Menurut Sastra, Pernikahan Virtual Adat Bali Diperbolehkan di Masa Gering Agung?
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, GIANYAR.
Sebelum melakukan gelaran pernikahan adat Bali secara virtual, Owner Taman Prakerti Bhuana Beng (TPB), Ida Bagus Aji Mangku Putu Adi Supartha Ssos melakukan komunikasi dengan PHDI Provinsi Bali.
"Itupun kita komunikasikan dengan PHDI Provinsi Bali, bahwa itu pernah jalan sebelumnya. Dari segi sastra tidak masalah. Karena misinya adalah menolong memecahkan masalah umat. Agar terkoneksi dengan mereka di Jepang, TPB melibatkan tim multimedia. Acara berlangsung sukses, dihadiri prajuru desa, keluarga besar. Tetap dengan prokes ketat," jelasnya saat menceritakan pernikahan virtual antara mempelai laki-laki Anak Agung Gede Agung Satrya Dwipayana, 29, dengan mempelai perempuan Ni Putu Miradani, 28 yang berada di Jepang.
Dalam sastra terkait pernikahan virtual ini identik dengan ngayat, ngubeng menggunakan simbol. "Hal ini bisa dilakukan jika terjadi gering agung," ujar suami dari Desak Nyoman Hatini SE ini Kamis (14/1).
Diceritakan, selama 10 hari persiapan, tim TPB berunding dengan pihak Terkait termasuk keluarga kedua mempelai. "Persiapan 10 hari berunding, nunasang duwasa, secara sastra tidak masalah, mengunakan simbol sanggah urip. Masa pandemi agar tetap bisa nyalanang dharmaning agama dharmaninh negara. Kedua belah pihak setuju, prosesi full mulai ngidih, medharmasewaka dua pihak prajuru. Sampai upacara mebayuan 5 sederhana. Tidak besar, nanti setelah covid katanya mereka akan adakan resepsi ulang. Pemangku mereka bawa sendiri, di TPB minjam sewa tempat, berikan fasilitas dan banten," jelasnya.
Setelah mendapat lampu hijau, TPB kemudian mempersiapkan tim multimedia. "Kami siapkan layar lebar dan sound yang suaranya terdengar jelas, jernih. Terpenting pula jaringan internet, on terus," jelasnya.
Proses pernikahan berlangsung layaknya adat tradisi Bali. Mulai dari memadik hingga natab banten pernikahan. "Mereraosan digelar persis bagaimana prosesi biasanya. Kedua mempelai dihadirkan pada layar, ada prajuru adat dan pihak keluarga," jelas Tuaji Beng.
Pernikahan Virtual ini berlangsung sekitar 5 jam nonstop mulai pukul 15.00 WITA hingga pukul 20.00 WITA.
"Saat mereraosan, cerita sedih terungkap. Sedih ketika kedua mempelai ini tidak bisa bertemu keluarga secara fisik. Tapi di akhir prosesi, semua berbahagia," jelasnya.
Secara teknis, kedua mempelai di Jepang dan keluarga di Bali dipertemukan lewat layar lebar. Setiap sesi diikuti penuh konsentrasi. Termasuk prosesi Mabyakala. "Jadi pengantin natab, yang membawa piranti upakara orangtuanya dengan membawa sanggah urip," terangnya.
Terkait biaya, pernikahan Virtual ini menghabiskan sekitar Rp 30 juta. "Mereka mengambil paket silver plus biaya multimedia," jelas Tuaji.
Pernikahan Virtual ini diakui lumayan matang persiapannya. "Lumayan agak berat, kami tidak mau tergangggu, astungkara tim bisa dengan baik dan sukses," ujarnya.
Situasi pandemi pula, membuat keluarga dan prajuru yang hadir di TPB dibatasi. "TPB menerapkan standar protokol kesehatan. Baru masuk kami sediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer. Selanjutnya cek suhu tubuh, pembersihan alas kaki dengan cairan disinfektan," jelas Tuaji Beng, pensiunan dini PNS Pemkab Gianyar ini.
Setelah berhasil menggelar pernikahan Virtual, Tuaji mengaku masih ada pasangan lain yang tertarik. "Banyak yang berminat dan minta ini. Tapi kita khususkan hanya bagi yang memang tidak terjangkau secara fisik. Kalau memungkinkan ke lokasi, kenapa harus Virtual. Kan lebih baik, jadi kami tetap ada seleksi dan pertimbangan," tegas ayah dari Ida Bagus Krisna Suryaningrat dan Ida Ayu Krisna Laksmi Utari ini.
Reporter: bbn/tim