Biaya Haji Makin Mahal, Ini Sederet Biang Keroknya
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, NASIONAL.
Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun ini dibandingkan tahun 2022. Kenaikannya mencapai Rp514 ribu. Pada tahun ini rata-rata BPIH yang diusulkan mencapai Rp98,8 juta Sementara tahun lalu rerata BPIH sebesar Rp98,3 juta.
Selain biaya BPIH yang naik, Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah turut naik signifikan. Pada tahun ini, besaran biaya yang ditanggung jemaah sebesar Rp69,2 juta, jumlah Bipih tersebut melonjak nyaris dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp39,8 juta. Hal ini terjadi karena adanya perubahan skema persentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat.
Dimana pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat. Pasalnya hal tersebut ditujukan untuk menjaga keberlangsungan dana nilai manfaat di masa depan.
Profesor Keuangan Universitas Padjadjaran Dian Masyita menjelaskan peliknya dinamika pengelolaan dana haji di Indonesia. Dinamika ini mengacu pada kondisi portofolio investasi dana haji, kenaikan biaya yang signifikan per jemaah haji mencapai Rp69 juta/jamaah, hingga kondisi perekonomian Arab Saudi yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan haji mereka.
Hal tersebut disampaikan Dian di depan Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam rapat dengar pendapat bersama Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 2023 di Komisi VIII DPR RI, Kamis (9/2/2023).
"Kenaikan biaya di sini dari 2019 sampai 2022 dilihat harganya cukup besar, yaitu Rp70 juta kurang lebih, dan biaya yang dibayarkan per jamaah tahun lalu sebesar Rp98,5 juta. Inilah dinamika yang terjadi dan banyak hal yang membuat hitungan jadi dinamis," terangnya.
Dian menilai, dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) memang harus ditempatkan di tempat investasi yang aman. Oleh karena itu, pemilihan investasi yang rendah resiko tentunya akan menghasilkan keuntungan yang rendah pula. Itulah mengapa nilai manfaat kelola dana haji sulit untuk berkembang hingga 2-3 kali lipat.
"Portofolio investasi untuk dana-dana seperti haji ini tentu harus dijaga keamanannya sehingga tidak mudah memilih portofolio seperti instrumen lainnya," lanjutnya.
Dengan kondisi tersebut, jelas Dian terdapat dinamika yang juga tidak terelakkan. Pertama, dana Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang relatif tetap dari tahun ke tahun.
Menurut Dian, dana BPIH tersebut masih bisa diefisiensikan dari sisi konsumsi, transportasi, dan akomodasi sehingga jumlah BPIH yang ditetapkan bisa lebih rendah dari Rp98,8 juta seperti yang diusulkan Kementerian Agama.
Begitu juga uang saku jamaah haji, menurut Dian hal tersebut masih bisa disesuaikan sesuai kondisi keuangan dana haji, dalam kata lain masih bisa dikurangkan untuk menurunkan BPIH.
Sebagai informasi, pemerintah menguraikan rincian biaya Rp69,2 juta yang dibebankan langsung oleh jemaah, dimana biaya tersebut akan digunakan untuk membayar a.l. biaya penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33,98 juta; akomodasi Makkah Rp18,77 juta; akomodasi Madinah Rp5,6 juta; biaya hidup Rp4,08 juta; visa Rp1,22 juta; dan paket layanan masyair Rp5,54 juta.
Selain itu yang menjadi dinamika selanjutnya adalah kondisi nilai tukar dolar AS yang naik turun juga semakin menambah sulit penetapan harga BPIH. Pasalnya, dolar AS menjadi patokan mata uang dunia.
Selain itu, terdapat biaya penerbangan dan layanan Masyair (biaya untuk prosesi ibadah haji selama di Arafah, Mina, dan Muzdalifah selama empat hari) yang harganya sangat dinamis. Serta juga diperparah dengan biaya akomodasi, katering, dan transportasi yang naik tinggi.
"Pola inflasi Saudi tinggi, juga kita tidak tahu apa kebijakan lebih lanjut, tapi ini subject to efficiency jadi biaya akomodasi, katering, itu variabel yang masih bisa diefisienkan,"
Kendati demikian, menurut Dian biaya penerbangan dan biaya masyair itu seharusnya masih bisa dinegosiasikan. Pihak penyelenggara haji dapat menegosiasikan biaya dengan Garuda Indonesia yang juga merupakan perusahaan milik negara. Sedangkan untuk biaya layanan masyair Dian juga melihat ada peluang untuk diturunkan.
"Kemudian biaya penerbangan, subject to negotiation, bisa berbagi beban dengan Garuda Indonesia, kemudian layanan masyair, subject to lobbying, bagaimana bisa harganya diturunkan," pungkasnya.(sumber: cnbcindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net