Antropolog UHN IGB Sugriwa Denpasar: Pragmatisme Politik Jangan Tutupi Kasus AWK
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Buntut dari pernyataan kontroversialnya, Arya Wedakarna (AWK) diadukan ke pihak berwajib. Selain itu, ia juga dikabarkan akan didemo berjilid-jilid oleh ormas Islam di Bali.
Menanggapi hal itu, Antropolog Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, I N Y. Segara menyatakan di tahun politik menjelang Pilpres sangat rawan isu seperti itu menjadi liar. Menurutnya, pernyataan AWK jangan sampai dipolitisasi sehingga substansi masalahnya menjadi ke mana-mana, atau malah hilang.
“Pragmatisme politik untuk kepentingan sesaat jangan sampai menghilangkan masalah yang sesungguhnya, apalagi demonya hanya akan menghasilkan ekses yang kontraproduktif”, kata antropolog kelahiran Pulau Serangan, Denpasar beberapa waktu lalu.
Segara melanjutkan, jika mencermati pernyataan AWK memang terdapat narasi yang diskriminatif berbau SARA, dan itu sangat disayangkan karena kehidupan keagamaan di Bali sejak lama menjadi role model bagi daerah lainnya. Bahkan secara historis, relasi antara Hindu dan Islam sudah berlangsung sangat lawas, terutama saat kedatangan Islam pertama dari Jawa ke Gelgel, Klungkung.
Seperti diketahui, hampir di semua wilayah di Bali, terdapat banyak kampung Islam yang telah mewariskan artefak toleransi. Bahkan beberapa kearifan lokal Bali juga sudah menjadi “milik bersama”, misalnya menyama braya, metulungan, dan ngejot.
Baca juga:
AWK Klarifikasi Videonya Dipotong, MUI Bali: Apa Tidak Punya Isu Lebih Elegan dan Intelektual
Beberapa Kampung Islam juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari desa adat di Bali, selain menjadi bagian dari desa dinas. Secara adat, mereka di atur melalui awig-awig, terutama pada aspek pawongan dan palemahan.
Oleh karena itu, pernyataan AWK dianggap menciderai upaya pemerintah yang sejak tiga tahun terakhir ini sangat gencar membumikan gerakan moderasi beragama. Bahkan mulai tahun 2024, gerakan ini akan lebih banyak menyasar masyarakat di akar rumput.
“Jika pernyataan AWK itu salah, saya kira sebagai negara hukum, bisa dibawa ke ranah itu. Jangan lupa, karena beliau seorang senator, masalah itu juga bisa diselesaikan melalui mekanisme di Badan Kehormatan DPD RI. Jadi tidak perlu demo berlebihan agar suasana Bali tetap kondusif,” ujar dosen yang juga instruktur nasional penguatan moderasi beragama.
Segara mengingatkan agar semua pihak tidak terkesan reaksioner apalagi mengambil keuntungan hanya karena AWK seorang tokoh populer. Segara juga meminta, untuk memenuhi rasa keadilan khususnya di mata hukum, peristiwa yang sama juga harus diberlakukan kepada siapa saja yang melakukan tindakan rasis dan diskriminatif.
“Oleh karena itu, sebagai antropolog, saya ingin Bali tetap menjadi rumah bersama dengan segala dinamika yang tidak bisa dihindari. Bali harus terus belajar dari keras lunaknya perubahan sosial, budaya, ekonomi, politik termasuk agama. Dan itu yang harus ditanggungnya sebagai benteng terbuka,” ujarnya menutup pembicaraan sembari mengutip karya Nordholt berjudul “Bali: Benteng Terbuka 1995-2005.”
Editor: Robby
Reporter: bbn/tab