Cempaka Sibang, Komoditas Pertanian yang Belum Tergarap Optimal
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, DENPASAR.
Bila kita perhatikan lanskap jalan di Bali menggunakan tanaman cempaka sebagai tanaman perindangnya bukanlah merupakan hal yang aneh. Namun demikian kita juga tidak asing mendengar adanya tanaman cempaka yang telah biasa dibudidayakan untuk dipanen bunganya.
[pilihan-redaksi]
Kekhasan bentuk dan aroma bunganya juga menjadi ciri yang gampang diperhatikan oleh masyarakat pengguna bunga cempaka itu. Itulah dua desa sentra penghasil bunga cempaka, Sibang Gede dan Sibang Kaja di Kabupaten Badung. Tanaman (bunga) cempaka di Kabupaten Badung, khususnya di Desa Sibang Kaja dan Sibang Gede Kecamatan Abiansemal, Badung telah lama menjadi tumpuan kehidupan bagi masyarakat di sana.
Bunga cempaka dimanfaatkan sebagai komoditas yang diperjualbelikan sehingga berperan cukup besar dalam menunjang ekonomi keluarga. Bahkan, banyak pula masyarakat mengandalkan bunga cempaka sebagai komoditas pertanian andalan bagi keluarga di kedua desa tersebut. Sebagai desa penghasil bunga cempaka untuk daerah Badung dan sekitarnya telah mencuatkan nama Desa Sibang Kaja dan Sibang Gede sebagai sentra penghasil bunga cempaka.
Masyarakat Bali pada umumnya mengetahui bahwa bunga cempaka hanya untuk bahan upakara dan sebagai sarana persembahyangan lainnya. Namun di sisi lain bila dibutuhkan, kayunya dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, terutama untuk bangunan tempat suci (pura atau sanggah). Di samping untuk keperluan tersebut, bunga cempaka sebenarnya dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku industri, misalnya sebagai minyak atsiri.
Sebagai kawasan penghasil komoditas ini, ternyata hampir seluruh wilayah kedua desa ini ditanami tanaman cempaka. Tidak ada pekarangan yang tidak ditanami tanaman cempaka. Luas lahan usahatani cempaka selama ini di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja seluas lahan pekarangan yang dimiliki yaitu 24,18% dari total luas wilayah. Hal ini disebabkan karena lahan usahatani cempaka itu hampir seluruhnya berada di pekarangan.
Masyarakat di kedua desa ini sangat jarang menanam tanaman cempaka sebagai komiditas yang ditanam monokultur dalam areal yang luas. Jumlah tanaman cempaka yang dimiliki oleh masing-masing kepala keluarga (KK) di kedua desa tersebut sekitar 2 – 3 tanaman. Secara keseluruhan, berdasarkan data yang dilaporkan oleh petugas BPP Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja adalah sekitar 1800 pohon, sedangkan Desa Sibang Kaja ada sejumlah 1219 pohon.
Secara agroklimat, persebaran tanaman cempaka dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Desa Sibang Kaja dan Sibang Gede memiliki ketinggian tempat 70 – 75 m dpl. Tanaman cempaka di kedua desa tersebut menunjukkan bahwa tanamannya dapat berbunga sepanjang tahun tanpa pandang musim. Ragam cempaka yang umum dibudidayakan di kedua wilayah tersebut adalah cempaka kuning dan cempaka putih.
Informasi yang diperoleh di lapangan bahwa tanaman cempaka putih menunjukkan sifatnya lebih “rajin” berbunga dibandingkan yang kuning.
Periode petik bunga cempaka dapat dilakukan setiap hari, bahkan saat subuh sudah dimulai pemetikan sampai kurang lebih hari menjelang siang. Tanaman yang ditanam dari hasil perbanyakan cangkokan sudah mulai berbunga pada umur 3 – 4 tahun dengan hasil bunga yang sudah banyak. Hasil bunga yang diperolah sekitar 300 – 400 kuntum per harinya. Pada saat panen raya, dapat menghasilkan 500 sampai 600 kuntum.
Esok harinya menghasilkan 300 sampai 400 kuntum berturut-turut 2 hari, kemudian setelahnya akan kembali berproduksi 500 sampai 600 kuntum, demikian seterusnya secara periodik. Tempat menjual hasil panen berupa bunga segar untuk keperluan upakara, hotel, salon, dan sebagainya masyarakat mengutamakan pedagang pengumpul yang ada di desa tersebut. Di samping pedagang pengumpul mendatangi masyarakat pemilik bunga, pedagang juga menunggu datangnya para pemilik/penjual bunga.
Selama ini, satuan jual yang telah disepakati antara penjual dan pembeli (pedagang pengumpul) adalah 50-an kuntum bunga. Penentuan harga oleh konsumen melalui pedagang pengumpul yang paling mencolok ditentukan oleh adanya rerainan (hari suci umat Hindu). Jenis cempaka kuning selalu memiliki harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan yang putih.
Informasi yang berhasil dikumpulkan bahwa pemasaran bunga cempaka sibang ini sampai ke wilayah kabupaten lain di Bali seperti Tabanan, Gianyar, dan Bangli. Biaya usahatani untuk budidaya cempaka boleh dikatakan sangat rendah. Selama ini, masyarakat tidak melakukan pemeliharaan tanaman cempaka yang intensif seperti budidaya tanaman pertanian lainnya. Budidaya tanaman cempaka di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja umumnya merupakan pekerjaan sampingan saja dan pengeluaran usahatani cempaka tidak dapat dirinci sedemikian pasti.
Bila diilustrasikan maka budidaya tanaman cempaka diasumsikan memerlukan pengeluaran pembelian bibit rata-rata Rp600.000 untuk dua buah bibit cangkok dan pohon cempaka berbunga selama 10 tahun, maka pengeluaran untuk bibit sebesar Rp 5.000 per bulan atau Rp 166,67 per hari. Berdasarkan hasil penjualan bunga cempaka sebesar Rp 24.167 per hari atau Rp 725.000 per bulan, maka pendapatan rumah tangga dari usaha tani cempaka sebesar Rp 24.000 per hari atau Rp 720.000 per bulan.
Rata-rata pendapatan rumah tangga di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja sebesar Rp 3.353.333 per bulan, yang bersumber dari: usahatani sawah sebesar Rp 1.500.000; usaha tani tegalan Rp 83.333; ternak Rp 125.000; non usaha tani Rp 925.000; dan bunga cempaka Rp 720.000. Tampak di dalam struktur pendapatan rumah tangga tersebut bahwa pendapatan dari bunga cempaka memberikan sumbangan sebesar 21 persen dari pendapatan total rumah tangga.
Masyarakat petani cempaka di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja telah memiliki pemahaman tentang budidaya cempaka secara turun temurun. Pemahaman pembudidayaan cempaka ini mereka dapatkan dari sesama petani pemilik cempaka. Tidak jarang pula, generasi muda di desa tersebut memanfaatkan teknologi informasi untuk mendapatkan pengetahuan pembudidayaan cempaka, misalnya media internet.
Mengenai pembudidayaan cempaka, masyarakat menganggap mudah karena mereka tidak melakukan perawatan seperti pembudidayaan tanaman lain. Aspek sosial budaya lainnya ditemukan bahwa masyarakat setempat senang melakukan budidaya cempaka karena dianggap sangat sederhana. Budidaya cempaka dianggap sangat bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan karena sangat membantu pendapatan keluarga.
Selama ini yang menjadi prioritas penggunaan bunga cempaka adalah untuk dijual, untuk keperluan upacara/upakara (sesajen) dan untuk menjaga kenyamanan tempat tinggal (lingkungan pekarangan). Walaupun tidak harus ada tanaman cempaka di setiap pekarangan rumah di desa dan juga bukan merupakan “kewajiban/keharusan” untuk menanam cempaka, tetapi karena hampir seluruh rumah tangga memiliki tanaman cempaka di setiap pekarangannya mengindikasikan bahwa pembudidayaan cempaka telah menjadi tradisi dan sekaligus dapat dijadikan sumber penghasilan tambahan bagi setiap keluarga di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja.
Potensi alami agroklimat dan potensi ragam bunga yang beraneka tersebut dapat dijadikan pijakan awal pengembangan baik pengembangan komoditasnya maupun pengembangan wilayahnya. Banyak pula hal lain yang dapat dijadikan upaya pengembangan agar potensi ini semakin memberi wangi cempaka makin semerbak. Keterlibatan berbagai stakeholder sangat ditunggu agar upaya mengembangkan potensi ini segera bisa diwujudkan.
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan agar pengembangan cempaka dapat berkelanjutan di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja adalah: (a) Untuk pengembangan tanaman ke depan, cempaka putih dan cempaka kuning yang diminati oleh masyarakat setempat dapat dijadikan dasar pengembangan budidayanya; (b) Perlu pengadaan bibit dengan jumlah yang memadai dan harga yang terjangkau; (c) Pemanfaatan utama dari tanaman cempaka adalah penggunaan bunganya untuk keperluan upakara.
Untuk pembudidayaan dalam skala yang lebih intensif lagi, ke depan perlu diupayakan berbagai kemungkinan untuk penggunaan lainnya, seperti produk olahan bunga cempaka menjadi minyak atsiri; (d) Perlu dilakukan terobosan promosi dan sosialisasi bahwa Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja Kecamatan Abiansemal Badung adalah sebagai sentra cempaka di Badung; (e) Sisi lainnya yang mengemuka dari pembudidayaan cempaka yang perlu mendapat perhatian khusus adalah perlu terus disosialisasikan cara memetik bunga cempaka yang aman dan selamat, karena pohonnya yang tinggi sangat riskan untuk keselamatan pemetik.
(f) Program “one village one product” dan “Kampung Bunga Cempaka” yang diupayakan untuk tanaman cempaka di Desa Sibang Gede dan Sibang Kaja yang perlu ditindaklanjuti agar kegiatan pembudidayaan cempaka menjadi tumpuan penghidupan masyarakat di kedua desa itu berkelanjutan (sustainable); (g) Aktivitas pembudidayaan cempaka secara tidak langsung dapat menghasilkan aroma yang harum semerbak di pagi hari. Akibat samping budidaya ini sebaiknya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk dijadikan semacam aktivitas “wisata aroma-therapy”.
Penulis
Oleh I Made Sukewijaya
Dosen pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Reporter: bbn/opn