search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Outlook Ekonomi Bali 2025 dan Dampak Kebijakan PPN 12 Persen
Sabtu, 21 Desember 2024, 18:22 WITA Follow
image

beritabali/ist/Outlook Ekonomi Bali 2025 dan Dampak Kebijakan PPN 12 Persen.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi Bali untuk menghadapi tantangan baru dalam perekonomian, salah satunya adalah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen. 

Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara secara nasional, ada kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap daya beli masyarakat dan sektor utama Bali, yaitu pariwisata.

Sebagai provinsi yang sangat bergantung pada pariwisata, kenaikan PPN berpotensi mempengaruhi harga jasa dan produk terkait pariwisata, seperti penginapan, makanan, dan aktivitas wisata. Hal ini dapat membuat Bali kurang kompetitif dibandingkan destinasi wisata lainnya di Asia Tenggara yang menawarkan harga lebih terjangkau. Jika tidak dikelola dengan baik, kenaikan harga dapat mengurangi jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara, yang merupakan tulang punggung ekonomi Bali.

Namun, para ahli menilai bahwa dengan pengelolaan kebijakan yang tepat, dampak negatif dari penerapan PPN 12 persen dapat diminimalkan. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pemberian insentif khusus kepada pelaku pariwisata, seperti subsidi untuk sektor-sektor strategis yang dapat menjaga daya tarik Bali sebagai destinasi wisata utama. Selain itu, pemerintah juga bisa memberikan insentif pajak untuk usaha kecil dan menengah (UMKM), yang selama ini menjadi bagian penting dari perekonomian lokal.

Kenaikan PPN juga diprediksi akan memengaruhi daya beli masyarakat Bali, dengan meningkatnya harga barang dan jasa. Penurunan konsumsi rumah tangga sebagai dampak dari kebijakan ini dapat memperlambat pertumbuhan sektor perdagangan, yang selama ini turut mendominasi perekonomian Bali selain sektor pariwisata.

Untuk menghadapi tantangan ini, diversifikasi ekonomi menjadi langkah strategis yang harus terus diperkuat. Pemerintah diharapkan dapat mendorong pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya, seperti pertanian berbasis ekspor. Salah satu potensi besar Bali adalah produk pertanian seperti kopi Kintamani, yang sudah dikenal di pasar internasional. Pengembangan sektor kreatif dan digital yang telah menunjukkan pertumbuhan signifikan pascapandemi juga menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada sektor pariwisata.

Di sisi lain, penguatan infrastruktur dan pengembangan destinasi wisata baru di Bali juga dinilai penting untuk menjaga daya tarik wisatawan. Bali perlu memperkenalkan wisata berkualitas dengan pengalaman yang unik untuk menjaga citranya sebagai destinasi premium. Promosi yang efektif dan peningkatan kualitas layanan juga diperlukan agar Bali tetap menjadi pilihan utama wisatawan meski dengan kenaikan PPN.

Pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat koordinasi dengan pelaku ekonomi lokal, agar dampak kenaikan PPN tidak terlalu membebani masyarakat dan pelaku usaha. Penyederhanaan regulasi bisnis dan kebijakan yang lebih mendukung UMKM juga akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas perekonomian Bali.

Dengan pendekatan yang tepat, Bali memiliki peluang untuk menghadapi tantangan ini dan menjadikannya sebagai kesempatan untuk menciptakan struktur ekonomi yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Tahun 2025, meskipun penuh tantangan, diyakini dapat menjadi awal transformasi bagi Bali menuju perekonomian yang lebih inklusif dan adaptif.

Penulis

Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana S.E., M.M
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undiknas Denpasar

Editor: Redaksi

Reporter: bbn/opn



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami