Kasus Eks Dirut Garuda, Pasek: Kompetisi Eksistensi, Banyak "Ranjau" di Jakarta
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan kasus mantan Direktur Utama Garuda, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau lebih dikenal dengan panggilan Ari Askhara. Ari tersangkut kasus dugaan penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Airbus A330-900 Neo milik maskapai Garuda yang baru tiba di Jakarta dari Perancis.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara resmi telah memberhentikan sementara seluruh jajaran direksi yang terlibat dalam kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton di pesawat Airbus A330-900 Neo ini. Ari Askhara juga resmi telah dipecat oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, sebagai Direktur Utama PT Garuda.
Menanggapi kasus yang menimpa I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau lebih dikenal dengan panggilan Ari Askhara, politisi asal Bali, Gede Pasek Suardika (GPS) yang juga pendiri GPS Institute mengatakan, hal itu merupakan bagian dari kompetisi eksistensi di ibukota Jakarta.
"Bila ada orang Bali menjadi atau memegang pucuk jabatan di berbagai sektor memang kebanggaan bagi orang Bali lainnya. Dan di sisi lain juga bila ternyata bermasalah maka yang terjadi sebaliknya,"ujar Pasek kepada beritabali.com, Minggu (8/12/2019).
Menurut Pasek, berdasar pengalamannya menjadi politisi di Ibukota Jakarta, kondisi itu sama berlaku untuk sektor Politik, Ekonomi, Birokrat, TNI Polri dan lainnya.
"Yang harus disadari, kompetisi eksistensi di Jakarta itu tidak mudah. Banyak "ranjau" di dalamnya sehingga salah sedikit bisa terkena (masalah)," Merebutnya susah, tapi jatuhnya gampang. Godaannya banyak sehingga perlu banyak benteng diri dibangun baik "sekala" dan "niskala","ujar pria dari Buleleng ini.
Dalam kasus Ari Askhara ini, kata Pasek, diakui ada ketidakadilan dalam hal publikasi atau pemberitaan di media massa. Padahal ada kasus BUMN yang lebih besar dari sisi potensi kerugian negara, tapi kasus "Harley" dan "Brompton" dalam pesawat Garuda mendapat porsi pemberitaan yang jauh lebih masif.
"Hanya saja tidak "fair" (adil) juga kehebohan BUMN Garuda dengan (bank) BTN, kok beda banget. Padahal kejadian di BTN yang bersamaan dengan pencopotan Direksi dan Komisaris jauh lebih besar kerugian negaranya. Nah dalam posisi seperti itu memang sulit, menjadi "unfair" (tidak adil) publikasi yang dilakukan pejabat di kementerian BUMN,"ujar mantan wartawan koran di Bali ini.
Sementara itu salah seorang rekan Ari Askhara yang enggan disebutkan namanya di media mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa mantan Dirut Garuda ini. Dimatanya, sosok Ari Askhara dikenal baik dan memiliki kinerja bagus.
"Saya kenal baik dengan beliau sejak dari ANZ dulu. Turut prihatin dengan yang terjadi, beliau orangnya tegas dan "smart" (cerdas), karirnya bagus, banyak "support" (dukung) kegiatan-kegiatan orang Bali. Tapi ya seperti peribahasa "karena nila setitik, air susu rusak sebelanga,"ujarnya.
Reporter: bbn/tim