Organda Bali Dituding Biang Kisruh Taksi Konvensional Vs Grab dan Uber
Senin, 11 April 2016,
03:05 WITA
Follow
IKUTI BERITABALI.COM DI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Organda Bali dituding menjadi biang kisruh angkutan taksi konvensional dengan angkutan berbasis online baik GrabCar maupun Uber Taksi. Organda Bayali ng seharusnya bisa menjembatani kedua belah pihak, justru sebaliknya tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, sehingga persoalan itu tak kunjung usai.
Hal ini disampaikan Ketua Koperasi Ngurah Rai Bali, Wayan Pande Sudirta SH di Denpasar, Minggu (10/4/2016).Pande memandang GrabCar dan Uber Taksi bukanlah penyelenggara angkutan umum, sehingga para sopir taksi konvensional yang menolak selama ini bukanlah mempermasalahkan aplikasi angkutan online tersebut.
Menurut Dewan Pimpinan Unit Taksi Bali ini, GrabCar dan Uber Taksi harusnya hanya sebagai penyedia aplikasi bukan berlaku seperti operator taksi yang menentukan dan mengatur tarif.
"Titik masalahnya ada di legal standing dan tarif, kalau kedua masalah itu jelas, tidak akan ada masalah. Kita (taksi konvensional dan angkutan online) akan sama-sama jalan," ujar Pande.
Grab, jelas Pande, tidak memiliki badan hukum dan ijin yang bergerak di bidang transportasi umum. Di Grab juga tidak ada koordinasi antara pengemudi di lapangan dengan induknya.
"Harganya 65 persen turun sehingga merusak tarif yang berlaku di taksi konvensional. Ia juga tidak ada legal standing, itu masalah utamanya," jelas Pande.
Sebelum adanya GrabCar dan Uber Taksi, lanjut Pande, kendaraan sewa tarifnya selalu lebih tinggi dari taksi, sehingga orang lebih memilih naik taksi. Dengan adanya aplikasi angkutan online ini (GrabCar dan Uber Taksi), tarif taksi seolah lebih tinggi dari angkutan sewa.
"Organda lah yang sebenarnya berperan untuk menyetarakan masalah itu, baik persoalan legal standing maupun soal kesenjangan tarif. Di sini Organda Bali tidak melakukan perannya sebagai mana mestinya, saya tidak menyebut mandul, tapi tidak menjalankan fungsinya dengan baik," ungkap Pande yang juga Wakil Ketua III Organda Bali ini mengakui.
"Pengurus Organda Bali tidak kompak, ada oknum yang mengambil keuntungan di dalam, mencari keuntungan dengan adanya Grab itu. Organda sejatinya memproteksi anggotanya, ketika ada Grab masuk, Organda Bali tidak bisa bersikap, ini melindungi anggota atau melemahkan anggota?" imbuh Pande.
Ketua Biro Angkutan Sewa Organda Badung, Wayan Suata, menambahkan, Organda Bali harusnya bisa menjembatani, sehingga tarif angkutan taksi konvensional dan angkutan berbasis online bisa sama sehingga tidak muncul kecemburuan sosial.
"Organda Bali mandul jika tidak bisa selesaikan persoalan ini," tandasnya.
Organda Bali Ikut Bermain?
Pengakuan sejumlah sumber di internal Organda bahkan menuding Wahana Dharma yang bernaung sebagai Koperasi dibawah Organda Bali, disebut sebagai calo perizinan yang memuluskan angkutan yang bermodal asing, seperti Kura-Kura Transport serta angkutan berbasis online GrabCar dan Uber Taksi yang sudah dilarang Gubernur beroperasi di Bali.
"Wahana itu Ketuanya Pak Sutharma, tapi pak Eddy yang memegang peran disana. Wahana Dharma itu Koperasinya Organda," tegas sumber yang tak mau namanya ditulis belum lama ini.
Masih menurut sumber tadi, akibat merebaknya dugaan permainan rekomendasi izin angkutan di Organda Bali, membuat sejumlah pengurus Organda lainnya naik pitam untuk melakukan mosi tidak percaya terhadap Ketua Organda Bali. Bahkan sebagian besar diam-diam sudah mengusulkan ke DPP agar dilaksanakan Musdalub (Musyawarah Daerah Luarbiasa) DPD Organda Bali, agar oknum yang diduga terlibat bisa fokus menghadapi kasus tersebut di Kejati Bali, sekaligus membersihkan nama baik Organda Bali yang selama ini diduga terlibat pungli izin angkutan, terutama di Wahana Dharma.
"Kejati diharapkan juga mengusut Wahana Dharma yang nota bene Koperasi Organda yang seharusnya membela pengusaha yang bernaung di bawah Organda. Justru Wahana menjadi pesaing pengusaha transportasi di Bali. Bahkan Kura-Kura Transport malah menempel izin di Wahana Dharma. Ada apa ini?," tanyanya keheranan.
Namun sebelumnya, setelah dituding menjadi calo perizinan bersama oknum Dinas Perhubungan, Ketua DPD Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra membantah tidak ada permainan izin angkutan terutama aplikasi GrabCar di Bali. Namun Eddy mengaku jika pihaknya hanya
memberikan refrensi dan rekomendasi kepada anggotanya agar ikut bergabung dengan GrabCar. Pengakuan itu disampaikan langsung bersama Wakil Ketua Organda, A.A. Supartha Djelantik beserta pengurus Organda lannya, seperti Nyoman Arthaya Sena dan Wayan Suata.
"Itu omong kosong. Tidak ada kita permainkan izin GrabCar. Kita hanya mengakomodasi anggota kita yang bergabung dengan GrabCar. Iya kami memang memberikan refrensi dan rekomendasi kepada para anggota agar ikut GrabCar. Kami sosialisasikan kepada anggota untuk ikut GrabCar," ucapnya.
Berita Denpasar Terbaru
Reporter: bbn/tim