search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Buku Geger Nusantara : Pusat Kerajaan Majapahit Ada di Buleleng Bali
Minggu, 21 Juni 2015, 23:25 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Sejarah mencatat, Kerajaan Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di wilayah Trowulan Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Namun buku "Geger Nusantara" menyebut pusat kerajaan Majapahit justru ada di Bali, tepatnya di wilayah Buleleng Bali.
 
Dalam pelajaran sejarah di bangku sekolah selama ini, Majapahit disebutkan terletak di wilayah Trowulan Jawa Timur. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389.
 
Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut kitab Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
 
Semua catatan sejarah tersebut semua dibantah Iwan Pranajaya, penulis buku "Geger Nusantara" yang dirilis belum lama ini di Bali. Menurutnya, pusat Kerajaan Majapahit bukan di Pulau Jawa, namun justru ada di Bali. Kata Majapahit sendiri juga tidak ada kaitannya dengan kata buah maja yang pahit. Lalu dimana pusat kerajaan Majapahit versi buku Geger Nusantara yang ditulis Iwan?
 
"Kerajaan Majapahit pusatnya di Bali, tepatnya di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng. Sawan merupakan sastra dari Sawangan yang terkait dengan Kraton Sawangan, Pusat Pemerintahan Majapahit,"jelas Iwan kepada Sejarah Bali dan Beritabali.com belum lama ini.
 
Sementara Istana Majapahit di Trowulan Jawa Timur, menurut Iwan, merupakan benteng darat wilayah Barat Majapahit yang dipimpin Trah Airlangga (Brawijaya).
 
Iwan mengaku punya bukti-bukti kuat terkait temuannya ini. Semua berdasar pembacaan perlambang atau simbol-simbol pada peninggalan sejarah seperti pura dan arca yang ditemukan di wilayah Desa Bungkulan Buleleng. Iwan mengatakan apa yang ditulis berdasarkan metode baca perlambang (ikonografi) dan bukan berdasar asumsi atau dugaan-dugaan. "Semua bisa saya pertanggungjawabkan secara ilmiah dengan metode ikonografi yang saya pakai,"jelasnya.
 
Selain tentang Kerajaan Majapahit, buku Geger Nusantara yang ditulisnya juga menjelaskan beberapa hal penting lainnya seperti sosok tokoh Raja Udayana, sosok Gajah Mada, sosok Kebo  Iwa, Sejarah Perang Bubat, sejarah para raja Bali (Dalem) dan hal-hal penting lain terkait sejarah Bali. Tentu saja semua penjelasannya sangat berbeda dengan pelajaran sejarah yang pernah diajarkan selama ini di bangku sekolah.
 
Sejarah Bali (SB) berkesempatan mewawancarai penulis buku ini, Iwan Pranajaya (IP) yang juga merupakan Ketua forum Surya Majapahit, di Kesambi, Kerobokan, Badung, Rabu (17/6/2015). Berikut hasil wawancaranya. 
 
SB : Bisa dijelaskan tentang buku Geger Nusantara yang anda susun ini? 
 
IP : Buku ini dibuat berdasarkan fakta-fakta atau temuan di lapangan. Buku ini mengungkap kebenaran fakta sejarah lewat pembacaan perlambang yang ada pada arca-arca penunjang dan tempat suci sebagai acuan.
 
SB : Bagaimana proses penyusunan buku ini ?
 
IP : Prosesnya lumayan lama, beberapa tahun, dengan mengumpulkan banyak data dan temuan, sesuai metodologi yang kami gunakan, kami menemukan banyak hal pada peninggalan milik leluhur dan raja-raja tempo dulu, banyak temukan sejarah di pura sesuai karakteristik raja jaman dulu.
 
SB : Bagaimana latar belakang penyusunan buku ini ?
 
IP : Awalnya saya menemukan candi di wilayah Bali utara. Di sana saya temuka ada fakta bolak-balik, perlambang bolak balik, saya juga temukan ada banyak stempel di candi, stempel unik, ada stempel bolak-balik yang jumlahnya puluhan, ada tempat balai prabu yang menyatakan cara ukir dan pendirian bolak balik. Hasil temuan-temuan tersebut kemudian digabungkan dan kemudian muncul sinkronisasi data di Bali, baik itu di situs Gunung Kawi, Tirta Empul, Goa Gajah, kita temukan cara membacanya lalu terungkaplah sejarah yang sesungguhnya.
 
SB : Kenapa memilih metodologi penelitian pembacaan perlambang ?
 
IP : Pembacaan perlambang atau ikonografi merupakan sebuah cara yang jitu dan jujur, tidak mudah dipelintir, sesuai dengan fakta dan data di lapangan. Perlambang itu merupakan satu kesatuan, ciri daripada para raja-raja. Contoh ketika raja Udayana punya banyak perlambang atau simbol dalam peninggalannya di Bali dan Nusantara. Perlambang ini  terkait dengan perlambang yang ada pada peninggalan Gajah Mada, sehingga saya bisa bilang itu adalah satu kesatuan.
 
SB : Dalam buku ini kita temukan banyak hal-hal baru yang berlawanan dengan sejarah yang kita ketahui selama ini. Bagaimana menurut anda? 
 
IP : Selama ini referensi dari penulisan sejarah di Bali dan Nusantara lebih banyak memakai sumber lontar yang faktanya lemah, sehingga saya kemudian menggunakan data-data yang lebih akurat, agar mudah kita temukan realitas sejarah tradisi budaya Bali dan Nusantara.
 
SB : Buku Geger Nusantara ini nanti pasti akan menimbulkan kontroversi, bagaimana anda mengantisipasinya? 
 
IP : Kontroversi pasti akan terjadi. Contoh ketika saya mementahkan temuan sejarah yang menggunakan referensi lontar. Lontar itu sumber referensi yang mudah dipalsukan, sangat lemah ketika tidak ada bukti fakta berdiri. Kontroversi akan saya mentahkan saat acara bedah buku di Unud nanti, dengan membuka cara membaca perlambang di seluruh tempat di Bali. Di seluruh Bali tidak pernah ungkapkan angka tahun, lontar yang menggunakan acuan angka tahun akan lemah karena mudah dipalsu atau dipelintir. Lontar tersebut sejatinya salinan dari tempat suci, kalau ada lontar yang mengisahkan itu merupakan bukti pendukung. Leluhur kita di Bali dulu hanya mengenal Sapta Wara, Panca Wara dan Wuku, tidak ada tanggal atau tahun.
 
SB : Tujuan atau hal penting apa yang ingin disampaikan dari penyusunan buku ini?
IP : Tujuan terpenting yang ingin saya sampaikan adalah selamatkan situs-situs sejarah yang ada, selamatkan struktur sejarah, tatanan masyarakat Bali, terhadap guncangan-guncangan pengakuan yang tidak bertanggung-jawab dan bukti yang lemah. Hindarkan kekacauan sejarah yang terjadi di Nusantara selama ini. Bahwa kita sebenarnya satu, tidak ada perbedaan. Selamatkan situs bangsa, karena itu merupakan data besar kita untuk selamatkan sebuah bangsa.

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami