Dugaan Malapraktik Dokter di Tabanan Akibatkan Pasien Meninggal, Ini Respons IDI
GOOGLE NEWS
BERITABALI.COM, TABANAN.
Sempat diduga ada seorang pasien yang mengalami malapraktik di Kecamatan Pupuan yang sebelumnya melakukan bedah minor ditepis oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tabanan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Tabanan dr. Ida Bagus Tatwa Yatindra, Sp.Urologi menyatakan, jika tindakan yang dilakukan dr. IB Surya Wira Andi di tempat praktiknya di Desa Padangan Pupuan sudah sesuai prosedur.
Baca juga:
IJTI: Uji Kompetensi Perlu Agar Jurnalis Tidak Lakukan Malapraktik
"Tidak ada malapraktik, karena dari prosedurnya sudah dikerjakan sesuai dengan SOP dan kompetensinya. Jika dilihat dari kompetensinya prosedur ini bisa dilakukan oleh dokter umum, karena mengacu pada Konsul Kedokteran Indonesia memberikan kriteria bahwa penyuntikan anastesi dan eksisi lipoma (tumor jinak pada kulit) bisa dilakukan oleh dokter umum," ujarnya.
Karena itu, dr. Tatwa menyatakan dalam kasus ini, IDI Tabanan tidak memberikan sanksi kepada dr. Surya. "Sehingga dokter Surya tetap bisa menjalankan prakteknya sebagaimana mestinya sesuai dengan ijin," tambahnya.
Sebelumnya seorang pasien meninggal dunia di Puskesmas Pupuan setelah mendapatkan tindakan anastesi (pembiusan) ketika akan melakukan operasi lipoma (jaringan lemak di bawah kulit) yang terletak di kepala pasien, secara resmi dinyatakan sebagai pasien yang mengalami reaksi Anaphilactic karena ketidakjujuran pasien ketika proses wawancara dengan dokter yang mengambil tindakan pembedahan tersebut.
Reaksi Anaphilactic tersebut dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, dr. Nyoman Susila, Selasa (1/11) Raker Gabungan Komisi I dan komisi IV DPRD Kabupaten Tabanan, terkait isu kelalaian dokter dalam memberikan pelayanan di desa Padangan Kecamatan Pupuan sehingga menyebabkan pasiennya meninggal dunia di Ruang Rapat Gedung DPRD Tabanan, adalah satu reaksi yang timbul akibat alergi.
"Reaksi ini akan mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastis sehingga aliran darah ke seluruh jaringan tubuh terganggu. Akibatnya, muncul gejala berupa sulit bernapas, penurunan kesadaran bahkan bisa menyebabkan pasien meninggal dunia," ujarnya.
Sementara itu, dr. IB Surya Wira Andi, sebagai dokter yang sempat diduga melakukan malapraktik,menjelaskan jika prosedur yang dilakukannya sudah sesuai dengan SOP. Kondisi gawat darurat yang dialami pasien hingga akhirnya pasien meninggal dunia terjadi ketika proses anastesi dilakukan dan posisi pasien memang sudah dilakukan penyayatan sepanjang 5 cm pada lokasi lipoma pasien yakni di bagian kepala.
"Pasien mengalami reaksi anaphilaktik dengan ciri-ciri penurunan tekanan darah secara drastis dan kesulitan bernapas ketika saya melakukan penyayatan di lokasi lipoma. Saat pasien mengeluh itu, saya tanyakan apakah pasien punya riwayat sesak, disanalah pasien baru mengaku jika pasien kadang-kadang mengalami sesak.
Karena reaksi Anaphilactic semakin parah, maka lakukan pertolongan ke gawat daruratan sesuai dengan SOP termasuk melarikan pasien ke Puskesmas untuk segera mendapat pertolongan, namun karena reaksi yang cukup parah pasien meninggal dunia di Puskesmas Pupuan," terangnnya.
Atas kejadian ini, dr. Surya menyebutkan pihaknya sudah menjelaskan kepada keluarga pasien, namun keluarga pasien diakui dr. Surya tetap ngotot dan tidak mau menerima kondisi tersebut.
"Bahkan keluarga pasien meminta uang pertanggungjawaban kepada saya sebesar Rp200 juta dengan alasan sebagai biaya hidup karena pasien meninggal. Karena saya melakukan tindakan sesuai dengan prosedur, maka saya tidak menyanggupinya. Dan akhirnya kasus ini dilaporkan ke anggota DPRD," urainya.
Editor: Robby
Reporter: bbn/tab