Saudi Hukum Siswi SMP 18 Tahun Bui Gegara Unggahan di Medsos
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DUNIA.
Pengadilan Arab Saudi menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara kepada seorang siswi sekolah menengah pertama (SMP) karena salah satu cuitannya di Twitter (kini X).
Kelompok aktivis HAM, ALQST, melaporkan Pengadilan Pidana Khusus Saudi menghukum siswi usia 18 tahun bernama Manal al-Gafiri, karena membela tahanan politik Riyadh pada Agustus lalu.
Mengutip Middle East Eye, ini merupakan hukuman kesekian di bawah pemerintahan Perdana Menteri sekaligus Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman (MbS), yang menyasar warga gegara unggahan di media sosial.
Sebelumnya, seorang pensiunan guru, Mohammed al-Ghamdi, dihukum mati karena membuat komentar di Twitter dan Youtube. Calon doktor Universitas Leeds, Salma al-Shehab, juga dihukum karena sebuah twit tahun lalu.
Kepada Fox News, MbS mengonfirmasi hukuman mati yang diberikan otoritas Saudi terhadap Ghamdi. Dia lalu mengaku malu atas "hukum buruk" yang tak bisa dia ubah.
"Kami tidak senang akan hal itu. Kami malu. Tapi di bawah sistem juri, Anda harus mengikuti hukum yang berlaku, dan saya tidak bisa meminta hakim tak mengindahkan aturan karena itu bertentangan dengan hukum," kata MbS, seperti dikutip Middle East Eye, Sabtu (23/9).
Meski berkata demikian, kelompok pembela HAM dan pengacara Saudi menuding MbS bahwa serangkaian hukuman perkara media sosial itu berkaitan dengan upayanya meraup kekuasaan penuh di Riyadh.
"Dia punya kemampuan, dengan satu kata maupun goresan pena, untuk mengubah undang-undang dalam hitungan detik jika dia mau," kata pengacara dan konsultan hukum Organisasi Hak Asasi Manusia Saudi Eropa, Taha al Hajji, kepada Middle East Eye.
Menurut peneliti di Human Rights Watch Saudi, Joey Shea, otoritas Saudi menghukum Ghamdi menggunakan undang-undang kontra-terorisme yang disahkan pada 2017 lalu, tak lama setelah MbS menjabat sebagai putra mahkota.
Undang-undang itu sendiri dikritik karena definisi terorismenya yang "karet".
Di tahun tersebut, dua badan hukum yakni Kepresidenan Keamanan Negara dan Kantor Penuntutan Publik juga dibentuk berdasarkan dekrit kerajaan.
Sejumlah kelompok HAM pun berpendapat badan-badan itu dibuat untuk menindas suara-suara oposisi.
"Kekerasan ini ada di bawah pemerintahan MbS, dan sangat konyol bahwa MbS menyalahkan pengadilan padahal dia dan otoritas senior Saudi memiliki kekuasaan begitu besar kekuasaan atas pengadilan dan aparat politik," ujar Shea.(sumber: cnnindonesia.com)
Editor: Juniar
Reporter: bbn/net