search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Perjalanan Sejarah PDI hingga PDIP (Bagian 1-4): Peristiwa 27 Juli
Sabtu, 10 Agustus 2019, 09:00 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/liputan6.com

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Beritabali.com, Denpasar. Setelah gagalnya Kongres IV PDI di Medan, muncul nama Megawati Soekarnoputri yang diusung warga PDI untuk tampil menjadi ketua umum karena dianggap mampu menjadi tokoh pemersatu PDI. Muncul kekhawatiran pemerintah dengan fenomena tersebut.
 
[pilihan-redaksi]
Untuk mengadang laju Megawati, dalam acara Rapimda PDI Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1993, muncul larangan mendukung pencalonan Megawati dalam Kongres Luar Biasa (KLB) yang akan digelar pada 2-6 Desember 1993 di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.
 
Namun, keinginan sebagian besar peserta KLB untuk menjadikan Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDI tidak dapat dihalangi. Akhirnya Megawati dinyatakan sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1998 secara de facto. Akhirnya, dalam Musyawarah Nasional (Munas) 22-23 Desember 1993 di Jakarta, secara de jure Megawati Soekarnoputri dikukuhkan sebagai Ketua Umum DPP PDI.
 
Berakhirnya Munas ternyata tidak mengakhiri konflik internal PDI. Kelompok Yusuf Merukh membentuk DPP PDI Reshuffle walau tidak diakui oleh pemerintah, tetapi kegiatannya tidak pernah dilarang.
 
Di samping itu kelompok Soerjadi sangat gencar mencari dukungan ke daerah-daerah dengan tujuan mendapatkan dukungan menggelar Kongres. Dari 28 pengurus DPP PDI, 16 orang anggota DPP PDI berhasil dirangkulnya untuk menggelar Kongres.
 
Meski ditentang, Kelompok Fatimah Achmad yang didukung pemerintah tetap menyelenggarakan Kongres pada 22-23 Juni 1996 di Asrama Haji Medan dengan penjagaan yang sangat ketat dari aparat keamanan lengkap dengan kendaraan panser.
 
Warga PDI yang tetap setia mendukung Megawati berunjuk rasa besar-besaran pada 20 Juni 1996 yang berakhir bentrok dengan aparat dan dikenal dengan Peristiwa Gambir Berdarah.
 
Meskipun masa pendukung Megawati menolak keras Kongres Medan, pemerintah tetap mengakui hasil Kongres tersebut. Pemerintah mengakui secara formal keberadaan DPP PDI hasil Kongres Medan dan menyatakan PDI hasil Kongres Medan sebagai peserta Pemilu 1997.
 
Tanggal 25 Juli 1996 Presiden Soeharto menerima 11 pengurus DPP PDI hasil Kongres Medan yang dipimpin Soerjadi selaku Ketua Umum dan Buttu Hutapea selaku Sekretaris Jenderal PDI. Hal ini membuat posisi Megawati dan para pengikutnya semakin terpojok.
 
Masa pendukung Megawati menggelar Mimbar Demokrasi di halaman Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro hingga 27 Juli 1996. Hari itu, kantor DPP PDI diserbu ratusan orang berkaos merah yang bermaksud mengambil alih kantor DPP PDI. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Peristiwa 27 Juli yang banyak menelan korban jiwa.
 
[pilihan-redaksi2]
Pasca peristiwa 27 Juli, Megawati beserta jajaran pengurus tetap eksis walaupun dengan berpindah-pindah kantor dan aktivitas yang dilakukan di bawah pantauan pemerintah. Pada Pemilu 1997 Megawati melalui pesan hariannya menyatakan bahwa PDI di bawah pimpinannya tidak ikut kampanye atas nama PDI.
 
Pemilu 1997 diikuti oleh PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi dan hasil Pemilu menunjukkan kuatnya dukungan warga PDI kepada Megawati karena suara PDI merosot tajam dan hanya berhasil meraih 11 kursi DPR.
 
Tahun 1998 membawa angin segar bagi PDI Megawati. Di tengah besarnya keinginan masyarakat untuk melakukan reformasi politik, PDI di bawah kepemimpinan Megawati kian berkibar. Pasca-lengsernya Soeharto, dukungan terhadap kepemimpinan Megawati semakin kuat. (sumber:Liputan6.com)

Reporter: bbn/rls



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami