search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Kasus Pemukulan Pecalang Nyepi Dianggap Selesai, Antisipasi Agar Tak Terulang
Kamis, 30 Maret 2017, 15:05 WITA Follow
image

beritabali.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Kasus pemukulan terhadap pecalang Banjar Samping Buni, I Ketut Warta (53), oleh anggota Jamaah Yayasan Arraudah, I Putu Abdullah (37) yang terjadi saat hari raya Nyepi dianggap sudah selesai. Diharapkan kasus serupa tidak terulang lagi di kemudian hari, terutama di saat umat Hindu Bali sedang merayakan hari raya Nyepi di Bali.
 
Hal ini terungkap dalam pertemuan antara pihak MUI Bali, warga dari lintas agama, pihak Polda Bali serta Kodim Badung, di Kantor MUI Provinsi Bali, Jalan Pulau Menjangan 28 Denpasar, Kamis (30/3/2017).
 
Perwakilan dari warga lintas agama, Gusti Ngurah Harta mengatakan, kedatangan mereka ke kantor MUI untuk melakukan klarifikasi agar masalah ini tidak melebar menjadi isu SARA. Apalagi informasi sudah viral di media sosial.
 
"Kami datang ke sini (sekretariat MUI) bukan untuk menghakimi pelaku atau hal hal lainnya, kami datang bukan untuk membela umat Hindu, tapi justru kami datang untuk membela persatuan dan kerukunan  umat beragama di Bali,"ujar Ngurah Harta.
 
Pasca adanya aksi pemukulan terhadap pecalang dan kemudian berujung aksi pemukulan juga terhadap pelaku, kemudian muncul informasi viral di media massa, yang isinya kurang baik untuk kerukunan umat beragama di Bali.
 
"Kemudian muncul informasi di media sosial, bahwa pecalang Bali intoleran, memukuli umat muslim yang hendak sembahyang saat Nyepi. Ini yang perlu kami luruskan, agar tidak menjadi semakin liar, apalagi informasi ini sudah viral di medis sosial," ujarnya. 
 
Ngurah Harta menambahkan, untuk kasus pemukulan pecalang dianggap sudah selesai dan diharapkan semua pihak menahan diri dan tidak terprovokasi.
 
"Kita semua sepakat untuk menjaga diri masing-masing, masing-masing umat agar tidak terpancing sehingga bisa merugikan semua pihak. Umat antar agama dari jaman dulu hidup damai di Bali, kenapa justru saat ini kerap muncul masalah, ada apa ini? Ini harus dicari solusinya, kita harus bersama-sama melakukan usaha menangkal upaya-upaya yang ingin memecah belah kerukunan antar umat antar beragama,"ujarnya.
 
Ketua MUI Bali  H.M Taufik As'adi, S.Ag yang hadir dalam pertemuan sepakat peristiwa pemukulan saat Nyepi dinyatakan selesai.
 
"Kasus ini, persoalan Putu Abdullah dan pecalang sudah selesai, sudah saling memaafkan, MUI sudah anggap ini selesai. Kita bersyukur Bali tetap kondusif sebagai daerah pariwisata dunia, kerukukan antar umat beragama tetap terjaga,"ujarnya. 
 
MUI Bali juga menyerukan kepada umat agar tetap waspada dan tidak terpancing berita berita negatif di medsos. 
 
"Kerukunan (antar umat beragama) ini harus dirawat terus. Oleh karena itu forum kerukunan umat beragama harus terus disosialisasikan hingga tingkat bawah,"ujarnya.   
 
Dandim 1611/Badung, Letkol (Czi) Muhammad Leo Pola Ardiansa Siregar, S.H. yang hadir dalam pertemuan menambahkan, isu SARA (suku, agama, ras, antar golongan) saat ini seringkali dimainkan oleh pihak-pihak tertentu dengan tujuan untuk memecah belah NKRI.
 
"Isu SARA isu yang seksi, sering dimanfaatkan untuk membuat situasi tidak stabil, tidak hanya di Bali, tapi juga luar Bali. Jangan sampai isu SARA dipakai untuk memecah belah warga di Bali, karena ulah satu oknum, ribuan orang lain terpecah belah lewat info media sosial,"ujarnya.
 
Leo meminta warga agar lebih bijak menggunakan media sosial sehingga suasana Bali yang damai bisa terpelihara. 
 
"Masalah yang ada agar bisa dilokalisir sehingga masalah ini tidak meluas, kerukunan yang sudah ada agar tidak terganggu oleh ulah oknum-oknum tak bertanggung jawab,"tegasnya.
 
 
Penganiayaan terhadap pecalang Banjar Samping Buni, I Ketut Warta (53), sekitar pukul 12.30 Wita di hari Nyepi. Bahkan, dalam kasus ini, Kelian Adat setempat yang mencoba meredam suasana juga nyaris kena pukul oleh anggota Jamaah Yayasan Arraudah, I Putu Abdullah (37).
 
Sumber di lapangan menyebutkan, Putu Abdullah bersepeda dari rumahnya di Jalan Pura Demak menuju Jalan Gunung Kalimutu, Monang Maning yang berjarak sekitar 1,5 km. Di tengah perjalanan, ia pun dicegat pecalang I Ketut Warta dengan maksud menanyakan identitas termasuk tujuan bepergian.
 
“Dia (Abdullah) tidak menunjukkan identitas dan dengan nada marah bilang mau sembahyang di Yayasan Arraudah di Jalan Gunung Kalimutu,” kata sumber dilapangan kemarin.
 
Tidak terima sembahyangnya dihalang-halangi oleh pecalang, Putu Abdullah memukul I Ketut Warta hingga terjatuh. Melihat kejadian, Kelian adat Banjar Samping Buni meredam emosi pelaku sembari mengajaknya ke tempat teduh depan toko.
 
Namun, emosi Putu Abdullah ternyata belum meredam dan malah memukul Kelian Banjar. 
 
“Kelian Banjar berhasil menghindar dan pukulan Abdullah mengenai rolling door toko hingga penyok,” ujar sumber.
 
Pecalang lain yang tidak terima langsung mengeroyok Putu Abdullah hingga mengalami luka lecet di dahi kanan. Pelaku dan pecalang I Ketut Warta dibawa ke RS Sanglah menggunakan ambulance PMI dan tidak sampai rawat inap. 
 
Guna meredam situasi agar tidak sampai meluas, Kapolsek Denbar Kompol Wisnu Wardana langsung melakukan mediasi dihadiri tokoh masyarakat, Ketua Masjid Baiturrahman Monang Maning. 
 
“Kedua pihak sepakat menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan dan membuat surat pernyataan damai,” ungkap Wisnu Wardana.[bbn/spy/psk]

Reporter: bbn/psk



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami