search
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
radio_button_unchecked
light_mode dark_mode
Penjelasan BMKG Soal Angin Puting Beliung Rusak Rumah Warga Nusa Penida
Jumat, 9 Februari 2024, 22:57 WITA Follow
image

bbn/ilustrasi/Penjelasan BMKG Soal Angin Puting Beliung Rusak Rumah Warga Nusa Penida.

IKUTI BERITABALI.COM DI

GOOGLE NEWS

BERITABALI.COM, DENPASAR.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar menjelaskan fenomena angin puting beliung yang menerjang dan memporak-porandakan rumah warga Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.

I Gusti Ayu Putu Putri Astiduari, prakirawan cuaca BMKG Wilayah III Denpasar, mengatakan puting beliung merupakan dampak ikutan awan cumulonimbus (Cb) yang biasa tumbuh selama periode masuk puncak musim penghujan.

Sementara, kata dia, Pulau Bali sedang dalam puncak musim penghujan dan memasuki peralihan musim.

"Jadi untuk puting beliung itu sumbernya terjadi ketika memang ada awan cumulonimbus. Karena, sekarang sudah memasuki puncak musim hujan berarti dari segi ketersediaan bahan bakarnya itu dari awan terpenuhi," kata Putri, saat dikonfirmasi Jumat (9/2) sore.

"Jadi memang potensi-potensi terjadi hujan lebat dan dapat disertai petir, karena berasal dari awan cumulonimbus juga termasuk puting beliung bisa lebih besar kemungkinan terjadinya," imbuhnya.

Ia menyebutkan fenomena angin puting beliung itu terjadi di darat dan untuk di laut disebut waterspout, yang merupakan kolom berputar yang terdiri dari uap air dan udara.

"Penamaannya saja berbeda, tapi sebenarnya sama saja karena berasal dari awan cumulonimbus juga," imbuhnya.

Putri menerangkan awan cumulonimbus berawal dari awan cumulus yang tercipta akibat dari udara yang naik dan mengembun di langit.

Awan ini berkembang melalui proses kondensasi. Ketika massa udara labil, karena musim puncak penghujan atau memasuki peralihan musim, awan cumulonimbus yang lebih besar terbentuk.

"Ketika masa udara itu labil. Jadi masa udara yang bisa naik ke atas itu akan membentuk awan yang besar juga. Dari masa angkatnya yang besar bisa terbentuk awan yang besar," jelas Putri.

"Kemungkinan terjadinya awan cumulonimbus juga lebih besar dibandingkan pada saat musim kering walaupun musim kering tetap bisa saja ada hujan. Tapi, kemungkinan terjadi awan yang lebih besar lagi pada saat musim hujan itu lebih cenderung bisa terjadi," terangnya. (sumber: cnnindonesia.com)

Editor: Robby

Reporter: bbn/net



Simak berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Ikuti saluran Beritabali.com di WhatsApp Channel untuk informasi terbaru seputar Bali.
Ikuti kami