud Kartu Tanda Penduduk multifungsi. Inikah implementasi SIN di daerah? sedangkan pada Tahun 2011, Kementerian Dalam Negeri akhirnya mengimplementasikan e-KTP, inikah implementasi SIN secara Nasional?

Apa dan Mengapa Harus SIN

Di jaman modern yang serba cepat dan praktis, masyarakat ingin dimudahkan dalam segala urusannya. Mereka tidak mau ribet bila mengurus sesuatu. Pelayanan yang cepat, mudah, dan transparan, itulah yang dikehendaki. Sayangnya, di Indonesia, pelayanan publik belum semuanya mencerminkan hal tersebut. Prosedur berbelit yang jauh dari praktis, masih banyak mendominasi layanan publik yang digelar di negara ini. Salah satu faktor mengapa layanan publik belum berjalan dengan baik adalah belum diberlakukannya SIN.

Untuk diketahui, saat ini terdapat nomor identitas yang dikeluarkan oleh sekitar 32 institusi, antara lain No KTP, Kartu Keluarga, Paspor, SIM, BPKB, NOP, Akta Kelahiran, Nomor yang dikeluarkan PDAM, PLN, Telkom dan masih banyak yang lainnya. Karenanya jangan heran, masyarakat acapkali mengeluh lantaran dibuat pusing dan repot oleh nomor yang beragam tersebut.

Sebagai nomor identitas tunggal, SIN adalah sebuah identitas unik yang dimiliki oleh setiap individu. Di dalamnya tidak hanya memuat jati diri individu, tapi juga informasi lain yang terkait dengan data keluarga, kepemilikan aset, data kepolisian, perbankan, pajak dan masih banyak lagi yang lain. Artinya SIN bukan saja sebatas nomor individu atau ID Card melainkan identitas yang bisa mengakses ke identitas lain seperti halnya Social Security Number (SSN) di Amerika Serikat. SIN harus bisa mengakses seluruh sumber informasi di Indonesia yang saat ini tersebar di sekitar 32 institusi. Guna mewujudkan SIN, dibutuhkan suatu sinergi informasi. Keterpaduan dalam sistem informasi merupakan syarat utama adanya nomor identitas tunggal.

Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya SIN. Selain meningkatkan pelayanan publik karena adanya data terpusat, integrasi nomor identitas juga memberikan nilai strategis. Institusi yang terlibat dalam sistem ini dapat melakukan ekstraksi informasi lintas sektoral. SIN juga dapat digunakan sebagai instrumen pengawasan terhadap kepatuhan warga negara dalam memenuhi kewajibannya. Dan yang tak kalah pentingnya, SIN memiliki kontribusi besar karena memiliki kandungan informasi yang detail mencakup sosial, ekonomi dan lingkungan serta berperan sebagai instrumen untuk melakukan penelusuran dan analisis potensi-potensi sumber pendapatan, terutama yang berkaitan dengan perpajakan.

Membuat SIN Tak Sekedar Wacana

Ego sektoral, mungkin ini yang menjadi batu sandungan kenapa hingga kini SIN belum bisa diwujudkan. Memang dalam mewujudkan SIN dibutuhkan serangkaian aktifitas yang berbasis proses, yang membutuhkan  serangkaian kerja sama lintas sektoral secara cepat dan intensif. Ketika serangkaian proses membutuhkn kerjasama inilah, masing-masing lembaga yang memiliki nomor identitas merasa memiliki hak untuk mengelola SIN.

Bagaimana dengan implementasi SIN di Jembrana? Apakah J-ID (Jembrana Identitas) yang dilaunching tanggal 7 Pebruari 2009 lalu merupakan implementasi SIN?. Mari kita lihat beberapa institusi yang mengeluarkan nomor identitas di Jembrana. Dinas Kependudukan mengeluarkan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) berjumlah 16 digit yang diwujudkan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP), Ada juga lembaga Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) yang mengeluarkan nomor JKJ berjumlah 9 digit yang diwujudkan dalam kartu JKJ, kemudian ada institusi Rumah Sakit Umum Negara yang mengeluarkan nomor Rumah Sakit sejumlah 15 digit, demikian juga sekolah-sekolah mengeluarkan nomor induk siswa, termasuk juga kalangan swasta seperti Hardys Supermarket yang juga mengeluarkan nomor pelanggannya sejumlah 10 digit. Belum lagi nomor yang dikeluarkan oleh PLN, PDAM, Telkom dan lain-lainnya. Artinya seorang warga Jembrana bisa memiliki hingga 5 nomor identitas dalam wujud kartu untuk mengakses pelayanan publik, tinggal dihitung berapa biaya yang dihabiskan untuk membuat kartu-kartu tersebut.

Setelah mengetahui institusi yang mengeluarkan nomor identitas tersebut, selanjutnya apakah institusi tersebut sudah memiliki sistem informasi sehingga jika nomor identitas menjadi tunggal diberlakukan, semua institusi dapat diakses oleh nomor tunggal tersebut?. Dinas kependudukan yang mengeluarkan KTP sudah memiliki Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), JKJ kala itu sudah memiliki Sistem Informasi JKJ Online, demikian juga dengan Rumah Sakit Umum Negara sudah memiliki Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), artinya ketiga institusi ini dapat diintegrasikan dalam satu nomor identitas. Dipilihnya Nomor Identitas Kependudukan (NIK) sebagai identitas tunggal di Jembrana merupakan langkah tepat, karena NIK bersifat unik dan pasti terdapat di database institusi yang lain. Kini, dengan diberlakukannya KTP dengan NIK didalamnya sebagai identitas tunggal pelayanan publik, maka JKJ dan Rumah Sakit tidak perlu lagi mencetak kartu dan mengeluarkan nomor identitas. Bagi masyarakat Jembrana, cukup dengan memiliki KTP saja, berbagai layanan publik bisa dinikmati, saat itu khususnya di bidang kesehatan, bahkan implementasi JID saat itu diterapkan untuk pemilihan kelihan dusun yang populer disebut e-Voting.

Bagaimana dengan e-KTP? Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Apakah e-KTP ini merupakan realisasi SIN yang sejak dahulu diangan-angankan pemerintah?

E-KTP Realisasi Dari SIN?

Program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada bulan Februari 2011 dimana sebelumnya sudah diawali dengan uji petik di beberapa daerah. Apakah e-KTP ini merupakan realisasi SIN yang sejak dahulu diangan-angankan pemerintah? E-KTP memang menggunakan NIK sebagai identitas tunggal penduduk Indonesia. Nomor NIK yang ada di e-KTP ini nantinya akan dijadikan dasar dalam penerbitan Paspor, Surat Izin Mengemudi (SIM), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Polis Asuransi, Sertifikat atas Hak Tanah dan penerbitan dokumen identitas lainnya (Pasal 13 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Adminduk), hanya saja apakah institusi-institusi terkait sudah siap mengintegrasikannya? Apakah institusi-institusi yang sudah menggunakan sistem informasi, membaca e-KTP untuk validasi data penduduk ke database mereka?

Di Bali contohnya, Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan kartu elektronik untuk pemegang Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM), karena fasilitas ini untuk seluruh penduduk Bali, maka Pemprov Bali mencetak e-JKBM sebanyak peserta JKBM padahal jika semangatnya adalah mewujudkan SIN, Pemprov Bali cukup memanfaatkan e-KTP sebagai identitas penerima JKBM, sistem informasi yang sudah dimiliki tinggal mencocokan data pada e-KTP dengan database JKBM. Tentu jalan masih panjang untuk mewujudkan SIN, namun langkah awal sudah dimulai, tinggal bagaimana para pihak memahami jiwa dari penerapan SIN. Malu khan dengan Malaysia dan Singapura yang sudah lama menerapkannya, sedangkan kita berlama-lama ditataran wacana dan kuat pada ego sektoral.

 

Oleh : I Putu Agus Swastika, M.Kom | @guslongbanget | STMIK Primakara Denpasar

Reporter: bbn/adv



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami