Sejarah Perjuangan Kemerdekaan di Tihingan (2): Berjuang Lewat Kelompok Sandiwara
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Untuk mengurangi kecurigaan pihak yang anti republik, sebagai kamuflase dibentuklah perkumpulan sandiwara yang diberi nama PASTI singkatan dari Persatuan Anak Sandiwara Tihingan.
[pilihan-redaksi]
Disamping untuk alat kamuflase, juga dimaksudkan sebagai media propaganda perjuangan, tentunya terselip tujuan hiburan ringan bagi masyarakat Tihingan dan sekitarnya. Keanggotaannya pun berkembang sampai ke Penasan, Banda, Pau, Aan bangkah juga Br. Angkam/Akah.
Untuk tempat latihan dan persiapan pertunjukan dipilih tempatnya Nyoman Bebas (rumahnya Wayan Sekar) dan warung Wayan Sandia (Pan Mustika). Demikianlah setiap kali dilakukan pertunjkan/pentas, selalu mendapat sambutan/simpati masyarakat, tetapi disamping itu sekaligus juga mengundang tentara NICA dan kaki tangannya datang membuntuti dan memata-matai.
Ida Bagus Ngurah Gog bersama Wayan Cakranegara melayat ke Geriya Br. Angkan atas nama teman-teman yang lain memberikan penghormatan kepada Ida Bagus Puja yang gugur dalam pertempuran di Lampu Kintamani Bangli.
Ida Bagus Putu Gede salah seorang kader/pejuang muda yang masih berstatus pelajar SLU Saraswati Denpasar meninggal dunia karena sakit. Para guru dan pelajar SLU Saraswati Denpasar dengan beberapa bus/kendaraan datang melayat waktu penguburannya. Peristiwa ini ternyata memberi rangsangan, lebih berkobarnya semangat jiwa perjuangan.
Nyoman Bebas, Wayan Cakranegara, Wayan Sandia (Pan Mustika) diantar Wayan Mus berangkat ke Pesaban lewan Nyanglan untuk berkenalan dengan Gde Wija. Karena tak bertemu, beberapa minggu kemudian diulang kembali berdua.
Atas prakarsa beberapa orang (Wayan Suji, Wayan Berata, Wayan Dresta, Made Jedog) dengan restu para Kelian Desa (Pan Suji dkk) dibentuk pula Sekehe Gong dikoordinir oleh Wayan Suji. Sekehe ini yang dilengkapi dengan sejumlah penari: Ni Wayan Kasna, Ni Wayan Tetep, Ni Ketut Sriani, NI Made Sukaning dan I Nyoman Tama dibawah pimpinan guru tari dan tabuh dari Sukawati dan Medahan Gianyar giat berlatih hampir setiap sore/malam sehingga suasana desa menjadi semarak.
Jalinan kerjasama antara grup sandiwara, sekehe gong dengan para pimpnan desa dan masyarakat umumnya yang demikian harmonis menjadikan orang luar tidak mengetahui bahwa dibelakang semua itu ada "arus bawah" yang bergerak deras, yakni semangat perjuangan yang menggelora. Siapapun pejuang atau utusan "pedalaman" yang datang ke desa ini terjamin aman berkat kekompakan masyarakat.
Atas perintah dari "Pesraman" Ida Bagus Ngurah Gog berangkat ke Denpasar untuk mengambil bantuan senjata. Pengiriman mesin ketik milik Wayan Gubah ke Nongan lewat Gusti Ketut Canteng di Manduang dapat dilaksanakan dengan selamat diterima di daerah "Pesraman". Kemudian atas dasar mesin ketik ini pula yang tidak diketahui pemiliknya, Wayan Gubah sangat keras mendapat siksaan dari Beenstefel dan Letnan Garo dalam pemeriksaan di tahanan Belanda.
Demikian pula tugas mengawal perjalanan Pak Bayu (Pak Bonjoran) dari bangbang hingga Takmung (Gusti Ketut Tugug) untuk selanjutnya berangkat ke Jawa meminta bantuan senjata bagi kepentingan perjuangan di Bali, dapat dikerjakan dengan selamat, tak sempat kepergok dengan tentara NICA yang seliweran terutama di jalur jalan Tihingan dan sekitarnya.
Hubungan keluar oleh Ida bagus Ngurah Gog dengan I Gusti Tugug di Takmung dengan staf Dharmaputra di Bangli diantar Wayan Cakranegara yang berdomisili di Tembuku memberikan dorongan betapa pentingnya terbentuk staf sebagai wadah perjuangan yang formal.
Memasuki tahun 1947 setelah ada kepastian bahwa Cokorda Anom Putra berdiri di pihak republik, terbentuklah staf untuk Kecamatan Banjarangkan dengan nama staf BHIMA dan berkedudukan di Desa Tihingan. Peresmiannya berlansgung pada suatu malam, sedrhana, dan singkat bertempat di rumah Nyoman Kondra. Sebagai wakil dari MBU (Markas Besar Utama) datang I Gusti Ketut Tugug dan Ida Bagus Anom (Takmung).
Adapun susunan lengkap staf BHIMA antara lain:
1. I Wayan Sudha (Ketua)
2. I Nyoman Bebas (Penghubung)
3. Ida bagus Ngurah Gog (Perlengkapan)
4. Nyoman Nesa (Pembelaan)
5. Nyoman Kondra (Pol,Sos, Ekonomi)
6. I Made Orta (Penerangan)
7. AA. Gde Oka (Kejaksaan)
Dalam kepengerurusan staf Bhima dan ranting-ranting, I Wayan Cakranegara tak tercantum, sebab yang bersangkutan menetap di SR Tembuku Bangli dan tercatat sebagai Wakil Kepala Staf Dharmaputra III yang berkedudukan di Tembuku Bangli. Nama Bhima dipilih karena dirasa cocok dengan semangat/jiwa perjuangan yang ada waktu itu.
Setelah terbentuknya staf Bhima sebagai wadah formal perjuangan, kegiatan perjuangan (ondergronds aksi) makin giat dilancarkan, Di pihak lawan (tentara NICA dan kaki tangannya) makin giat dan gencar pula membuntuti gerak-gerik teman kita baik itu di tempat kerja, di desa, di keramaian tontonan sandiwara/gong dan lainnya. Di sini mereka berusaha menekan, memotong, setiap langkah perjuangan di barisan belakang untuk mengendorkan perlawanan di front/kantong-kantong gerilya di pedalaman. Mereka tentu juga mengetahui betapa teman-teman mereka (NICA) mendapat perlawanan yang cukup sengit dari pada gerilyawan kita.
Kendati terasa situasi semakin sulit, makin terjepit oleh gencarnya patroli tentara NICA dan gandeknya, namun pertemuan-pertemuan rahasia baik yang sifatnya intern maupun penrimaan teman/utusan dari "pedalamam" masih sempat dilakukan dengan tempat yang diatur bergantian yakni di geriya, di tempat Nyoman Bebas ataupun di tempat lain. Sementara itu kegiatan kesenian sandiwara dan Gong diusahakan berjalan seperti biasa, seakan-akan tak terpengaruh oleh situasi yang sebenarnya sudah makin sulit dan mengimpit.
Sumber: informasibali.com untuk beritabali.com
Reporter: bbn/net