Ketua LPD Anturan dan Tamblang Jadi Tersangka Dugaan Korupsi
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, BULELENG.
Kejaksaan Negeri Buleleng menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, diantaranya Ketua LPD Anturan, NAW dan Ketua LPD Tamblang KR.
“Tim Penyidik telah menetapkan satu orang tersangka dengan inisial NAW yang menjabat selaku Ketua LPD Anturan, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-713/N.1.11/Fd.2/11/2021 tanggal 22 November 2021. Berdasarkan hasil perhitungan sementara Tim Penyidik Kejari Buleleng diduga ada temuan selisih dana yang berindikasi merugikan keuangan negara sekitar 137 Miliar rupiah,” papar Kepala Seksi Intelijen Kejari Buleleng, Anak Agung Ngurah Jayalantara.
Selain Ketua LPD Anturan, Kejaksaan Negeri Buleleng juga menetapkan Ketua LPD Tamblang sebagai tersangka dalam kasus serupa.
“Selanjutnya dalam kasus yang sama, KR juga ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : B-714/N.1.11/Fd.2/11/2021 tanggal 22 November 2021, dimana hasil perhitungan sementara Tim Penyidik Kejari Buleleng diduga ada temuan selisih dana yang berindikasi merugikan keuangan negara sebesar 1,2 Miliar rupiah,” tambah Agung Jayalantara yang juga Humas Kejari Buleleng.
Dalam proses yang dilakukan dari kedua kasus dugaan korupsi tersebut, sampai saat ini Penyidik d Kejaksaan masih menunggu Perhitungan selisih dana tersebut dari pihak Tim Inspektorat Kabupaten Buleleng.
“Terhadap tersangka NAW dan KR saat ini disangkakan melanggar ketentuan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 8 dan Pasal 9 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” papar Jayalantara.
Berdasarkan proses penanganan yang dilakukan dari kedua kasus itu, Kejaksaan Negeri Buleleng telah menyita sejumlah barang bukti, diantara pada kasus LPD Anturan mengamankan, dokumen kredit LPD, kendaraan roda empat, 12 sertifikat tanah dan laporan-laporan keuangan tahunan.
Sedangkan untuk barang bukti pada kasus LPD Tamblang disita barang bukti berupa dokumen kredit LPD, dokumen pendirian LPD, dan laporan-laporan keuangan tahunan.
“Untuk tindak lanjut penanganan perkara akan dilakukan pemeriksaan khusus oleh Tim Penyidik Kejari Buleleng guna dilakukan pengembangan penyidikan dan pengumpulan bukti-bukti guna menguatkan pasal sangkaan yang disangkakan dalam kedua perkara A-quo,” papar Jayalantara.
Dari keterangan yang diberikan di Kejaksaan Negeri Buleleng terhadap perkara LPD Desa Adat Anturan sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang, selain usaha simpan pinjam juga ada usaha tanah kavling, penerimaan pembayaran rekening listrik, air, telpon, pembayaran pajak dan ekspansi penyaluran kredit sampai keluar wilayah Desa Pakraman berdasarkan hasil Pararem Pajuru Desa Pakraman Anturan.
Selanjutnya di tahun 2019 LPD Anturan memiliki aktiva lain-lain berupa tanah kavling senilai Rp 28.301.572.500,00 yang tersebar di 34 lokasi yang berbeda, namun dalam aktiva lain-lain berupa tanah kavling tersebut juga dimasukkan Dana Punia senilai Rp 500.000.000,00,-.
Pada bagian lain, dari jumlah kredit yang disalurkan pada tahun 2019 sebesar Rp.244.558.694.000,-, terdapat Tunggakan Bunga yang belum dibayar oleh nasabah adalah sebesar Rp 12.293.521.600,00 yang kemudian dijadikan kredit, namun tidak ada perjanjian kredit antara nasabah dengan pihak Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan dan juga Kredit yang tidak ada dokumen kreditnya (kredit fiktif) sebesar Rp 150.433.420.956,00,-.
Permasalahan lain pada LPD Anturan juga terungkap di dalam pengelolaan terdapat selisih antara modal sebesar Rp 29.262.215.507,50 dan simpanan masyarakat mencapai Rp 253.981.825.542,00 dengan total asset tercatat Rp 146.175.646.344,00, sehingga kurang lebih ada selisih sebesar Rp 137.068.394.705,50.
Fakta lain juga diungkapkan Kejaksaan Negeri Buleleng, bahwa usaha kavling tanah LPD Desa Adat Anturan dikelola atau dilaksanakan oleh Ketua LPD Desa Adat Anturan dan dalam pengelolaan usaha kavling tanah tersebut tidak memiliki tenaga pemasaran sehingga untuk pemasaran tanah kavling tersebut menggunakan jasa perantara (makelar) dengan memberikan fee sebesar 5 % dari hasil penjualan.
Selanjutnya dana hasil penjualan tanah kavling tersebut disimpan pada rekening simpanan di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Anturan atas nama Penjualan TKV (sesuai dengan lokasi tanah kavling) dan mendapatkan bunga.
Selanjutnya juga ditemukan hasil penjualan tanah kavling tersebut ada yang dipergunakan untuk melakukan Tirta Yatra, diantaranya ke Kalimantan sebesar Rp.500.000.000,-, ke Lombok sekitar Rp.75.000.000,-, ke Gunung Salak sekitar Rp.150.000.000,-, untuk Tirta Yatra di Bali sekitar Rp.50.000.000,-, yang diikuti oleh semua karyawan dan Prajuru Desa Adat beserta keluarga serta Ketua LPD yang menyimpan dana di LPD Anturan.Namun penggunaan dana tersebut tidak dilaporkan.
Sementara berkaitan dengan kasus LPD Tamblang ditemukan sejumlah fakta-fakta, diantaranya LPD Tamblang yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali No. 495 Tahun 1985 tentang Pembentukan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Tamblang, dengan modal pertama LPD berjumlah Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) yang bersumber dari APBD Propinsi Daerah Tingkat I Bali.
Dengan modal awal pendirian sebesar Rp. 2.500.000,00 yang berasal dari Gubernur Bali. Dalam pengelolaan dana LPD Desa Adat Tamblang tersebut Pengurus yakni Ketua, Sekteraris dan Bendahara telah menggunakan dana LPD untuk kepentingan pribadi, sehingga telah merugikan Keuangan Negara khususnya LPD Desa Adat Tamblang, sehingga telah merugikan keuangan negara khususnya LPD Desa Adat Tamblang.
Reporter: bbn/bul