Cegah Terjerat Mafia Tanah, Ini Langkah Antisipasinya
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BADUNG.
Di masa pandemi terlihat ada kecenderungan akan munculnya tindak kejahatan baik dengan kekerasan atau tipu-menipu seperti salah satunya tindak kejahatan atas tanah yang dilakukan oleh mafia tanah.
Maka itu, perlu upaya antisipasi agar jangan sampai praktik mafia tanah beraksi dan masyarakat yang kemudian menjadi korban. Salah satu akademisi atau dosen Notariat Universitas Warmadewa yang juga Ketua Perkumpulan Pemerhati Pertanahan dan Agraria Terpadu Indonesia (P3ATI), mengatakan, hal yang perlu mendapat perhatian adalah jangan pernah memberikan sertifikat tanah asli maupun KTP kepada orang yang tidak memiliki integritas.
"Yang perlu diperhatikan adalah Jangan pernah memberikan atau menitipkan sertifikat tanah asli kepada orang yang tidak memiliki jelas integritas. Dan jika ingin berurusan dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), pastikan lagi PPAT tersebut setidaknya bisa dilakukan pengecekan bahwasanya PPAT, Notaris tersebut bukan abal-abal karena ada kemungkinan saat ini berkembang kejahatan yang seperti itu," sebutnya Kamis,(18/2) saat ditemui di ruang kerjanya di Kuta, Badung.
Jadi bisa dikatakan bahwa mafia tanah tersebut menjadi satu tim yakni mulai dia penjualnya, dia pembelinya dan bisa juga notaris atau PPAT nya dilakukan komplotan itu juga.
"Jadi, bisa saja saat tertentu begitu penitipan sertipikat asli, KTP, KK dan PBB, mereka akan pergi atau menghilang begitu saja termasuk kantor Notaris dan PPAT nya hilang," cetusnya.
Selanjutnya, dengan beberapa modus yang telah terjadi maka KTP asli, jangan terlalu mudah memberikan identitas tersebut. Karena, jika dilihat dari kelemahan saat ini yang sempat disampaikan Kementrian ATR/ Badan Pertanahan yaitu sertifikat tanah tidak ada foto pemilik.
"Sehingga ada nama, identitas KTP cocok dalam sertifikat maka seolah-olah itu pemiliknya. Karena, dalam sertifikat tidak ada fotonya jadi orang akan mudah memalsukan identitasnya," katanya.
Selanjutnya perlu diperhatikan jika ada transaksi atau peralihan hak didasarkan dengan sertifikat pengganti. Misalnya, dinyatakan pernah hilang atau dinyatakan hilang, sertifikat pengganti yang diterbitkan oleh kantor pertanahan yang dijadikan dasar peralihan tersebut selanjutnya maka perlu dilakukan cek dan ricek kembali.
"Maka harus dilakukan beberapa kali pengecekan, karena bisa saja sertifikat pengganti tersebut merupakan bagian dari pengelabuan atau ada keterangan tidak sebenarnya atas permohonan sertipikat pengganti tersebut. Akan tetapi,diterbitkan secara benar, prosesnya benar, akan tetapi karena proses penerbitannya dilakukan dengan menutupi hal-hal yang sebenarnya. Atau memasukan keterangan palsu terhadap penerbitan," paparnya.
Dalam hal ini PPAT juga harus jauh lebih berhati-hati menerima pendaftaran peralihan, apabila didasarkan dengan sertifikat pengganti. Memang dalam hal ini tidak ada kewajiban PPAT atau Notaris mengecek syarat kelengkapan secara material,berkaitan dengan benar atau tidak KTP, identitas, pemegang hak tersebut diterbitkan oleh catatan sipil terutama berkaitan dengan nama serta foto disesuaikan.
"Jangan sampai dalam kaitan dengan hal tersebut ada 'mafia tanah' masuk dan melakukan transaksi, yang akhirnya menyeret PPAT menjadi bagian oleh orang-orang yang sebenarnya tidak berhak tersebut," ucapnya.
Maka terkait hal tersebut harus dilakukan secara bersama-sama melakukan proses pendalaman lebih jauh, sehingga nantinya akan dapat meminimalisir kasus manipulasi peralihan hak atas tanah yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan dasar itikad yang tidak baik atau bad faith.
Dirinya menambahkan, masyarakat jangan sampai tergiur dengan harga tanah yang tinggi dan PPAT atau Notaris jangan juga tergiur dengan biaya yang akan didapatkan. Karena masalah yang timbul nantinya akan menguras energi, waktu dan kerugian yang tidak kecil.
Reporter: bbn/aga