Sudikerta Kaget Dituntut 15 Tahun Penjara
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Kasus yang menjerat mantan Wakil Gubernur Bali, I Ketut Sudikerta dengan pihak bos Maspion Grup membutnya langsung 'shock' saat mendengar tuntutan hukuman dari tim Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang yang digelar di ruang Kartika, Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/12) Jaksa Eddy Artha Wijaya,SH dkk, mengajukan hukuman untuk Sudikerta cukup bikin pengunjung sidang kaget dan tidak menyangka.
"Memohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada terdakwa selama lima belas tahun penjara dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.5 miliar dan subsider enam bulan kurungan," baca Jaksa Eddy mewakili tim JPU.
Masih dalam amar tuntutannya, JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi,SH.MH menyatakan bahwa Sudikerta telah bersalah dengan sengaja melawan hukum sebagaimana diatur pada Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama.
"Menyatakan terdakwa bersalah sebagaimana dalam dakwaan kedua, melanggar Pasal 3 UU RI.No.8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pembrantasan tindak pidana pencucian uang," sambung Jaksa dari Kejati Bali di muka sidang.
Sudikerta yang sejak awal begitu seksama mendengarkan tim JPU membacakan tuntutan hukumannya, hanya bisa terdiam dan sambil menggelengkan kepala begitu ditegaskan lamanya hukuman penjara yang diajukan ke majelis hakim.
Menanggapi tuntutan JPU, pihaknya melalui kuasa hukum akan mengajukan pembelaan secara tertulis yang akan dituangkan dibacakan langsung olehnya pada agenda sidang lanjutan.
Sebagaimana tertuang dalam dakwaan kasus ini berawal pada 2013 lalu saat Maspion Grup melalui anak perusahaannya PT Marindo Investama ditawarkan tanah seluas 38.650 m2 (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 m2 (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Desa Balangan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung oleh Sudikerta.
Tanah ini disebut berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, dimana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan pada akhir 2013.
Namun beberapa bulan setelah transaksi justru baru diketahui jika SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 m2 merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 m2 sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama mengalami kerugian Rp 150 miliar.
Usai sidang, Sudikerta menegaskan bahwa kasus ini hanya persoalan bisnis.
"Saya tekankan ini masalah bisnis. Tidak ada masalah soal hubungan dengan APBD, jadi bukan masalah korupsi," singkatnya.
Reporter: bbn/maw