Efek Gerhana April 2023 dan Bias Opini Publik
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Gerhana secara astrologi adalah momen astronomi (dan astrologi) yang kurang mujur karena teralangnya energi positif yang seharusnya bermanfaat bagi kesejahteraan manusia.
Gerhana senantiasa terjadi secara teratur, tetapi efek tiap-tiap gerhana akan berbeda tergantung dari konjungsi planet-planet dan medan di mana gerhana itu terjadi. Gerhana paling ’mengerikan’ di abad ini adalah gerhana di pengujung tahun 2019 lalu, saat matahari, bulan, Jupiter, Saturnus, Ketu, Rahu dan Pluto berada dalam satu medan.
Pluto (Patala), meskipun jarang diperhitungkan dalam astrologi tradisional, adalah planet pembawa infeksi. Kita tahu apa yang terjadi beberapa bulan setelah gerhana itu, bukan?
Menurut kitab-kitab Jyotisa, efek gerhana matahari biasanya mulai terjadi 3 bulan setelah gerhana terjadi. Sementara itu, efek gerhana bulan biasanya terjadi beberapa hari atau minggu setelahnya. Durasi gerhana matahari akan mempengaruhi seberapa lama efek itu akan bertahan. Efek paling signifikan biasanya terjadi di lokasi-lokasi di mana gerhana tersebut tampak.
Misalnya, gerhana matahari 20 April 2023 kemarin mulai terjadi sekitar pukul 9:30 dan berakhir pukul 12:30. Jadi, durasi maksimumnya sekitar 3 jam atau kurang lebih 4-5 muhurta. Dengan demikian, kita dapat memprediksi efek puncak gerhana ini akan terjadi selama kurang lebih 3 bulan.
Pada gerhana matahari 20 April 2023 lalu, ada empat benda langit yang berkumpul dalam satu medan (Rasi Aries), yakni matahari (Raditya), bulan (Soma), Merkurius (Budha) dan Kala Rahu. Penguasa Rasi Aries adalah Mars (Anggara), sehingga sifat planet Mars (berkobar, panas, reaktif) menguasai medan gerhana itu. Merkurius ada di medan Mars (Aries) dan Mars pada saat yang sama ada di medan Merkurius (Rasi Gemini). Jadi, kedua planet ini saling ’intip’ medan.
Dari kombinasi itu dapat disimpulkan secara garis besar bahwa gerhana ini akan berdampak pada kecerdasan (penentuan kebijakan, opini) dan sikap masyarakat dan pemerintah. Masyarakat diwakili oleh Sang Hyang Ketu dan pemerintah diwakili oleh matahari. Posisi Mars dan Merkurius berpotensi menimbulkan sikap reaktif, egois, argumentatif (menggunakan kecerdasan dan tipu daya) yang cukup merepotkan pemerintahan.
Sementara itu, pada saat gerhana, tiga benda langit yaitu matahari, bulan dan Kala Rahu berada pada bintang (naksatra) Aswini. Aswini adalah bintang yang memiliki sifat Sang Hyang Ketu. Sifat energi Ketu adalah ”broadcaster” atau penyiar. Karena itu, hendaknya jangan terlibat dalam konflik atau adu argumen.
Baca juga:
Gerhana Matahari Hibrida Kamis 20 April 2023: Lokasi dan Jadwal Lengkap di Seluruh Indonesia
Lebih banyaklah menyepi, mengheningkan diri, menjauh dari isu-isu palsu dan deceptive statements (hoaks, misinformasi dan penggiringan opini). Akan ada pihak-pihak yang menggunakan kecerdasannya untuk mengalihkan isu. Kita juga mesti menolak hal itu dengan memperbanyak literasi.
Tahun ini masih menjadi momen yang kurang bagus untuk pemerintahan. Pemerintah memerlukan masukan, ide segar dan bimbingan dari kaum cendekiawan dan rohaniwan, tetapi sepertinya suara mereka belum didengarkan. Apabila pemimpin naik tahta pada periode ini, akan menimbulkan potensi terjadi gangguan dalam negaranya karena sifat ini. Jadi, pemerintah hendaknya lebih banyak mendengarkan suara kaum intelektual sejati dan kaum spiritualis (rohaniwan).
Kemungkinan besar akan terjadi gelombang panas dan kemarau besar mulai 3-4 bulan setelah gerhana (Juli-Agustus), tetapi (astungkara) akan berkurang setelah 3 bulan (sekitar Oktober-November).
Prediksi ini tidaklah sepenuhnya tepat. Ada faktor-faktor alam lain yang mendukung maupun menetralisirnya. Namun, tiada salahnya apabila kita berhati-hati.
Semoga bermanfaat.
Penulis
Arya Lawa Manuaba
Editor: Robby
Reporter: bbn/opn