Bali Sebagai Subjek, Tidak Hanya Destinasi Limbah Sebal Kelas Pekerja
Minggu, 26 Agustus 2018,
14:10 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com,Denpasar. Posisi Bali sebagai bagian masyarakat dunia harus selalu disadari bahwa selaku subyek, Pulau Dewata tidak hanya dipandang sebagai destinasi pariwisata para wisatawan untuk membuang limbah "sebal" sebagai dampak eksploitatifnya industrialisasi terhadap kelas pekerja.
[pilihan-redaksi]
Prof Dr Risa Permanadeli, Pusat Kajian Representasi Sosial Indonesia mengungkap sejak ditetapkannya pariwisata sebagai pendapatan negara di sektor non minyak pada TAP MPR tahun 1974, mulailah Bali dipandang sebagai destinasi yang perlu digarap maksimal. Pandangan sektor pariwisata sebagai sumber potensial pendapatan ini tidak lepas dari kebutuhan masyarakat industri dunia demi memacu sistem produksi.
Prof Dr Risa Permanadeli, Pusat Kajian Representasi Sosial Indonesia mengungkap sejak ditetapkannya pariwisata sebagai pendapatan negara di sektor non minyak pada TAP MPR tahun 1974, mulailah Bali dipandang sebagai destinasi yang perlu digarap maksimal. Pandangan sektor pariwisata sebagai sumber potensial pendapatan ini tidak lepas dari kebutuhan masyarakat industri dunia demi memacu sistem produksi.
Prinsipnya dalam memacu produktivitas, kelas pekerja butuh liburan untuk melepas penat, membuang hajat sebal yang dikondisikan dalam rutinitas ruang dan waktu kerja industri yang mengekang. Alternatif wisata menjadi pilihan. Konsepnya liburan itu perlu seks, laut dan matahari (sex, sea, sun). Kegiatan pariwisata dipandang untuk mendukung sistem produksi. Setelah berwisata, mereka siap kembali menghadapi lingkungan kerja dan memacu kinerja.
Jika ditilik riilnya, kunjungan wisatawan disamping menyumbang pundi-pundi uang, juga menimbulkan dampak baik secara sosial, budaya dan lingkungan. Sebagai contoh; kriminalitas warga negara asing konsumsi narkoba menjadi rutinitas sidang di pengadilan, dampak pencemaran limbah industri hotel dan restoran, debit air tanah yang mulai tergerus dan lain sebagainya.
Bali sebagai tempat warga dunia berwisata tidak lepas dari efek negatif pariwisata. Maka itu, Risa menekankan perlunya merumuskan keberanian untuk menegakkan kedaulatan Bali sebagai sebuah habitat kehidupan sosio kultural yang tidak bisa terlepas dari arus dunia. Ia melihat telah terjadi pergeseran Bali dari mulanya berperspektif Mandala Giri (Gunung sebagai pusat kehidupan) ke berhala industri pariwisata yang menjanjikan rejeki dan ilusi.
Lalu apakah Bali sebagai destinasi wisata hanya sebagai pemuas hasrat belaka. Pendekatan sosial kelas pekerja ini dibantah Budayawan, Wayan Westa. Menurutnya kegiatan pariwisata di Bali mempunyai keunikan yang membedakan dengan destinasi lainnya atau lebih dipandang sebagai penyembuh (healer). Aura vibrasi spiritual Bali menjadi daya tarik wisman untuk kembali menenangkan dan menjernihkan pikiran (mencharger energi).
Kendati demikian, ia menjunjung prinsip seorang manusia harus menghargai isi kepalanya sendiri ketimbang pengaruh dari isi kepala orang lain. Kepala diartikan wibawa, prinsip manusia karena sama halnya dengan gunung yang merupakan stana Dewa Siwa. Menghargai kepala atau gunung adalah menghormati leluhur dan Tuhan. Menjaganya agar tetap lestari bentuk kesinambungan kehidupan. Pada titik inilah Bali tetap menjadi Bali meski dijerat berbagai orientasi dan kepentingan.
[pilihan-redaksi2]
Meski didera masalah sampah plastik dan lingkungan, Budayawan, Dr. Jean Couteau meletakkan Bali, Indonesia sebagai pionir dalam menjaga alam karena dalam situasi pemimpin dunia kembali ke siklus nasionalisme sempit, sehingga perjuangan menghadapi perubahan iklim dunia menghadapi tantangan pada masing-masing negara.
Meski didera masalah sampah plastik dan lingkungan, Budayawan, Dr. Jean Couteau meletakkan Bali, Indonesia sebagai pionir dalam menjaga alam karena dalam situasi pemimpin dunia kembali ke siklus nasionalisme sempit, sehingga perjuangan menghadapi perubahan iklim dunia menghadapi tantangan pada masing-masing negara.
Pada titik tertentu, ia tetap optimis perjuangan ekologi harus dilakukan bersama, Bali yang dijadikan pusat pertemuan warga dunia seperti IMF-World Bank menjadi momen yang tepat untuk mengusung isu lingkungan sebagai penyumbang pada kemanusiaan sesuai tersirat dalam ideologi Pancasila.
Demikian sekelumit bahasan yang terungkap dalam Dialog Nasional bertema "Mandala Giri" sebagai rangkaian acara Boost Sanur Village Festival 2018, Kamis (25/8) di Sanur. (bbn/rob)
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/rob