search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Pengakuan Penyuap Edhy Prabowo Bila Berikan "Fee" Terkait Izin Ekspor Lobster
Kamis, 1 April 2021, 07:30 WITA Follow
image

beritabali.com/ist/suara.com/Pengakuan Penyuap Edhy Prabowo Bila Berikan "Fee" Terkait Izin Ekspor Lobster

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, NASIONAL.

Terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito mengaku bila perusahaan yang ingin ikut ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Kementerian harus memberikan "fee" agar mendapatkan izin.

Hal itu diungkap Suharjito dalam pemeriksaan sebagai terdakwa dalam kasus suap izin ekspor benih lobster tahun 2020 di Kementerian KP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (31/3/2021) malam.

Pernyataan ini muncul yang berawal saat Jaksa KPK menanyakan apakah permintaan "fee" sangat berpengaruh bagi perusahaan untuk mendapatkan izin ekspor benih lobster.

Mendengar pertanyaan itu, terdakwa Suharjito pun mengaku pemberian "fee" sangat berpengaruh besar. Ia mengaku bila perusahaan menyanggupi "fee" itu, izin akan keluar sangat cepat.

"Sehari atau dua hari. Sudah keluar izin (bila sudah membayar "fee" terkait izin ekspor lobster)," kata Suharjito di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (31/3/2021) malam.

Suharjito menjelaskan bahwa permintaan "fee" itu diminta oleh staf khusus eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri. Safri pun kini sudah menjadi tersangka.

Di mana bila ingin mendapatkan izin ekspor Lobster harus memberikan uang sebesar Rp5 miliar.

Penyampaian permintaan Rp5 miliar itu diketahui oleh terdakwa Suharjito, ketika anak buahnya bernama Agus bertemu dengan Safri.

Terkait "fee" itu, kata Suharjito, bukan hanya untuk perusahaan miliknya. Namun perusahan lain juga.

"Pak Safri bilang bahwa yang lainnya juga begitu kepada Agus. Agus meneruskan ke saya (terkait permintaan "fee")," ucap Suharjito.

Suharjito menyebut mendengar perusahaan lain juga ada yang ingin membayar "fee" agar mendapatkan izin ekspor. Pihaknya pun akhirnya ikut.

"Ada (perusahaan) yang lainnya. Pada dasarnya saya juga malas sebagai pengusaha begitu," kata Suharjito.

Hingga akhirnya, Suharjito pun menyanggupi dengan baru membayar sebesar Rp1 miliar. Ia membayar dengan uang pecahan dolar Amerika Serikat yang mencapai 77 ribu.

"Ya sudah kami sepakati saja. Itu Rp1 miliar untuk ditukarkan menjadi 77 ribu USD," ungkap Suharjito.

Suharjito pun ditemani Agus saat menyerahkan "fee" itu langsung kepada Safri di Kementerian KP.

"Karena saya memang bawa duit, saya pikir cepat-cepat. Ini sesuai dengan apa yang disampaikan Agus, 'Saya kasih Rp1 miliar dulu’," ucap Suharjito.

Suharjito menyebut bahwa setelah memberikan uang "fee" awal kepada Safri. Maka, izin perusahaannya untuk ekspor benih lobster pun terbit. Izin budidaya itu keluar sejak Mei 2020.

Dalam dakwaan, Suharjito menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebesar Rp2,1 miliar terkait izin ekspor benih Lobster di Kementerian KKP tahun 2020.

Uang suap yang diberikan kepada Edhy melalui beberapa perantara. Di antaranya dua staf khusus menteri KKP, Andreau Misanta Pribadi dan Safri.

Kemudian Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi sebagai anggota DPR. Uang suap itu, agar memuluskan perusahaan terdakwa agar dipercepat dalam persetujuan perizinan ekspor benih Lobster di Kementerian KP tahun 2020.

Adapun dalam dakwaan KPK, terdakwa Suharjito dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.(sumber: suara.com)

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami