Sembunyikan Mobil Angkot Demi Istirahat Makan
Seorang sopir angkot di Terminal Ubung-Denpasar nampak melamun sambil menunggu penumpang. Ditengah perkembangan transportasi online, fasilitas transportasi publik seperti angkot kini mulai terpinggirkan (beritabali.com/muliarta).
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Beritabali.com, Denpasar. Nyoman Logo mengaku terpaksa menyembunyikan mobil angkotnya demi dapat istirahat makan. Saat rasa lapar mulai datang, Logo sengaja tidak menaruh mobil angkotnya di Terminal Ubung agar tidak diburu penumpang. Hal ini hampir tiap hari dilakukannya di era 1982 hingga 1990an.
[pilihan-redaksi]
“Perut sudah lapar, kalau mobil ditaruh di terimal langsung diburu penumpang, makan jadi tidak enak karena penumpang pasti rewel, mobil cepat penuh dan harus segera jalan. Kalau tidak disembunyikan gak dapat waktu makan” kenang Logo yang merupakan sopir angkot jurusan Denpasar-Singaraja saat ditemui di Terminal Ubung Denpasar pada Senin (23/9) Pagi.
Kini Logo lebih banyak ngetem dan bengong menunggu penumpang di Terminal Ubung, Denpasar, karena penumpang sudah sangat jarang. Ia tak menampik bahwa perkembangan transportasi online menjadi salah satu penyebab. Belum lagi banyak yang memanfaatkan jasa antar jemput dan menyebabkan transportasi publik semakin terpinggirkan.
Sejak 5 hari lalu, ia mengaku sama sekali belum berangkat dari Terminal Ubung menuju Singaraja karena tidak dapat penumpang. Logo harus tetap ngetem sambil menunggu giliran sesama sopir jurusan Denpasar-Singaraja yang berwarna biru. Jika jam sudah menunjukkan pukul 12.30 Wita maka Logo dan sesama sopir angkot berwarna biru harus pulang dan akan digantikan oleh angkot berwarna merah hingga besok pagi-nya.
Apabila kemudian mendapatkan penumpang dan jumlahnya hanya 1-3 orang, Logo masih berpikir panjang untuk menggerakkan angkotnya. Dengan jumlah penumpang hanya 1-3 orang dan ongkos Rp. 35.000 per-penumpang belum menutupi biaya bahan bakar. Ia baru akan bersedia mengantarkan penumpangnya jika bersedia membayar lebih sekitar Rp. 10.000- Rp. 20.000 per-penumpang.
“Kalau dapat kurang dari seratus ribu gak berani berangkat, karena di jalan juga sudah tidak ada penumpang. Kalau dulu ada dan bayar lima ribu sampai tujuh ribu kan lumayan. Orang juga sudah antar jemput dengan sepeda motor sehingga sulit” ujar lelaki asal Karangasem yang telah bekerja di Denpasar sejak 1963 tersebut.
Dengan penghasilan yang sangat minim, para sopir angkot kini mengalami kesulitan dalam melakukan pemeliharaan kendaraan. Hingga tidak jarang jika kendaraan mengalami kerusakan maka akan diakali yang penting kendaraan bisa jalan. “Ban luar saja sudah enam ratus ribu, kalau ada onderdil yang rusak yang dibersihkan dulu kemudiaan kalau masih bisa diperbaiki ya sebisanya diperbaiki” kata Logo.
Sulitnya mendapatkan penumpang juga diakui oleh sopir angkot jurusan Ubung-Batubulan, Kadek Putrayana. Menurutnya sangat sulit mendapatkan penumpang di tengah perkembangan transportasi online. Bahkan pekerjaan sebagai sopir angkot kini tidak dapat lagi diandalkan sebagai mata pencaharian utama.
“Sekarang datang jam 6 pagi pulang jam 8 pagi, itu pun kadang dapat sekali jalan kadang tidak dapat. Kalau dulu tahun 1990-an dari jam 4 sampai jam 10 dapat tiga sampai 4 kali berangkat” ungkap pria asal Antiga yang mengaku telah menjadi sopir angkot sejak tahun 1990.
Putrayana mengakui kini sering keluar rumah dengan membawa angkot hanya untuk “mesliahan” sambil mengadu keberuntungan mendapatkan penumpang. Walaupun lebih sering pulang tanpa mendapatkan penghasilan dari sebagai sopir angkot. Ia mengaku tidak terlalu ngotot untuk mendapatkan penghasilan dari sebagai sopir angkot, selain karena memang penumpang sudah sangat jarang juga karena mobil angkot juga milik sendiri, sehingga tidak berpikir untuk mengumpulkan setoran. “ya kalau sudah di rumah saya jaga warung bersama istri sambil ngempu cucu” kata Putrayana.[bbn/mul]
Reporter: bbn/mul