Pergub Pemanfaatan Produk Lokal Bali Yang Telat Terbit
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Sajian buah salak, jeruk dan pisang tertata rapi di salah satu sudut kamar di The Sankara Resort & SPA di kawasan Ubud, Gianyar. Sajian buah lokal Bali tersebut ditata diatas dulang kayu dan dialasi dengan anyaman yang bentuknya menyerupai canang.
Sajian berupa buah lokal Bali tersebut ternyata sudah disajikan kepada wisatawan sejak awal The Sankara Resort & SPA beroperasional dan menjadi bentuk komitmen dalam upaya mempergunakan produk lokal.
“Pastinya kita sudah memulainya di awal dengan konsep genuine service, mengutamakan lokal, semua property di bawah naungan Pramana Experience sudah melakukannya sejak 5 tahun lalu” kata General Manager The Sankara-Ubud I Wayan Parka ketika dikonfirmasi di Gianyar pada Rabu (23/1).
Menurut pria yang juga merupakan Wakil Ketua Ubud Hotel Association, penggunaan produk lokal terutama buah lokal sudah dilakukan di semua unit. Jika dipersentase penggunaan produk lokal, terutama buah bisa mencapai 95 persen. “Mungkin 95 persen buah lokal, mulai dari pisang, salak, manggis, jeruk dan lain-lainnya. Diupayakan maksimal dari buah lokal yang dibeli dari penduduk lokal Bali sendiri” ujar pria yang suka tampil dengan kepala plontos.
Sajian perpaduan buah lokal berupa manggis, pisang, dan mangga lokal Bali juga terlihat di kamar, ruang SPA dan restoran di The Kayon Resort, Ubud. Sajian perpaduan buah lokal yang disusun diatas leper (kerajinan Bali yang menyerupai piring dan terbuat dari seng atau tembaga) disebut sebagai sajian local fruit basket.
Sebenarnya penggunaan produk lokal, khususnya buah sudah sejak lama dilakukan oleh kalangan perhotelan di Bali. Jika kemudian muncul Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan industri Lokal Bali maka terkesan telat. “Kita memang dari dulu memanfaatkan buah lokal di dunia perhotelan, Pergub yang kemudian muncul mungkin bisa dibilang telat” kata Chef The Kayon Resort-Ubud, I Wayan Edi Karditha.
Edi Karditha menyampaikan penggunaan produk-produk lokal Bali, khususnya buah dilakukan oleh kalangan perhotelan sebagai upaya memperkenalkan produk Bali. “Kalau tamu ada join cooking class, paginya kita ajak tamu melihat ke pasar, kita jelaskan tentang oprasional di pasar tradisional, memperkenalkan ke tamu nama-buah-buahan yang ada di pasar, kadang juga kita langsung belikan untuk tamunya dan memperkenalkan cara negosiasi harga barang.
Selain memperkenalkan nama buah yang ada, kita juga memperkenalkan sayuran lokal dan rempah yang biasa digunakan di Bali untuk membuat sebuah hidangan” jelas Pria Kelahiran Blahbatuh 22 Agustus 1982 tersebut.
Pengelola hotel di Bali juga lebih memilih menggunakan produk lokal karena dari segi harga juga lebih murah dibandingkan dengan produk impor. Permasalahan harga kemudian muncul ketika ada hari raya keagamaan di Bali, dimana harga akan melambung sangat tinggi.
“Tantanganya harga yang tidak stabil, karena di setiap ada kegiatan upacara agama atau hari raya keagamaan harganya akan melambung, kita di pengguna khususnya di perhotelan akan kesulitan dengan biaya yang tinggi” ungkap ayah tiga anak tersebut.
Tantangan lain dalam penggunaan produk lokal adalah tidak konsistenya kualitas produk, apalagi untuk produk buah lokal. Produk buah dengan rasa yang menurun dapat mempengaruhi keinginan wisatawan untuk menikmati produk buah lokal. Belum lagi kebanyakan buah lokal adalah buah musiman yang tidak selalu tersedia.
“Perlu sesering mungkin mengadakan penyuluhan dan pembinaan dari pemerintah setempat, guna menjaga hasil yang maksimal dan menjaga ketersediaan agar berkesinambungan” tegas pria yang hobi bermain bulutangkis ini.
Peneliti dari Fakultas Pertanian, Universitas Udayana Made Sarjana mengakui terdapat kesulitan dalam teknis pemasaran produk lokal. Mengingat semua tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli. “Penjual kadang memaklumi kalau pembeli belum ada uang cash, pembayaran ditunda asal barang laku, soal harga kan tergantung ketersediaan barang” papar Sarjana.
Permasalahan berikutnya hotel punya posisi tawar lebih tinggi dari petani, sehingga bila terjadi penundaan pembayaran menjadi hal yang biasa. Belum lagi terdapat faktor trust dan kekeluargaan dalam pemasaran. “Kecuali pemerintah bisa tegas dan mengubah kebiasaan itu, misalnya ada lembaga yang ditugasi menerima keluhan petani yang produknya dibeli tidak sesuai dengan aturan perda” kata Sarjana.
Sebelumnya Gubernur Bali mengeluarkan Dalam Peraturan Gubernur Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali. Pergub tersebut mewajibkan toko swalayan, hotel restoran dan katering untuk menyerap produk lokal.
Dipaparkan dalam Pergub tersebut mewajibkan Toko Swalayan membeli dan menjual dengan besaran masing-masing Produk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan serta peternakan paling sedikit 60 % dari total volume produk yang dipasarkan dan Produk perikanan lokal Bali dan industri lokal Bali paling sedikit 30 % dari total volume produk yang dipasarkan.
Setiap Hotel, Restoran dan Katering mengutamakan pemanfaatan dalam kegiatan usahanya dengan besaran masing-masing Produk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan paling sedikit 30 % dari volume produk yang dibutuhkan; Produk peternakan paling sedikit 30 % dari kebutuhan hotel dan restoran dan paling sedikit 10 % dari kebutuhan industri pengolahan/meat processing; Produk perikanan lokal Bali dan industri lokal Bali paling sedikit 30 % dari volume produk yang dibutuhkan; dan Produk industri lokal Bali paling sedikit 20 % dari volume produk yang dibutuhkan.
Selain itu, Pergub ini mewajibkan Hotel, Restoran, Katering dan Toko Swalayan bermitra dengan: Petani, Subak, Kelompok tani, Kelompok usaha produktif, Asosiasi profesi, Pelaku UMKM, Koperasi, atau badan usaha. Disamping itu, Pergub mewajibkan Hotel, Restoran, Katering dan Toko Swalayan untuk membeli produk pertanian lokal Bali dengan harga paling sedikit 20 % di atas biaya produksi dari petani, kelompok tani, subak dan pelaku usaha tani.
Peraturan Gubernur ini juga mengatur sistem pembayaran ketika terjadi transaksi antara petani dengan pihak Hotel, Restoran, Katering dan Toko Swalayan sebagai berikut : Dalam hal Hotel, Restoran, Katering dan Toko Swalayan melakukan pembelian dari petani, subak, kelompok tani dan kelompok usaha produktif pembayaran wajib dilakukan secara tunai; dan pembelian secara tunda bayar maka wajib melakukan pembelian produk pertanian lokal Bali melalui Perusahaan Daerah, paling lama 1 bulan harus sudah dibayar.
Reporter: bbn/mul