search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Perajin Tenun Cacag Dilatih Buat Pewarnaan Berbahan Alami
Jumat, 27 November 2020, 18:10 WITA Follow
image

beritabali/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, GIANYAR.

Disperindag dengan Dekranasda Kabupaten Gianyar fasilitasi pelatihan membuat pewarnaan berbahan alami untuk Perajin Tenun Cacag kelompok Tenun Sari Bhakti Banjar Pesalakan, Desa Pejeng Kangin, Kecamatan Tampaksiring, Jumat (27/11). 

Pewarnaan alami ini menggunakan daun-daun yang ada di sekitar lingkungan. Materi tentang pewarnaan diawali oleh instruktur Made Andika dari Pagi Moltly dengan mengajarkan peserta cara membuat berbagai warna yang berasal dari berbagai jenis daun seperti daun kopi untuk warna coklat, daun mangga untuk warna kuning, daun ketapang dan daun singapur untuk warna hitam, daun kayu secang untuk warna merah dan daun indigo untuk warna biru.

Khusus untuk warna biru menurut Made Andika, prosesnya agak lebih rumit dari proses pewarnaan lainnya. Daun indigo perlu diproses sedemikian rupa sehingga membentuk pasta, baru bisa diolah lagi untuk pewarnaan. Saat ini dirinya fokus dulu mengajarkan membuat warna biru, karena proses membuat warna ini lumayan susah dan cukup lama.  

Sedangkan untuk warna lainnya, juga sudah ajarkan mulai dari metik, memotong, hingga mengolahnya menjadi sebuah warna.

“Untuk proses belajar pewarnaan  kita ajarkan mulai dari persiapannya. Mulai dari memetik daun hingga diprosesnya dibutuhkan waktu berapa jam sebelum bisa diterapkan dalam benang,” jelas Made Andika.

Ditambahkan, untuk tingkat ketahanan untuk warna alam memang tidak sekuat atau seterang warna kimia dan memerlukan perlakuan yang khusus. Setelah jadi barang atau kain, kain tidak boleh dicuci dengan deterjen, harus dicuci dengan buah klerek, tidak boleh dijemur langsung dibawah terik matahari. 

Bahkan kain dengan warna alam tidak dianjurkan untuk digunakan terlalu sering, atau dailyware. Maksudnya kalau terlalu sering dipakai warna lebih cepat pudar. Karena proses yang lama dan cukup rumit inilah membuat kain ini lumayan mahal harganya.

“Mulai memetik daun hingga warna itu jadi, bisa memakan waktu semingguan. Minimal untuk pencelupan benang untuk  warna alam itu harus dilakukan  3 kali dalam satu jam. Itu untuk pencelupannya saja, belum lagi jika mengingikan warna yang lebih tua atau gelap lebih lama lagi. Jadi terasa wajar jika harganya lumayan mahal,” kata Made Andika.

Dalam proses ini Andika juga mengajarkan bagaimana warna agar tidak luntur. Yang perlu juga ditekankan juga, warna natural itu tidak akan pernah mendapat hasil warna yang terang atau cerah atau mengkilap. Warna alam itu cenderung soft, tua dan agak gelap istilahnya warna vintage 

Terkait dengan tenun cagcag menurut Made Andika, penenun  menggunakan benang katun, nantinya dirinya akan mengajarkan ibu-ibu untuk mengkombinasikan dengan benang glos yang sedikit kasar. Ini marketnya beda nanti. 

Artinya mengkombinasikan benang yang halus dengan dengan benang yang sedikit kasar, tapi bisa bagus hasilnya. Kain ini bisa dipakai di interior sarung bantal, tirai, table ware bahkan juga selendang. Dan harganya bisa lebih mahal. 

Inilah tujuan saya mengajarkan ibu-ibu disini, karena jenis kain ini kita bisa mengangkat harganya. Kalu kita bermain di warna alam, kita harus bisa jelaskan ke customer prosesnya bagaimana, bila perlu kita harus dokumentasikan mulai proses memetik daun, pencelupan dan hingga proses menenun.

“Pangsa pasar kain warna lama memang berbeda, biasanya dari kalangan menengah ke atas yang memang peduli dengan kelestarian lingkungan. Jadi mereka membeli dengan harga yang agak mahal tidak masalah," imbuhnya lagi.

Selain materi pewarnaan, peserta sebelumnya juga mendapat materi pelatihan tentang menenun dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) dengan narasumber IB Adnyana di Putri Ayu Blahbatuh Gianyar.

Sementara itu, Ketua Dekranasda Gianyar, Ny Adnyani Mahayastra didampingi Kadisperindag Gianyar Luh Gede Eka Suari mengatakan, perajin Tenun ini masih  bersifat tradisional baik desain atau pewarnaan. Jadi Disperindag dan Dekranasda sengaja mendatangkan pelatih yang memang fokus tentang itu. Lagipula sekarang pangsa pasar terutama Internasional kembali melirik ke warna alam. 

"Saya harap dengan pelatihan perajin kita di Pesalakan binaan Dekranasda Gianyar mulai paham bahwa perwarnaan bisa didapat dari lingkungan sekitar kita. Sangat ingin mengembangkan Tenun Cagcag lebih luas lagi," ujarnya.

Reporter: bbn/gnr



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami