search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Keluarga Pejuang Gelar Tradisi Memunjung Saat Peringatan Puputan Margarana
Kamis, 21 November 2019, 09:00 WITA Follow
image

beritabali.com/ist

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, TABANAN.

Setiap peringatan Puputan Margarana ribuan keluarga pejuang gelar tradisi memunjung di Taman Pujaan Bangsa Margarana. 

[pilihan-redaksi]
Keluarga yang datang tidak hanya dari Tabanan, melainkan ada dari Karangsem dan Buleleng.Tradisi memunjung digelar untuk mendoakan para pejuang yang telah gugur. 

Peringatan Puputan Margarana ke-73, pada Rabu, (20/11) dipimpin oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Ardana Sukawati atau Cok Ace. Selain upacara bendera juga digelar upacara agama dibawah naungan Desa Adat Kelaci sekaligus digelar tradisi mepeed. 

Sementara untuk tradisi memunjung, sudah menjadi pemandangan setiap tahun dan makam para pahlawan dipadati oleh keluarga. Ada yang menggunakan pakian adat atapun menggunakan pakian sehari-hari. 

Seperti biasa, sebelum melakukan upacara memunjung, makam leluhur mereka dikenakan wastra (kamen). Kemudian baru dihaturkan upakara berupa punjung dan keluarga yang hadir melaksanakan persembahyangan. Diakhir prosesi, upakara yang usai dihaturkan, dilungsur dan disantap secara bersama-sama. 

Seperti yang dilaksanakan oleh Ni Putu Gunarsa, 74. Dia mengaku sudah menjadi agenda tahunan, ketika memperingati Puputan Margarana selalu datang ke Tabanan gelar tradisi memunjung untuk pamanya I Ketut Tjeni yang gugur pada tanggal 20 November tahun 1946.

"Kami kesini bersama 10 orang, dan sudah menjadi agenda rutin," akunya disela-sela menyiapkan upakara," ujarnya.  

Menurutnya, tujuan digelar tradisi memunjung ini untuk mendoakan agar leluhurnya yang telah menjadi Dewa Pitara mendapat tempat yang terbaik.

"Selain itu tujuanya juga untuk menghormati dan menghargai jasa yang telah diberbuat saat zaman itu," imbuh Gunarsa warga dari Desa Geluntung, Kecamatan Marga, Tabanan ini. 

Dilanjutkan tradisi memunjung ini dilakukan dengan cara menyuguhkan sesajen, dan melakukan persembahyangan. "Intinya kami kesini sembahyang untuk mendoakan keluarga kami mendapatkan tempat terbaik," jelasnya. 

Sedangkan untuk tradisi mepeed yang dilakukan ibu PKK Desa Adat Klaci nampak serasi. Mereka membawa gebogan buah tersusun rapi diiringi gambelan bleganjur. 

"Mepeed ini adalah tradisi yang rutin dilakukan setiap Peringatan Puputan Margarana," ujar Benda Adat Kelaci I Made Sudarya. 

Dikatakan yang terlibat dalam tradisi mepeed ini adalah ibu-ibu PKK di masing-masing banjar Desa Adat Kelaci. Tujuanya untuk dipersembahkan atau sebagai wujud rasa syukur kepada para pejuang yang gugur di medan pertempuran. 

"Pajegan yang jumlahnya ratusan ini diletakkan di areal monumen nasional," tegasnya. 

Sudarya menambahkan tradisi mepeed ini juga simbol dari kebangkitan. Sebab Banjar Kelaci yang merupakan lokasi sejarah pertempuran Margarana pada zaman dulu sehingga peristiwa bersejarah tersebut masih membekas di ingatan warga. 

"Tradisi mepeed ini menunjukkan semangat dan bangkit kembali dari untuk warga desa dari pertempuran itu selain itu juga untuk tetap mengenang jasa pahlawan," ujarnya. 
 

Reporter: bbn/tab



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami